Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kebangkitan Nasional, Peringatan Pahlawan Reformasi dan Ironi "People Power"

20 Mei 2019   10:15 Diperbarui: 20 Mei 2019   10:30 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Banjarmasin post.com

Entah kebetulan atau tidak, beberapa hari ini secara berdekatan bangsa kita memperingati hari - hari bersejarah dalam terbentuknya bangsa ini.

Hari bersejarah itu adalah: Hari Pahlawan Reformasi 12 Mei, Kebangkitan Nasional 20 Mei, dan jatuhnya regime Orde Baru 21 Mei yang menandai lahirnya era Reformasi.

Untuk tahun ini, bertambah satu hari lagi yang akan menjadi catatan sejarah, pengumuman hasil Pilpres 22 Mei 2019. Tanggal ini bersejarah karena untuk pertama kali dalam pemilu ini Pemilihan legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dilaksakan secara serentak.

Namun ironisnya,  nampaknya semua hari bersejarah itu seolah ditutupi oleh rencana demonstrasi besar-besaran yang menggunakan istilah "People Power" yang disembunyikan dalam kata "Kedaulatan Rakyat."

Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah yang paling penting bagi bangsa ini tentu saja Hari Kebangkitan Nasional yang setiap tahun kita peringati pada  tanggal 20 Mei. 

Mengapa hari ini diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional?

Hari ini sungguh manjadi pilar penting keberadaan bangsa Indonesia.

Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, disingkat Harkitnas, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20, di mana banyak rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". 

Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Boleh dikatakan dengan peristiwa - peristiwanya ini, sebagai bangsa kita menemukan harga diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia untuk bangkit bersama, suatu kebangkitan sebagai masyarakat Indonesia.

Hari Pahlawan Reformasi dan Jatuhnya Regime Orde Baru

Hari Pahlawan Reformasi sendiri ditandai dengan gugurnya para pahlawan reformasi dari kalangan mahasiswa yang waktu itu berjuang menumbangkan regime Orde Baru.

Dua puluh satu tahun lalu, 12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, saat mahasiswa melakukan demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto.

Empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap peserta demonstrasi yang melakukan aksi damai, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.

Tragedi Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru.

Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar, hingga akhirnya memaksa Presiden Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998.

Jatuhnya Soeharto setelah 32 tahun berkuasa membawa banyak sekali perubahan bagi bangsa ini. Banyak hal yang sebelumnya menjadi tabu dan terkungkung seolah mendapatkan kesempatan dan peluang baru.

Sebut saja beberapa hal yang mendasar: amandemen UUD yang merubah banyak aturan politik, termasuk boleh kembalinya multi partai, pemilihan langsung yang tidak diwakili oleh Partai Politik, dibatasinya masa jabatan presiden 2 kali.

Juga muncul lembaga - lembaga baru yang menjadikan Indonesia sebagai negara Demokrasi moderen.

Beberapa lembaga itu adalah: Badan Perwakilan Daerah (DPD) atau para senator, Mahkamah Konstitusi (MK), KPK, PPATK, OMBUDSMAN, Komisi Yudisial, KomNasHAM(Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), termasuk di dalamnya KPU dan Bawaslu serta lembaga - lembaga lainnya. 

Dengan adanya perubahan undang - undang politik dan lembaga - lembaga di atas, maka Indonesia bisa dikatakan sejajar dengan negara demokrasi moderen lainnya.

Tujuan utama dari semua perubahan ini adalah agar agar negara kita lebih demokratis dan tidak lagi muncul ancaman regime diktator di masa yang akan datang.

Ironi Gerakan 'People Power"

Dalam kerangka hari - hari bersejarah itulah, timbul ironi dengan diserukannya gerakan "People Power" yang diperparah dengan pemakaian istilah "Gerakan Kedaulatan Rakyat".

Kalau dilihat secara obyektif, seruan gerakan itu sungguh bertentangan dengan jiwa yang ada dalam kedua istilah tersebut.

People Power sebenarnya adalah gerakan yang dimotori oleh para mahasiswa untuk menjatuhkan regime yang dianggap sebagai regime diktator yang menguasai negeri ini. Di mana pada saat itu darah para pahlawan reformasi telah menetes dalam memperjuangkan segala perubahan yang lebih baik, yang sekarang ini bisa kita nikmati.

Pada saat itu mayoritas masyarakat Indonesia mendukung gerakan People Power tersebut. Kalau tidak, kejatuhan regime Soeharto tidak akan terwujud 

"People Power" yang sekarang ini diserukan sekelompok politikus, justru mengecilkan arti kata itu. 

Jelas sekali, dengan menggunakan istilah "People Power", mereka telah membajak roh sebenarnya dari kata tersebut. Karena gerakan mereka jelas hanya untuk memperjuangkan kepentingan sekelompok orang saja. 

Dengan tidak mau mengakui hasil pilpres, dan enggan membawa masalah yang ada ke jalur hukum dan lembaga yang memang disiapkan untuk itu seperti KPU, Bawaslu dan MK, secara langsung mereka telah melawan lembaga yang adalah anak - anak kandung dari reformasi yang diperjuangkan oleh People Power yang sesungguhnya.

Juga pada saat bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang melahirkan lembaga dan tokoh - tokoh politik nasional yang menjadi awal Kebangkitan Nasional bangsa ini, para politikus ini justru menunjukan karakter politikus yang kurang sesuai dengan semangat kebangkitan nasional yang menjunjung tinggi etika dan integritas sebagai seorang politikus.

Dengan menggunakan istilah "kedaulatan rakyat" justru mereka menunjukan betapa karena nafsu politik mereka tidak segan memanipulasi dengan mengatasnamakan masyarakat dan rakyat untuk menutupi keinginan sesungguhnya yang sekedar mengejar tahta dan kuasa.

Hal itu ditunjukkan dengan ketidakpedulian atas keselamatan pendukung fanatik mereka dengan mengabaikan peringatan ancaman bahaya terorisme pada gerakan yang mereka lakukan. 

Dalam hal ini seolah ada kesan, mereka rela mengorbankan masyarakat demi mencapai kekuasaan yang mereka inginkan.

Purna kata

Bulan Mei adalah bulan anugerah bagi bangsa ini. Ada beberapa peristiwa bersejarah pada bulan ini yang melahirkan dan memperkuat eksistensi bangsa

Hendaknya kita tidak menodai hari - hari bersejarah yang penuh Rahmat ini menjadi hari kemunduran kita sebagai bangsa yang besar.

Agar hal ini terwujud, maka para politikus dan tokoh bangsa hendaknya bisa duduk bersama. 

Hanya dengan sikap itulah kita secara nyata menghargai para Bapak Bangsa yang telah menanam tonggak kebangkitan nasional bangsa ini dan darah para Pahlawan Reformasi yang menghantar bangsa ini menjadi negara demokrasi moderen yang saat ini boleh kita nikmati dan banggakan.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun