[caption id="attachment_353344" align="aligncenter" width="470" caption="http://m.rmolsumsel.com"][/caption]
Banyak orang mengira bahwa setelah Presiden tidak jadi melantik BG dan kemudian melantik 3 PLT, kisruh KPK Vs Polri akan selesai. Namun kenyataanya tidaklah demikian. Masalahnya masih berlanjut, bahkan semakin kisruh dengan level yang menurut saya lebih memprihatinkan.
Mengapa? Ya, lihat saja, setelah 3 PLT diangkat, dan BG tidak jadi dilantik segala usaha mengkriminilasi para pemimpin KPK bukannya berhenti, tapi tetap berlanjut. Bahkan AS dapat status tersangka baru yang berhubungan dengan pertemuannya dengan PDIP. Ada kesan mereka lebih percaya diri dan berani melakukan kriminalisasi tersebut karena semakin yakin tidak tersentuh. Ini berarti sumber persoalan belumlah tuntas diselesaikan.
Nuansa baru yang lebih memprihatinkan juga adalah, para pimpinan KPK yang sekarang sedang "diistirahatkan sementara" sepertinya ditinggalkan dan dibiarkan berjuang sendiri dengan kalimat mujarab "biarlah hukum yang menyelesaikannya"
Sebenarnya ketika para pimpinan KPK kemarin menghadap Presiden saya sangat berharap ada "terobosan" yang jelas dari Bapak Presiden untuk menyelesaikan kebuntuan ini. Namun kembali saya kecewa karena hasilnya hanya "meminta supaya KPK, Polisi dan Jaksa fokus dan bekerja kembali...." ditambah lagi mantera "Presiden tidak mau mengintervensi...."
Melihat kasus dan situasi yang sekarang ini terjadi sebenarnya posisi Bapak Presieden dengan segala kekuasaan yang dia miliki bukanlah intervensi jika mau meluruskan proses yang sudah terlanjur rusak. Seperti yang sudah saya kemukakan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, situasi hukum saat ini tidaklah normal. Saat ini hukum itu sedang dibajak oleh mereka yang memang berhak menggunakannya.
Ibarat sebuah senjata yang mematikan yang sebenarnya jika dipakai untuk membela diri atau membela mereka yang lemah yang terancam hidupnya, maka senjata itu bermanfaat untuk kebaikan. Namun saat ini, senjata tersebut sedang dipegang oleh seorang maniak maka jadilah dia sebagai senjata pembunuh yang buas dan tidak berperikemanusiaan.
Harus ada orang yang ambil peran untuk mengambil senjata tersebut dari tangan mereka yang sebenarnya tidak lagi menggunakannya untuk membela keadilan dan kebaikan. Orang yang paling berhak untuk melakukan hal tersebut salah satunya Presiden karena dia dilengkapi kekuatan dan kekuasaan untuk itu.
Kembali pada alasan "tidak mau intervensi". Menurut pengertian saya, memang siapapun tidak boleh mengubah keputusan hukum yang sudah mengikat. Karena jika itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan hukum. Dan bukan itu yang diminta orang pada Bapak Presiden.
Intervensi yang diminta oleh banyak orang adalah, cabutlah wewenang mereka yang sedang membajak hukum itu. Buatlah satu tim independen yang diberi wewenang untuk menilai apakah proses-proses yang sedang terjadi sekarang ini adalah krimininalisasi atau tidak. Berdasarkan hasil hasil tim tersebut, buatlah keputusan yang tegas sesuai dengan wewenang dan kekuasaan yang telah negara berikan pada Bapak Presiden.
Jika Presiden tidak melakukan hal tersebut, membiarkan semua berlangsung seperti sekarang ini, maka persoalan ini akan menjadi bola salju yang akan menggelinding semakin besar yang mendatangkan kerusakan yang lebih parah.
Membiarkan "hukumlah yang menyelesaikan" jika segala sesuatunya normal, yakni hukum tidak sedang dibajak dan dikangkangi oleh mereka yang menyalahgunakan hukum tersebut. Dalam situasi yang tidak normal seperti sekarang ini maka ungkapan di atas tidaklah menyelesaikan persoalan secara adil dan benar, tapi justru akan mengakibatkan banyak korban dan ketidakadilan.
Untuk situasi yang memang sudah irasional dan tidak adil seperti sekarang ini sikap "membiarkan" bukanlah sikap bijak, karena dalam salah satu cara berarti telah memihak mereka yang sedang melakukan kezaliman hukum tersebut.
Berbuatlah sesuatu Bapak Presiden. Tidak cukup hanya "meminta". Bertindaklah. Ini bukan intervensi karena Bapak menggunakan kekuasaan Bapak untuk meluruskan kembali kesesatan yang sedang berlangsung. Hukum sedang dibajak. Beranguslah para pembajak hukum itu.
Sejelek-jeleknya hukum jika digunakan oleh orang yang bijak dan baik maka hukum itu akan melahirkan keadilan dan kebenaran. Tapi sebagus apapun hukum, jika digunakan oleh mereka yang memang tidak berkeinginan baik, maka hukum itu justru akan menjadi senjata kejam dan buas menghancurkan kebaikan dan kemanusiaan.
Bertindaklah, jangan hanya meminta...Cabutlah akar masalah yang ada supaya semuanya bisa tuntas. INI BUKAN INTERVENSI MISTER PRESIDEN. ****MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H