Sumber gambar: tribun.com
Pada Pilpres yang lalu penulis merasa suatu fenomena baru dalam kontestasi pemilihan presiden. Walaupun itu bukan pertama kali pemilihan langsung dalam pesta demokrasi, namun sangat terasa antusiasme para pemilih untuk menuju kotak suara suara pada saat pencoblosan.
Salah satu yang menjadi magnet yang menyedot perhatian adalah munculnya satu tokoh baru. Dia adalah Joko Widodo atau lebih akrab dipanggil Jokowi. Nama yang konon diberikan oleh partner bisnis meubel nya dari luar negri.
Tokoh ini memang bagai meteor yang muncul begitu cepat. Dari seorang yang sama sekali tidak dikenal, lalu tiba - tiba melesat di puncak jabatan negeri ini, kursi kepresidenan.
Siapa menyangka, seorang pebisnis meubel, yang konon katanya agak dipaksa untuk mencalonkan diri sebagai walikota Solo, lalu didapuk menuju kursi panas sebagai Gubernur  DKI Jakarta, dan kemudian didorong lagi untuk bertarung mengisi jabatan tertinggi di negeri ini. Seorang Presiden.
Untuk banyak orang, itulah contoh sempurna dari takdir "garis tangan", namun mungkin juga untuk lawan politiknya saat ini, hal itu adalah suatu "kecelakaan".
Entah apapun pendapat orang mengenai Jokowi, namun harus diakui bahwa dia adalah pribadi yang unik. Jokowi membawa angin segar dan konteks baru dalam konsep seorang Presiden.
Sebelumnya, setiap presiden atau calon presiden haruslah punya garis keturunan darah biru politik atau sekurang-kurangnya sudah dikenal luas sebagai tokoh politik atau pengusaha nasional.Â
Juga ada semacam pakem, bahwa kalau mau menang haruslah bertampang ganteng.
Joko Widodo justru tampil dengan segala yang berbeda, bahkan boleh dikatakan bertentangan.
Berasal dari keluarga sederhana dan biasa - biasa saja.