Judul di atas bukan rekayasa dan asal dibuat. Hal ini nampaknya sungguh menjadi keinginan sebagian orang di negeri ini. Satu sisi, mungkin maksudnya untuk mengkritisi kinerja Presiden, namun di lain sisi seakan minta Jokowi mengurus segala sesuatu, termasuk ke ruang privasi.
Hal itu tergambar ditengah hebohnya kasus tertangkap basahnya  seorang tokoh politik Andi Arief di kamar sebuah hotel karena kasus Narkoba.Â
Untuk membela rekannya itu Arief Puyuono, tanpa pikir panjang langsung menyalahkan Jokowi. Alasannya karena narkoba banyak tersedia, dan itu adalah kegagalan pemerintahan Jokowi dalam memberantas narkoba, Â maka Andi Arief jadi korbannya.
Sekilas jalan pikirannya seolah benar. Namun sebenarnya ada kesalahan logika mendasar dalam hal ini. Dalam logika dasar, kesalahan logika tersebut dinamakan false cause. Kesalahan logika ini mengasumsikan bahwa ada hubungan sebab-akibat ( causation ) antara hal-hal yang terjadi secara bersamaan atau berurutan ( correlation ).
Contoh: Dalam beberapa abad terakhir, suhu bumi semakin panas. Sementara itu, pada kurun waktu yang sama, jumlah bajak luat pun semakin sedikit. Jadi, bajak laut lah yang membuat bumi dingin. Global warming hanyalah hoax.
Jadi dalam hal ini, mungkin benar bahwa narkoba masih banyak tersedia, tapi kesalahan yang dilakukan Andi Arief yang ia lakukan di dalam kamar hotel yang tertutup, tidak bisa lalu dikatakan sebagai kesalahan Jokowi.Â
Karena jelas bukan Jokowi yang memberikan narkoba itu pada Andi Arief. Dan seolah - olah, dalam hal ini Jokowi harus mengawasi semua orang sampai ke tempat tidur supaya tidak mengkonsumsi Narkoba.Â
Pemerintah memang bertanggung jawab untuk memberantas narkoba, tapi pilihan dan keputusan menggunakan nya atau tidak tetap tergantung pada pribadi masing - masing.
Kesalahan logika atau sesat pikir yang serupa juga sudah pernah dilakukan dengan menyalahkan Jokowi karena ada sesorang bunuh diri disebabkan terlilit hutang.
Tapi inilah kelucuan atau lebih tepatnya mirisnya menyaksikan kwalitas dan mutu politikus kita. Kalau logika sederhana seperti inipun masih tidak dipahami, bagaimana mungkin mereka bisa memikirkan hal yang lebih kompleks dalam membangun negeri ini.
Kembali ke tuduhan Puyuono di atas, dengan menyatakan itu berarti dia mengundang campur tangan pemerintah sampai ke ruang privat, sampai ke kamar tidur. Benarkah?
Kalau benar itu yang diinginkan, berarti mereka menginginkan seorang Presiden yang bersifat diktator yang mengatur dan mengawasi semua tingkah laku warganya sehingga tidak ada kebebasan pribadi yang hakiki.
Atau memang tipe pemimpin seperti itu yang sedang mereka persiapkan?***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H