Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaknai "Tidak Ada Beban" Jokowi

9 Mei 2019   17:26 Diperbarui: 9 Mei 2019   18:58 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: merdeka.com

Nampaknya Jokowi sudah melakukan ancang - ancang untuk periode keduanya. Di hadapan para Kepala Daerah dia mengatakan "tidak ada beban" dengan segala rencana untuk melakukan perubahan drastis dalam manajemen pemerintahan nya.

Mendengar tekad ini ada beberapa hal yang bisa kita baca.

Pertama, nampaknya ada banyak kegiatan yang sudah dia rencanakan pada periode pertamanya yang kurang memuaskan. Beban politik yang menekannya karena harus mengejar periode kedua, membuat Jokowi terikat, tidak bisa melakukan apa yang seharusnya dia realisasikan.

Hal lain, dengan pernyataannya ini, dia mau mengingatkan para kepala Daerah dan para pembantu dekatnya untuk siap - siap menerima resiko jika target - target yang telah dia buat tidak tercapai, maka ada sanksi nyata yang diberlakukan. 

Nampaknya efisiensi dan efektivitas birokrasi menjadi program utama Jokowi di periode ke duanya. 

Hal itu erat hubungannya dengan keinginan untuk menghapus beban birokrasi yang selama ini menghambat gerak cepat untuk mengejar kemajuan ekonomi yang diharapkan.

Untuk menggarisbawahi hal ini, secara khusus ia mengatakan akan menghilangkan dan memangkas badan dan kantor yang dianggap menghambat dan memperpanjang rantai birokrasi.

Tentu kita sangat menghargai tekad Jokowi ini. Dan kita harapkan dia sungguh - sungguh bisa melaksanakan keinginannya tersebut.

Selain harapan, kita juga bisa melihat bahwa hal itu tidaklah mudah dia laksanakan. Ada beberapa tantangan klasik yang akan menghambat tekadnya tersebut. 

Jika Jokowi sungguh mau tekad itu terlaksana, langkah pertama yang harus dia ambil adalah mengambil pembantu dekatnya, para menteri yang benar - benar bagus dan profesional, atau biasa disebut Zaken kabinet.

Untuk mewujudkan itu, tentu praktek "dagang sapi" harus benar-benar dia hindari. 

Kita semua tahu, saat ini koalisi yang mendukungnya cukup gemuk. Tentu setiap partai pendukung itu  mengharapkan ada kader mereka yang ditunjuk sebagai menteri dan pembantu dekatnya. Jika ini tidak terpenuhi maka akan ada kegaduhan politik yang pasti mengganggu kelancaran pemerintahan Jokowi.

Tantangan lain yang tidak kalah besarnya adalah, apakah Jokowi bisa benar - benar dapat mendorong mesin birokrasi yang mempunyai kecenderungan berprinsip "jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah". Suatu penyakit birokrasi yang sudah terlanjur punya kultur menikmati "sudut nyaman" mereka.

Menghadapi kultur itu, sebenarnya ada contoh bagus yang sudah diterapkan Ahok di DKI. Dengan sikap "si raja tega" dia berhasil membuat para birokrat dipacu untuk bergerak. 

Dalam hal ini, apakah Jokowi berani memposisikan Ahok atau profesional lain yang sekarakter sebagai salah satu menteri yang bertanggung jawab untuk mengelola para birokrat itu.

Memang seni memerintah tidaklah mudah. Kita telah mengalami di pemerintahan SBY. 

Walaupun merupakan periode terakhir, tetapi hal itu tidak menjamin pemerintahnya lebih progresif dan efektif. Malahan pada saat itu ada istilah "auto pilot" karena seolah segala sesuatu otomatis berjalan sendiri, tanpa ada yang memerintah dan mengarahkan.

Kita tunggu saja. Mudah - mudahan sikap "nothing to lose" Jokowi bisa terbukti membawa bangsa ini lebih cepat maju dan sejahtera.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun