Ibarat roda, dunia politik pun terus berputar. Ada saatnya di atas, dan ada saat nya di bawah. Peran yang diambil pun tertukar dan berubah.
Sebelum reformasi 98 keluarga Cendana adalah keluarga elit di negeri ini. Mereka manjadi warga nomor satu dan menikmati aneka previlege atas kuasa yang masih dipegang oleh sang kepala keluarga Soeharto.Â
Pastilah berat bagi trah Cendana ketika jaman berubah setelah era reformasi 98. Hampir semua keistimewaan yang mereka nikmati selama 32 tahun menjadi sirna.Â
Sejak itu seolah mereka hilang dari kancah politik dan sosial negeri ini. Para pendukung fanatiknya juga satu persatu meninggalkan mereka. Apalagi beberapa anggota keluarga Cendana terkena kasus hukum, termasuk sang Bapak yang harus disita kekayaan yayasannya  karena tersangkut kasus korupsi.Â
Setelah 21 tahun mengendap, nampaknya mereka saat ini sudah mulai menampakkan diri. Bahkan mampu mendirikan satu partai politik sebagai kendaraan untuk masuk kembali ke dunia perpolitikan negeri ini.Â
Trah Cendana nampaknya mulai percaya diri untuk tampil.Â
Bagi yang masih merasakan era Orde baru, rasanya terkadang getir dan lucu mendengar ungkapan yang  mereka ungkapkan saat ini. Seolah ucapan  mereka adalah suara para pahlawan reformasi dan para lawan politiknya pada era Orde Baru masih berkuasa.Â
Simak saja apa yang dikatakan oleh Titiek Soeharto yang mengkritisi pemerintah pada pemilu kali ini.
"Kayanya kita ke MK nggak, karena kita pernah pengalaman di 2014, kita ke MK, judulnya belum diperiksa, bukti-buktinya belum diperiksa, sudah diketok yang menang sebelah sana," ucap Titiek setelah menghadiri deklarasi 'gerakan kedaulatan rakyat' di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019).
"Jadi kayanya sekarang kita tidak akan ke MK lagi, jadi kita akan berjuang di jalanan," sambungnya.
Rasanya tidak percaya kata - kata "menuntut keadilan" Â ini keluar dari mulut putri Soeharto.Â