Debat Capres tadi malam cukup seru. Sekurang-kurangnya lebih hidup dan atraktif dari debat sebelumnya. Hal itu mungkin karena ada perubahan dalam tatacara debat dan sudah pasti karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih tajam dan tidak diketahui oleh Capres.Â
Secara umum gaya setiap Capres sebenarnya tidak banyak berubah. Sang petahana tetap dengan gaya kalemnya, dan Capres 02 seperti biasa menampilkan pembawaan energik dan bersemangat.
Siapa yang menang atau kalah dalam debat tersebut? Masing-masing pihak sudah mengemukakannya, dan sudah pasti para pendukung mengklaim bahwa jagoannyalah yang menang. Hal itu sah-sah saja, unsur emosional dan subyektivitas  memang sangat berpengaruh dalam hal ini.
Penulis coba menelaah debat tersebut dengan membandingkannya seperti bermain bola. Permainan bola biasanya memang dilakukan oleh dua tim. Masing-masing punya kapten, setiap Capres bagai kapten dari setiap tim tersebut.Â
Nah, dalam acara debat tadi malam, penulis melihat bahwa pertandingan seolah-olah dilakukan dengan satu gawang. Dalam hal ini nampak dari apa yang dipaparkan oleh kedua Capres.
Dalam hampir di setiap jawabannya Jokowi dengan lebih detil mengemukakan capaian dan rencana ke depan. Ini ibarat pemain bola yang tahu gol akan diarahkan ke mana dan kepada pemain-pemain mana dibagikan bola sehingga gol itu bisa tercipta.Â
Dalam hal ini juga kita bisa dapat informasi, seandainya belum gol sudah di mana bola berada. Atau jika gagal dalam membuat goal, hal-hal apa yang perlu dilakukan sehingga pada akhirnya goal bisa tercipta. Sedangkan untuk Prabowo, beliau lebih memaparkan mimpi-mimpi besar yang ingin dia capai.
Jadi dari hal ini, tampak bahwa untuk petahana gawangnya sudah ada namun untuk si penantang gawangnya belum ditentukan. Tidak heran kalau pada saat debat tampak ada beberapa goal "bunuh diri" tercipta. Hal itu terjadi pada saat si penantang 'memuji dan mengakui' keberhasilan petahana.
Dalam hal ini, bukan berarti bahwa dalam debat tidak boleh menghargai sang lawan tapi, seharusnya tidak secara gamblang diungkapkan. Penyampainya sebaiknya lebih diplomatis, karena jika tidak, ini justru menambah poin secara gratis pada lawan debat --dan ini seperti membuat goal ke gawang sendiri.Â
Hal ini bukan satu kali saja terjadi, tapi beberapa kali. Bahkan pada saat si penantang mau membuat goal, pada kasus pengakuan 'punya lahan ribuan hektar'. Sebenarnya saat itu adalah peluang Capres 02 membuat goal, namun dengan tambahan kalimat, "daripada dikelola asing, maka lebih baik dikelola saya sendiri" maka kembali goal bunuh diri tercipta.Â
Kejadian yang berulang ini, justru pada saat seharusnya goal tercipta namun karena gawang untuk tujuan tendangan tidak ada, maka tendangan itu diarahkan ke gawang sendiri.
Jadi, acara debat kedua Capres ini kalau diibaratkan pertandingan bola, memang seru, namun karena gawangnya hanya satu maka arah tendangan tidak jelas, bahkan justru terjadi tendangan-tendangan mematikan justru diarahkan ke gawang sendiri. Mudah-mudahan dalam debat berikut hal itu tidak terulang lagi. ***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H