Hari Raya Idul Fitri, momen yang dinanti-nantikan bagi jutaan umat Muslim di seluruh dunia, tidak hanya menjadi ajang untuk bersilaturahmi dan merayakan kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, tetapi juga menjadi waktu bagi ribuan orang untuk memulai perjalanan pulang ke kampung halaman mereka. Namun, di balik keramaian mudik tersebut, terdapat cerita yang tak kalah menarik tentang dilema yang dihadapi oleh mereka yang kemudian harus kembali merantau setelah momen berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.
Bagi saya yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Jenderal Soedirman, momen berkumpul dengan keluarga di desa halaman di Jawa Tengah selalu menjadi titik balik emosional dalam setahun. Namun, seiring berjalannya waktu, momen tersebut juga menghadirkan dilema tersendiri baginya. Sebagai perantau yang telah menetap di kota besar, setiap perayaan Idul Fitri memunculkan pertanyaan yang sama: apakah dia akan kembali ke desa untuk bersama keluarga, atau tetap bertahan di kota untuk mengejar karir dan kehidupan yang telah dibangunnya?
Bagi saya, momen berkumpul dengan keluarga di desa adalah sumber kebahagiaan yang tiada tara. Dia menikmati momen tersebut sebagai peluang untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang yang dicintainya, berbagi cerita, dan mengenang kenangan masa lalu. Tradisi lebaran di desa, dengan aroma makanan khas dan senyum-senyum hangat keluarga, menjadi bagian tak terpisahkan dari kebahagiaannya.
Namun, di balik kebahagiaan tersebut, terdapat dilema yang membelenggu hati setiap tahun. Sebagai seorang dosen yang tanggung jawabnya terhadap mahasiswa dan lembaga pendidikan, kehadirannya di kampus sangatlah penting, terutama di saat-saat menjelang akhir semester. Kembalinya ke desa untuk merayakan Idul Fitri akan berarti meninggalkan tanggung jawab profesionalnya, yang tentu saja tidak mudah bagi seorang yang sudah terbiasa dengan rutinitas dan keterikatan dengan lingkungan kerja.
Dalam menghadapi dilema ini, saya selalu dihadapkan pada pertanyaan sulit: apakah lebih penting untuk mengikuti keinginan pribadi dan merayakan momen bersama keluarga, ataukah lebih penting untuk menjalankan kewajiban profesionalnya sebagai seorang dosen? Setiap tahun, keputusan tersebut tidak pernah mudah baginya. Namun, dengan pertimbangan yang matang, dia selalu berusaha menemukan keseimbangan antara nostalgia akan kampung halaman dan tanggung jawab profesionalnya.
Bagi banyak orang termasuk saya, momen pasca Idul Fitri bukan hanya tentang kegembiraan berkumpul bersama keluarga di desa, tetapi juga tentang menghadapi dilema yang sulit di antara keinginan pribadi dan tanggung jawab profesional. Di tengah-tengah dilema tersebut, mereka belajar untuk menemukan keseimbangan yang tepat, merenungkan nilai-nilai keluarga dan kehidupan profesional, serta memahami bahwa perjalanan merantau tidak hanya tentang tempat, tetapi juga tentang perasaan, keputusan, dan komitmen yang mengikat hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H