Sumber gambar: detik.com
Entah apa yang sedang terjadi dengan Sandiaga Uno. Sebelumnya, pada saat rekan - rekan sekoalisinya menembakkan kata - kata panas, Sandi justru mengucapkan narasi teduh untuk mendamaikan.Â
Namun, akhir - akhir ini dia seperti tersulut emosi dan ikut melancarkan kritik yang senada dengan suara keras kelompoknya tersebut.
Dalam menanggapi proses menjadi tersangkanya Eggy Sudjana, Sandi menuduh bahwa sudah terjadi kriminalisasi dalam kejadian tersebut.
"Ya tentunya saya sampaikan, satu per satu pendukung Prabowo-Sandi mengalami intimidasi, mengalami proses kriminalisasi. Mari kita gunakan hukum seadil-adilnya," kata Sandiaga saat ditemui di Jalan Rasamala VII, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2019).
Kata "kriminalisasi" saat ini manjadi ungkapan favorit pihak oposisi dalam menyoroti proses hukum yang sedang terjadi pada para pendukungnya.
Kriminalisasi adalah sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat dalam penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri.Â
Jadi orang yang sedang dituduh telah melakukan pelanggaran hukum, sebenarnya sedang dicari - cari kesalahan yang tidak ia lakukan.
Jika dilihat dari kasus - kasus yang menimpa para pendukung kubu Prabowo, terlihat jelas bahwa semua mereka sudah melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum seperti yang dituduhkan.
Contoh saja Eggy Sudjana, dia terbukti menyuarakan dan mengajak melakukan People Power. Dia juga sudah mengorganisir massa untuk melakukan demonstrasi dalam rangka mewujudkan seruannya itu.
Dan bukan sekali ini saja Eggy Melakukan hal itu.Â
Untuk kasus yang menimpa Rizieq Shihab, Dhani dan Ratna Sarumpaet pun sama. Ada bukti bahwa mereka melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan.
Bahkan dalam kasus - kasus ini, jika polisi dan institusi hukum tidak bertindak maka terkesan telah ada pembiaran terhadap pelanggaran hukum tersebut.
Kriminalisasi itu kemudian dihubungkan Sandi dengan usaha pemerintah yang sedang berkuasa untuk menekan oposisi.
"Kita menyaksikan upaya sistematis melemahkan suara oposisi, penangkapan aktivis, kriminalisasi para ulama, para cerdik pandai yang menjadi penyuara hati nurani rakyat," kata Sandiaga.
Kata - kata Sandi ini tepat jika orang - orang yang sedang mengalami proses hukum itu sungguh membela kepentingan rakyat banyak.
Justru yang terjadi adalah, orang - orang tersebut sedang melakukan usaha untuk memecah belah dan memprovokasi masyarakat. Perjuangan yang sedang mereka lakukan pun berbau sektarian dan ekslusif.Â
Justru jika dibiarkan, mereka akan mengancam kebhinekaan, kesatuan dan toleransi yang menjadi pilar penting bangsa ini.Â
Dalam hal ini mereka justru menutupi keinginan jahat mereka dengan berlindung pada alasan "demi kepentingan rakyat", padahal mereka sedang berjuang untuk kelompoknya sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang banyak.
Kritik Sandi juga menyasar usaha pemerintah mengevaluasi pernyataan - pernyataan yang dikeluarkan para tokoh lewat pembentukan Tim Asistensi Hukum.
"Pembentukan Tim Asistensi Hukum nasional untuk memantau pernyataan tokoh, disingkat tik tok. Tentu saja yang dimaksud tokoh yang bersebelahan dengan pemerintah. Ini adalah tindakan-tindakan yang memberangus kedaulatan rakyat," ucap Sandiaga.Â
Dalam hal ini Penulis setuju dengan sebagian kekuatiran Sandi. Karena jika peran badan ini berlebihan, maka bisa saja akan dipakai sebagai sarana untuk memberangus mereka yang kritis terhadap pemerintah.
Namun dengan penjelasan yang sudah diberikan oleh pemerintah, dimana badan ini sifatnya ad hoc atau sementara dan tidak punya kuasa untuk melakukan tindakan hukum, maka kekhawatiran itu berkurang.
Nampaknya justru dengan membentuk tim ahli ini Pemerintah mau supaya jangan sampai terlambat mengantisipasi bahaya jika pernyataan - pernyataan para tokoh itu menjadi provokasi yang tidak bisa ditanggulangi.Â
Jika sasaran nya adalah para tokoh oposisi, hal itu memang kebetulan saat ini sedang di lakukan oleh mereka.
Karena memang, selama periode pemilu ini banyak sekali seruan dan ancaman yang berbau fitnah, hoax, kampanye hitam dan provokasi. Jika semua itu tidak diantisipasi dan ditanggulangi maka ada bahaya akan menjadi kobaran api yang sulit dipadamkan.
Hal terakhir yang di kritik Sandiaga adalah kepada lembaga survei independen.
"Akhirnya, sesudah pencoblosan, kita disuguhi parade hitung cepat dari lembaga-lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan paslon tertentu. Suatu praktik yang sangat nyata mengandung unsur benturan kepentingan, conflict of interest," sebut Sandi.
Untuk tuduhan ini, menurut penulis justru Sandi sudah salah arah. Kalau memang mau kritis, justru harus melihat kinerja lembaga internal yang menjadi andalan kelompoknya untuk mengklaim kemenangan. Klaim kemenangan berdasarkan data yang sampai sekarang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini, bukan malahan Sandi menyalahkan lembaga survey yang sudah bekerja secara obyektif dan profesional.
Jadi inilah beberapa kritik dari Sandiaga Uno.Â
Nampaknya Sandi yang penulis kira sebelumnya sudah coba ambil jarak dan obyektif terhadap strategi dan gerakan dari kubunya, ternyata masih belum bisa melepaskan subyektivitas nya terhadap kelompok pendukungnya.
Jika sikap ini berlanjut, ada kekhawatiran bahwa harapan Sandiaga Uno akan menjadi politikus yang lebih matang nampaknya masih tertunda.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H