Pada era digital yang berkembang dengan pesat, media sosial juga memberikan pengaruh yang besar dalam membentuk kesehatan mental generasi sekarang, terutama Gen Z. Mengapa demikian? Menurut (Winda Fronika, 2019) dalam jurnalnya, "Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial tersebar antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter." Jejaring sosial sendiri biasa akrab disebut dengan media sosial. Dari hal tersebut kita bisa tahu bahwa media sosial adalah tempat setiap individu untuk berbagi informasi. Informasi yang biasanya dibagikan dalam media sosial pun beragam, mulai dari life update, foto, video, dan masih banyak hal lainnya yang mereka bagikan disana.
Akan tetapi, kehidupan yang disajikan di media sosial tidak akan sama dengan kehidupan aslinya. Karena sebagai manusia, kita ingin memiliki kesan yang baik terhadap manusia lainnya. Maka dari itu biasanya kita hanya nge-post hal-hal yang kita rasa layak untuk kita post. Seperti yang dikatakan oleh (Wilga Secsio Ratsja Putri, R. Nunung Nurwati, & Meilanny Budiarti S., 2016) dalam jurnalnya, "Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif di media sosial ini juga sering memposting kegiatan sehari- hari mereka yang seakan menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan jaman, sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya. Namun apa yang mereka posting di media sosial tidak selalu menggambarkan keadaan social life mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting sisi hidup nya yang penuh kesenangan, tidak jarang kenyataannya dalam hidupnya mereka merasa kesepian. Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunia maya."
Maka bisa disimpulkan bahwa remaja sangat bergantung kepada media sosial pada social branding mereka. Dengan rasa ketergantungan tersebut, secara tidak langsung rasa itu berdampak kepada kesehatan mental mereka. Dimana mereka bisa stress jika mereka tidak bisa memberikan kesan yang baik di platform sosial media mereka. Menurut (Agus Iryadi,Chika Afiana Adriani, Naira Salwa Qabila Pertiwi, Ririn Rahmawati, Zahgrina Dewi) dalam jurnalnya "Kecemasan dapat muncul ketika menghadapi bahaya, baik nyata maupun tidak, atau hanya khayalan belaka. Kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan yang bermula dari keinginan seseorang yang tidak realistis untuk mengekspresikan diri dan mencapai kesempurnaan yang tidak mampu diwujudkannya sehingga mengganggu penggunanya. Media sosial juga menjadi tempat untuk bersaing karena setiap penggunanya akan mengirimkan informasi kehidupannya melalui foto maupun video hingga ada banyak orang yang melihat dan menyebabkan rasa iri, mereka yang mengalami iri hati dikarenakan mereka merasa bahwa hidup mereka tidak seperti pengguna tersebut, mereka tidak mau kalah dan mulai mencaci maki pengguna tersebut hingga membuat pengguna tersebut mencoba mengakhiri hidupnya sendiri namun ada beberapa orang yang merasa kurang beruntung dan mencoba gaya hidup mereka tetapi malah membuat mereka semakin tertekan"
Dengan hal-hal tersebut, diharapkan agar remaja selalu bijak dalam menggunakan media sosial mereka untuk mencegah hal-hal buruk yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Karena sepatutnya, media sosial adalah tempat untuk seorang individu merasakan kebebasan, bukan sebagai tempat yang menimbulkan rasa tertekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H