Mohon tunggu...
M Aris Munandar
M Aris Munandar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Dosen

Ubi Societas Ibi Ius (Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Negeri Apa?

10 Juni 2021   20:35 Diperbarui: 11 Juni 2021   12:05 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal ia tak tahu. Setelah klimaks, tak ada kenikmatan lagi. Sebab mereka telah membunuh sumber kenikmatan dengan merusaknya.

Mereka seharusnya paham. Dibalik alam, terdapat nilai yang bisa dipelajari. Contohnya tanah. Apapun yang ditanam di dalamnya, maka itu pula yang akan tumbuh. Jika menanam jagung, yang tumbuh adalah jagung. Ada integritas pada tanah. 

Hendaknya, para cukong berdasi itu sedikit menengok ke bawah. Sembari belajar pada tanah tentang kejujuran atau integritas. Jangan selalu melihat ke atas. Sebab yang di atas tak memberikan jaminan bahwa apa yang dilihat itulah yang akan terjadi.

Mendung belum tentu hujan. Panas belum tentu terik. Tapi tanah selalu memberikan jaminan, bahwa apa yang kau tanam, itu pula yang akan kau tuai.

Betapa indahnya alam. Memberikan nilai yang amat banyak dalam kehidupan. Tapi yang hidup selalu tak bersyukur. Rakus dipelihara. Korupsi di mana-mana. Maka rakyat pun akan menjadi korban kehancuran. 

Tapi entah kenapa, banyak juga di antara mereka justru menikmati setiap kehancuran. Bahkan rekeningnya semakin gendut. Layaknya obesitas. Mungkin itulah yang dimaksud untung dari penderitaan? Ataukah awal dari murkahnya alam?

Terkadang kita justru merasa terajar dari Masyarakat Hukum Adat (MHA). Mereka tak tahu yang namanya undang-undang, asas keseimbangan, asas kehati-hatian, asas keberlanjutan dan seterusnya. MHA hanya paham bahwa ketika menebang pohon secara liberal akan merusak alam. Jika alam murkah, manusia akan punah. Maka mereka menanam prinsip, bahwa menebang satu pohon  harus diganti lebih dari satu pohon. Progresifkah?

Tak perlu malu belajar pada mereka yang masih tradisional. Karena banyak kebiasaan dari MHA justru lebih relevan diterapkan pada masa sekarang ketimbang produk hukum yang hanya berisi bualan-bualan kepentingan. 

Coba lihat mereka yang demonstrasi. Pantaskah mereka dipukul, disiksa atau dipenjarakan nalarnya? Sepertinya tidak. Sebab mereka adalah bagian dari penegak demokrasi. Keberadaan mereka adalah pertanda bahwa negeri bedebah itu sedang kacau, baik secara kebijakan maupun penerapan.

Lisong hanya sebatas lisong. Asapnya tak akan mengubah negeri itu. Kalau pun ada asap yang bisa menggerakkan negeri itu, mungkin cuma satu, yaitu asap kebakaran hutan. Lagi dan lagi tapi. Kamu siapa? Kuasamu apa? Api hanya menghasilkan panas. Bukan harapan.

Hanya ada kata yang pantas mewakili rasa yang hinggap di dada. "Kejahatan tak akan hilang. Selama hukum tak pernah berpihak pada alam. Kejahatan akan abadi. Selama kekuasaan di duduki oleh perusak alam." Siapa mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun