Dalam kampanyenya di Sumatera Barat, Prabowo kembali menyarankan pengikutnya untuk menerima uang politik.Â
Ini bukan pertama kali ia menyarankan hal yang sama. Alasannya karena yang diberikan itu uang rakyat. Jadi uang suap itu adalah hak mereka.
Sekilas saran ini sepertinya bisa dibenarkan. Dengan ungkapan, "Terima Uangnya tapi jangan coblos orangnya", seolah adalah cara untuk menghukum pemberi uang suap politik itu supaya jera.
Namun apakah hal ini benar dan legal?
Jika dilihat lebih mendalam, sebenarnya hal itu termasuk pelanggaran UU Pemilu yang bisa dikenakan hukuman.
Hal itu tercantum dalam Undang - undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 sebagaimana perubahan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Dalam Pasal 187 poin A hingga D disebutkan, orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan atau 6 tahun.
Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Sanksi pidana juga berlaku bagi penerima uang berbau politik.
Seharusnya Prabowo mengetahui undang - undang tersebut.
Jika undang - undang ini diterapkan, maka menyarankan orang untuk menerima uang politik, dapat dikategorikan sebagai ajakan melakukan pelanggaran UU. Dan itu bisa berakibat pada ancaman hukuman.
Selain konsekuensi hukum di atas, sebenarnya yang lebih memprihatinkan adalah ajakan tersebut keluar dari calon pemimpin bangsa ini. Ajakan yang tidak seharusnya datang dari calon orang nomor satu di negeri ini.