Nama: Marista Fajar SetiawandaniÂ
NIM: 222111244
Kelas: HES 5E
Kasus Baiq Nuril Dalam Filsafat Hukum Positivisme
Kasus Baiq Nuril pada tahun 2012 melibatkan seorang guru yang merekam percakapan seksual tidak senonoh antara dirinya dan atasannya sebagai bukti mengungkap seksual. Meskipun rekaman tersebut digunakan untuk melindungi dirinya, Baiq Nuril justru dituntut berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dianggap telah mendistribusikan konten yang melanggar kesusilaan. Pada akhirnya, ia dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan.
Mazhab Hukum PositivismeÂ
Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan pentingnya hukum positif, yaitu hukum yang ditetapkan dan tertulis oleh otoritas yang berwenang. Positivisme hukum berasal dari kata Latin positum , yang berarti "diletakkan" atau "ditetapkan". Hal ini menunjukkan bahwa hukum harus dilihat sebagai norma yang diciptakan dan diakui secara sosial, bukan sebagai sesuatu yang berasal dari sumber moral atau alamiah. Salah satu prinsip utama positivisme adalah tesis pemisahan (separation thesis), yang menyatakan bahwa hukum dan moralitas adalah dua entitas yang berbeda. Validitas hukum tidak bergantung pada nilai-nilai moral, melainkan pada cara hukum tersebut dibuat dan diterima dalam masyarakat.
Positivisme menekankan pentingnya kepastian hukum, di mana individu dapat memahami dengan jelas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan berdasarkan undang-undang yang ada. Penerapan positivisme hukum di Indonesia dipengaruhi oleh sejarah dan karakteristik negara. Hukum di Indonesia memiliki ruang yang luas dan tidak terbatas hanya pada tekstual dalam bentuk peraturan-undangan. Fungsi hukum dalam masyarakat tidak hanya memerlukan hukum, tetapi juga memerlukan budaya masyarakat, aparat penegak hukum, dan fasilitas infrastruktur.
Analisis dari Perspektif Positivisme Hukum
1. Hukum Positif sebagai Dasar Penegakan Hukum :
Dalam kasus ini, penerapan hukum positif sangat jelas. Baiq Nuril dijatuhi hukuman berdasarkan ketentuan dalam UU ITE, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi elektronik yang melalui kesusilaan dapat dikenakan sanksi. Positivisme hukum menekankan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tanpa mempertimbangkan konteks moral atau sosial dari tindakan tersebut.