Contoh akan tantangan ini juga sudah ada.Â
Misalnya, KPU India menyatakan sistem e-voting yang mereka gunakan tidak dapat ditembus atau diretas. Tapi sebuah penelitian menemukan sejumlah kelemahan sistem yang dipakai. Sistem itu dapat dimanipulasi orang yang bisa mengakses alat e-voting dengan cara memasukan sebuah alat.Â
Filipina juga menghadapi masalah karena yang mengendalikan perusahaan penyedia mesin e-voting. KPU Filipina seolah menjadi 'tukang stempel' saja.Â
Namun dengan segala tantangan ini sebenarnya penerapan E-voting tetap bisa dilakukan. Apalagi kita juga sudah punya pengalaman dari ujicoba secara lingkup kecil seperti sudah dicantumkan di atas.
Ditambah lagi tekhnologi infrastruktur informasi dan pengetahuan masyarakat akan dunia tekhnologi online juga saat ini sudah relatif bagus dari sebelumnya.Â
Belajar dari berlarutnya waktu perhitungan yang bisa menimbulkan masalah politik dan sosial nampaknya perlu juga jadi pertimbangan tambahan dari penerapan E-voting yang memang lebih efektif dan lebih cepat.
Dalam situasi ini, keinginan politik lah yang paling penting. Kalau ketua DPR sudah memberikan signal persetujuannya, maka berarti kendala utama ini sudah relatif bisa diatasi.
Jadi Tunggu apalagi? Apakah perlu ada korban yang lebih besar lagi agar kita menerapkan E-Voting ini?***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H