Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

PAN Merapat, Koalisi Prabowo Sekarat?

26 April 2019   08:12 Diperbarui: 26 April 2019   11:47 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik memang punya seni tersendiri. Seperti permainan catur, langkah politik tidak pernah hanya bergerak lurus ke depan. Gerakan zig-zag dan bahkan mundur adalah strategi bidak yang sudah diatur. 

Langkah bidak catur seperti itulah yang nampaknya sedang diambil koalisi Prabowo pasca Pilpres ini. 

Kalau sebelumnya Demokrat terlebih dahulu menjaga jarak dengan menarik kader - kadernya dari koalisi Adil Makmur, kali ini PAN pun menyusul.

Adalah Zulkifli Hasan, Ketua umum PAN yang melakukan gerakan bidak politik itu dengan menemui Jokowi.

Memang belum ada keterangan resmi apa yang telah dibicarakan, namun tidak terlalu sulit menduga isi pembicaraan mereka. Hampir pasti berpindah dukungan lah yang mereka utarakan. Hal itu diperjelas oleh wakil pimpinan PAN Bara Hasibuan yang memberikan signal bahwa PAN akan beralih posisi.

Apakah dengan ini berarti koalisi Adil Makmur yang dipimpin Gerindra akan berakhir?

Nampaknya signal ke arah  sana sangatlah kuat. 

Sebelum PAN, partai Demokrat sudah terlebih dahulu menunjukkan sikap. Dengan alasan akan memperkuat kekuatan internal, SBY sebagai ketua umum Demokrat sudah meminta para kadernya ditarik dari koalisi. 

Walau belum ada pernyataan resmi bahwa Partai Demokrat meninggalkan koalisi, namun secara defacto itulah yang terjadi.

Sekarang tinggal PKS lah yang masih setia menemani Gerindra. PKS memang teman pertama Gerindra ketika membentuk koalisi ini. Namun, tidak mengherankan juga kalau PKS lalu akan memilih pergi.

Menurut penulis, dengan makin meningkatnya prosentase suara real count yang dihitung KPU yang memenangkan Jokowi, maka semakin rapuh lah ikatan koalisi Prabowo.

Hal itu disebabkan,  meskipun Prabowo sudah berulangkali memproklamirkan kemenangan dan mengklaim keunggulan 63%, namun karena bukti fisik kemenangan itu tidak ada maka klaim itu menjadi hampa dan tong kosong belaka.

Dalam hal ini pernyataan bahwa mereka punya data dan sedang melakukan penghitungan suara adalah cara mengelabui lawan dan menunda saat untuk menyerah saja.

Juga tuduhan teriakan kecurangan sampai usulan untuk mengulangi pemilu dari kubu Prabowo adalah ibarat erangan terakhir dari orang yang sedang sekarat. Karena tuduhan itu tidak disertai bukti kuat dan akurat.

Strategi perang gerilya yang dilancarkan untuk menggalang People Power nampaknya juga tidak berdampak. Karena Pemerintah lewat TNI dan Polri sudah menyatakan dengan lugas bahwa gerakan inkonstitusional akan ditindak tegas. 

Jadi sekarang ini Koalisi Prabowo sudah ibarat kapal yang akan tenggelam. Anggota - anggota koalisi nampaknya mulai mempersiapkan sekoci agar tidak ikut karam.

Ya, begitulah realita politik. Tidak ada teman abadi. Bagi para politikus kekuasaan juga pasti akan lebih menarik daripada idealisme perjuangan.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun