Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perangkap Fanatisme di Dunia Medsos

24 Februari 2019   08:15 Diperbarui: 24 Februari 2019   18:35 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://m.cnnindonesia.com

Media sosial adalah fenomena jaman milenial. Segala aspek dipengaruhi oleh kehadiran media online ini: sosial, ekonomi, komunikasi, dan politik.

Mengabaikan pengaruhnya berarti anda ketinggalan jaman. 

Awalnya banyak orang mengira bahwa dengan adanya media sosial maka orang akan semakin terbuka karena pergaulan tidak lagi terbatas pada lingkungan fisik. Memang dulunya juga pergaulan bisa meretas hal itu, tapi masih sangat terbatas. Misalnya saja Lewat surat dan telpon. 

Dengan adanya Medsos orang bisa bergaul dan berhubungan dengan siapa saja dan luas lingkupnya hampir tidak terbatas. Tentu dengan ini saling tukar informasi semakin mudah.

Namun kenyataannya semua itu justru tidak menimbulkan dampak bahwa orang menjadi terbuka. Sifat dasar manusia yang selalu mencari teman sejalan adalah tembok yang juga rupanya bisa dibangun oleh medsos.

Fasilitas untuk menerima dan memutuskan pertemanan yang selalu ada di setiap medsos adalah instrumen pembangun  batas itu. Juga group - group media, di mana yang tercipta adalah ruang - ruang ekslusif yang membuat orang juga menjadi ekslusif.

Hal ini sangat terasa dalam suasana panasnya perpolitikan di negara ini. Pasti kita semua punya pengalaman untuk melakukan "bersih - bersih" medsos dari teman dan kenalan yang tidak sejalan secara politis. Juga tercipta group - group media yang anggotanya homogen berdasarkan pandangan dan pilihan politik masing - masing.

Kenyataan inilah yang membuat orang bukannya terbuka dan toleran terhadap perbedaan pandangan, tapi justru menciptakan fanatisme dan sempit nya pikiran.

Mengapa? Karena dengan hanya memilih teman dan kenalan sejalan, juga kelompok yang sealiran, berarti  tidak mendapatkan informasi dan asupan yang berbeda. 

Segala informasi, kesaksian, argumentasi yang ada dalam pergaulan dan group medsos yang homogen itu seolah menjadi proses "cuci otak" yang menciptakan orang - orang yang lebih fanatis. Tidak ada diskusi dan informasi yang berbeda membuat orang menjadi semakin tidak kritis terhadap pandangan dan keyakinan nya. 

Dalam konteks politik yang ada sekarang jangan harap cebong bisa menjadi kampret dan sebaliknya kampret menjadi cebong. Karena kampret sudah memilih pohon di mana hanya para kampret yang bergelantungan di sana, dan cebong sudah memilih kolam yang isinya hanya para cebong.

Memang ada ruang di mana keduanya bertemu, dan itu biasanya di media massa dalam ruang komentar nya. Namun media itu menjadi ajang  pertempuran saling caci dan perang tagar, di mana amunisi yang ditembakkan dan argumentasi yang dilancarkan adalah peluru dan serangan yang sudah disiapkan dari kelompok pertemanan dan group homogen dari masing - masing pihak. Maka tidak heran argumentasi dari masing - masing kelompok juga hampir sama, sesuai dengan posisi mereka. 

Tentu hal ini sangat tidak sehat. Terutama karena setiap fanatisme pasti akan menimbulkan perpecahan. Terutama dalam konteks perbedaan dan keanekaragaman yang menjadi warna hakiki negara ini. Sikap saling menghargai dengan segala perbedaan, termasuk perbedaan politik adalah hal yang harus tetap dipupuk.

Caranya? Melepaskan diri dari kelompok homogen di medsos, merobohkan tembok pemisah dengan menerima siapa saja dan tidak menghapus pertemanan karena pandangan berbeda serta menjadi anggota group medsos yang beraneka. 

Tentu hal ini tidak mudah. Sikap saling menghargai ini mengandaikan pribadi dewasa dan terbuka.  ***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun