Biografi Max Weber
Max Weber adalah seorang sosiolog dan ekonom Jerman yang lahir pada 21 April 1864 dan meninggal pada 14 Juni 1920. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri sosiologi modern dan memberikan kontribusi besar dalam studi hukum, ekonomi, dan masyarakat. Â Weber berasal dari keluarga yang terpelajar; ayahnya adalah seorang politisi terkemuka dan ibunya berasal dari keluarga akademis. Ia belajar di Universitas Heidelberg, Universitas Berlin, dan Universitas Freiburg, di mana ia mempelajari hukum, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Weber terkenal karena teorinya tentang tindakan sosial, di mana ia membedakan antara berbagai bentuk tindakan sosial berdasarkan motivasi individu. Ia mengembangkan metode interpretatif dalam sosiologi, yang berfokus pada pemahaman makna di balik tindakan sosial.
Dalam karyanya, Weber mengkaji hubungan antara hukum dan ekonomi, serta bagaimana hukum berfungsi dalam konteks sosial. Weber melihat hukum sebagai alat untuk mengendalikan perilaku sosial melalui aturan yang rasional. Max Weber dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sosiologi dan ilmu sosial. Pemikirannya terus digunakan untuk menganalisis berbagai fenomena sosial, termasuk perkembangan hukum di berbagai negara.
Weber meninggal pada tahun 1920, tetapi pemikirannya tetap relevan dalam kajian hukum, sosiologi, dan ekonomi hingga saat ini.
Pokok Pemikiran Max Weber
1. Hukum sebagai Instrumen Sosial: Weber melihat hukum sebagai bagian dari sistem rasionalisasi sosial yang digunakan oleh negara untuk mengendalikan perilaku sosial melalui aturan yang bersifat rasional dan birokratis.
2. Pendekatan Tiga Dimensi:
- Pendekatan Moral: Hukum harus mencerminkan nilai-nilai moralitas dan harus konsisten dengan apa yang dianggap benar secara moral.
- Pendekatan Yurisprudensi: Hukum seharusnya otonom dari unsur agama dan politik, dengan asas-asas yang bersifat logis.
- Pendekatan Sosiologis: Hukum dipahami sebagai institusi sosial yang berinteraksi dengan elemen sosial lainnya, termasuk pengendalian sosial dan sosialisasi.
3. Tingkatan Rasionalitas:
- Substantif-Irasional: Masyarakat tradisional dengan legitimasi berdasarkan otoritas pribadi.
- Substantif-Rasional: Masyarakat yang percaya pada adat dan kebiasaan tradisional.
- Rasional-Legal: Masyarakat modern dengan administrasi birokratis yang profesional, di mana hukum berfungsi sebagai alat penyelesaian konflik.
4. Pengaruh terhadap Modernisasi: Pemikiran Weber relevan untuk  memahami bagaimana hukum beradaptasi dalam konteks modernisasi, terutama di negara-negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Biografi H.L.A Hart
H.L.A. Hart, atau Herbert Lionel Adolphus Hart, adalah seorang ahli hukum dan filsuf asal Inggris yang lahir pada 18 Juli 1907 dan meninggal pada 19 Desember 1992. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh terpenting dalam teori hukum modern, terutama dalam pengembangan positivisme hukum.  Hart lahir di sebuah keluarga yang terdidik di London. Ayahnya adalah seorang pengacara, yang mempengaruhi minatnya terhadap hukum. Ia belajar di Universitas Oxford, di mana ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat, politik, dan ekonomi. Selama di Oxford, Hart terpengaruh oleh pemikiran filsuf seperti J.L. Austin. Hart mengajar di Universitas Oxford dan menjadi profesor hukum di sana. Ia juga mengajar di Universitas Harvard sebagai profesor tamu.
Karya utamanya, "The Concept of Law" (1961), menjadi salah satu teks fundamental dalam studi hukum. Dalam buku ini, Hart mengembangkan teorinya tentang aturan primer dan sekunder, serta membedakan antara kewajiban hukum dan kewajiban moral.  Hart adalah pendukung positivisme hukum, menekankan bahwa hukum harus dipisahkan dari moralitas. Ia berargumen bahwa sistem hukum terdiri dari aturan-aturan yang dapat dikenali dan diterapkan secara objektif. H.L.A. Hart dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam teori hukum abad ke-20. Pemikirannya telah membentuk banyak diskusi tentang hubungan antara hukum dan moralitas serta bagaimana sistem hukum beroperasi dalam masyarakat. Karyanya terus digunakan sebagai referensi utama dalam studi hukum dan filsafat hukum di seluruh dunia. Hart meninggal pada tahun 1992, tetapi warisannya dalam bidang ilmu hukum tetap hidup melalui karya-karyanya yang terus dipelajari dan dibahas hingga saat ini.
Pokok Pemikiran H.L.A. Hart
1. Positivisme Hukum: Hart menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas, berargumen bahwa hukum dapat dipahami sebagai seperangkat aturan yang terdiri dari aturan primer (aturan dasar) dan sekunder (aturan tentang aturan).
2. Kritik terhadap Teori Komando Austin: Hart mengkritik pandangan bahwa hukum hanya merupakan perintah paksaan, menyoroti pentingnya kewajiban sosial dalam memahami hukum.
3. Konsep Kewajiban: Hart membedakan antara "diwajibkan untuk" dan "memiliki kewajiban," menekankan bahwa kewajiban dalam sistem hukum tidak hanya berasal dari perintah tetapi juga dari norma-norma sosial.
4. Struktur Hukum: Hart menjelaskan bahwa sistem hukum terdiri dari elemen-elemen yang saling terkait, di mana aturan primer mengatur perilaku individu, sementara aturan sekunder mengatur cara aturan primer diakui dan diterapkan.
Relevansi Pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart di Masa Kini
Pemikiran Weber dan Hart tetap relevan dalam analisis perkembangan hukum saat ini, termasuk di Indonesia: Weber memberikan kerangka untuk memahami interaksi antara nilai-nilai lokal dan kebutuhan akan sistem hukum formal, serta bagaimana hukum berfungsi dalam konteks sosial yang lebih luas. Hart menawarkan pendekatan analitis untuk memahami kompleksitas sistem hukum modern, membantu menjelaskan bagaimana berbagai aturan diterapkan dalam praktik sehari-hari. Kedua pemikir ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat dan bagaimana ia dapat berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya.
Relevansi Pemikiran Weber dan Hart dalam Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia
1. Kombinasi antara Nilai Tradisional dan Birokrasi Modern:Â Pemikiran Weber membantu memahami bagaimana hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat berkembang dengan menggabungkan nilai tradisional Islam dan struktur birokrasi modern. Sistem hukum ekonomi syariah di Indonesia menggunakan pendekatan birokrasi untuk mengatur dan menstandarisasi layanan keuangan syariah, sambil tetap menjaga nilai-nilai agama sebagai panduan moral dan legitimasi.
2. Penerimaan Sosial terhadap Hukum Ekonomi Syariah: Pemikiran Hart tentang aturan pengakuan penting dalam memahami bagaimana masyarakat Muslim Indonesia mengakui hukum ekonomi syariah sebagai sah. Pengakuan ini didorong oleh keyakinan religius yang mendasari ekonomi syariah, serta dukungan dari negara yang memberikan kerangka hukum formal. Hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan ekonomi syariah.
3. Kepastian Hukum dan Legitimasi dalam Implementasi Ekonomi Syariah: Hart dan Weber sama-sama memberikan pandangan tentang pentingnya kepastian dan legitimasi hukum. Dengan aturan yang formal dan diakui, masyarakat dan pelaku bisnis merasa lebih nyaman bertransaksi dalam sistem ekonomi syariah, karena mereka terlindungi oleh aturan hukum yang diakui negara dan dipandu oleh nilai agama yang mereka percayai.
Secara keseluruhan, pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart membantu kita memahami bagaimana hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat berkembang melalui kombinasi antara nilai agama yang kuat, dukungan birokrasi, dan pengakuan dari masyarakat dan negara.
Menggunakan pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart untuk menganalisis perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia
Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia, yang semakin populer seiring dengan meningkatnya permintaan untuk produk dan layanan keuangan yang sesuai prinsip-prinsip Islam. Pemikiran kedua tokoh ini memberikan kerangka analisis yang bermanfaat untuk memahami dinamika otoritas, legitimasi, aturan, dan penerimaan masyarakat terhadap hukum ekonomi syariah.Â
1. Pemikiran Max Weber dalam Hukum Ekonomi Syariah
- Legitimasi Rasional-Legal dan Religius-Tradisional:Â Menurut Weber, hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat sebagai bentuk otoritas yang menggabungkan unsur tradisional (berasal dari ajaran Islam) dan rasional-legal (diatur oleh negara dan lembaga hukum formal). Misalnya, otoritas yang diberikan pada aturan-aturan syariah dalam sektor ekonomi dan keuangan diakui secara tradisional oleh umat Muslim sebagai bagian dari ajaran agama, namun saat ini diatur secara formal oleh negara melalui institusi seperti Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Model otoritas campuran ini membuat hukum ekonomi syariah diterima lebih luas di Indonesia, terutama karena memperoleh legitimasi baik secara agama maupun secara hukum negara.
- Birokrasi dan Standarisasi dalam Sistem Ekonomi Syariah:Â Weber menekankan pentingnya birokrasi untuk memastikan efisiensi dan konsistensi dalam pelaksanaan aturan. Dalam konteks ekonomi syariah, birokrasi ini terbentuk melalui lembaga-lembaga seperti Bank Syariah Indonesia, OJK, dan DSN-MUI yang merumuskan dan menegakkan standar hukum ekonomi syariah secara birokratis. Lembaga-lembaga ini memberikan kepastian hukum kepada masyarakat tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah yang sah, sehingga aturan syariah dapat diterapkan secara rasional dan efektif dalam praktik perbankan, investasi, dan asuransi syariah.
-Etos Kerja dan Nilai-Nilai Syariah:Â Weber menyoroti peran nilai-nilai agama dalam mendukung sistem ekonomi. Dalam konteks ekonomi syariah, nilai-nilai Islam seperti keadilan, kemitraan, dan larangan riba (bunga) serta gharar (ketidakpastian) menjadi fondasi utama yang mendorong umat Islam untuk mendukung produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah. Hal ini selaras dengan konsep etos kerja Weber, di mana nilai religius mempengaruhi perilaku ekonomi. Dengan demikian, motivasi untuk menjalankan ekonomi syariah di Indonesia memiliki akar yang kuat dari keyakinan agama, menjadikannya lebih diterima di kalangan umat Muslim.
2. Pemikiran H.L.A. Hart dalam Hukum Ekonomi Syariah
- Primary dan Secondary Rules dalam Hukum Ekonomi Syariah:Â Hart membagi hukum ke dalam primary rules (aturan utama yang mengatur tindakan) dan secondary rules (aturan yang mengatur penerapan, perubahan, dan penegakan aturan utama). Dalam konteks hukum ekonomi syariah, primary rules meliputi prinsip-prinsip dasar syariah seperti larangan riba, gharar, dan maysir (perjudian), yang merupakan aturan mendasar bagi produk ekonomi syariah. Secondary rules mencakup prosedur yang ditetapkan oleh DSN-MUI dan OJK untuk memverifikasi dan mengesahkan produk keuangan syariah, serta mengawasi penerapannya.
-Rule of Recognition (Aturan Pengakuan):Â Hart menjelaskan bahwa suatu hukum harus diakui dan diterima oleh masyarakat agar memiliki legitimasi. Dalam konteks ekonomi syariah di Indonesia, aturan pengakuan ini tercapai ketika masyarakat Muslim Indonesia menerima dan mengikuti produk-produk ekonomi syariah karena sesuai dengan keyakinan agama mereka. Pengakuan ini juga dipertegas oleh pemerintah melalui peraturan dan dukungan terhadap institusi syariah, seperti Bank Syariah Indonesia yang dibentuk untuk memperkuat lembaga keuangan syariah di Indonesia.
- Legalitas dan Kepastian Hukum:Â Prinsip positivisme hukum Hart mendukung penerapan hukum ekonomi syariah yang ditulis dan disahkan oleh otoritas yang sah. Dengan adanya dukungan formal dari OJK dan DSN-MUI, produk-produk keuangan syariah diakui secara hukum, sehingga masyarakat dan lembaga keuangan memiliki kepastian hukum yang kuat. Kepastian hukum ini penting dalam memastikan bahwa aturan ekonomi syariah dapat diterapkan secara konsisten dan dipercaya oleh pelaku ekonomi.
Kesimpulan
Max Weber dan H.L.A. Hart adalah dua tokoh besar yang memberikan kontribusi penting dalam ilmu sosial dan hukum. Weber, sosiolog dan ekonom Jerman, meneliti hubungan antara hukum, ekonomi, dan masyarakat, serta mengembangkan teori tentang tindakan sosial dan metode interpretatif. Melalui konsepnya tentang rasionalitas, Weber menunjukkan bagaimana hukum dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol perilaku sosial dalam masyarakat yang semakin rasional. Pemikirannya relevan dalam memahami interaksi antara nilai tradisional dan struktur birokrasi modern, terutama dalam konteks hukum yang berakar pada nilai-nilai lokal.
Sementara itu, H.L.A. Hart, seorang filsuf hukum Inggris, dikenal melalui teori positivisme hukum yang menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas. Hart berpendapat bahwa hukum terdiri dari aturan primer (mengatur perilaku) dan sekunder (mengatur pengakuan, perubahan, dan penegakan hukum). Pandangan Hart tentang aturan pengakuan dan kewajiban sosial memperkuat pemahaman tentang bagaimana hukum diterima dan dijalankan dalam masyarakat. Ia juga mengkritik teori hukum sebelumnya yang terlalu fokus pada perintah paksaan dan memberikan pandangan baru tentang struktur dan fungsionalitas hukum.
Kedua tokoh ini relevan dalam perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia. Weber membantu menjelaskan bagaimana hukum ekonomi syariah dapat berkembang melalui kombinasi nilai agama dan struktur birokrasi yang formal, sedangkan Hart menekankan pentingnya legitimasi dan pengakuan masyarakat terhadap hukum tersebut. Bersama-sama, mereka menyediakan kerangka analitis yang kaya untuk memahami bagaimana hukum ekonomi syariah diterapkan secara efektif dan diterima luas oleh masyarakat Muslim di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H