Mohon tunggu...
Mariska Lubis
Mariska Lubis Mohon Tunggu... -

Baru saja menyelesaikan buku "Wahai Pemimpin Bangsa!! Belajar Dari Seks, Dong!!!" yang diterbitkan oleh Grasindo (Gramedia Group). Twitter: http://twitter.com/MariskaLbs dan http://twitter.com/art140k juga @the360love bersama Durex blog lainnya: http://bilikml.wordpress.com dan mariskalubis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penting!!! Tes Masalah Seksual Dan Perilaku Kejiwaan Seksual Calon Pemimpin

14 Oktober 2010   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:27 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_288771" align="alignleft" width="240" caption=""Sex" bilikml.wordpress.com dan mariskalubis.wordpress.com"][/caption]

Seks selama ini dianggap remeh temeh dan tidak penting. Selalu saja dijadikan bulan-bulanan dan tidak dihargai. Pikirannya masih pada kotor, sih!!! Padahal, seks jauh lebih penting dibandingkan dengan menghafal sepenggal lagu, meski itu dibuat oleh seorang pemimpin Negara sekalipun. Masalah seksual dan perilaku kejiwaan seksual calon pemimpin jauh lebih penting karena menyangkut masa depan kehidupan bangsa dan Negara ini.

Tidak habis pikir sampai ada yang menilai wajar bila tes CPNS isinya tes lirik lagu yang dibuat oleh Presiden SBY. Bagi saya, ini sudah menunjukkan ada sindroma kekuasaan yang berlebih dan membuktikan otoriteritas yang sifatnya hanya permukaan saja. Bila yang ditanyakan alasan kenapa Presiden tidak jadi berangkat ke Belanda, itu jauh lebih menunjukkan kualitas seorang pemimpin sejati yang bisa dilihat objektifitasnya. Sungguh sangat disayangkan juga mentalitas atasan bawahan, yang ternyata masih sangat kental sekali.

Mungkin terdengar aneh bagi sebagian masyarakat bila saya mengusulkan tes masalah seksual dan perilaku kejiwaan seksual calon pemimpin. Ini juga dibuktikan pada saat saya men-tweet sebuah radio swasta di Jakarta, mereka langsung merespon dan ingin tahu alasannya lebih detail. Begitu juga dengan ketika saya mengirimkan tulisan ke beberapa media mengenai hal ini, banyak yang menolak karena berbagai alasan. Bisa dipahami dan dimengerti karena memang masih juga yang tidak paham dan mengerti seks itu apa sebenarnya. Apalagi hubungannya dengan pemimpin. Ditambah lagi dengan penilaian terhadap “seks” itu sendiri yang masih dianggap enteng dan tidak penting. Bukankah begitu?!

Kita ambil contoh saja yang paling mudah, yaitu masalah ejakulasi dini dan juga erectile disfunction atau gangguan pada ereksi seorang pemimpin. Orang yang mengalami masalah ini bisa disebabkan oleh faktor kesehatan fisik dan juga faktor psikologis. Juga berhubungan erat dengan perilaku dan kesehatan hubungannya dengan pasangan.

Kesehatan fisik yang bisa menyebabkan ejakulasi dini dan gangguan ereksi paling banyak karena kurang olah raga, diet tak seimbang, pola hidup tak teratur, dan yang paling utama adalah karena ada penyakit kronis yang menahun. Sekarang, bila seseorang yang tidak sehat secara fisik apakah bisa menjadi seorang pemimpin yang baik?!

Faktor psikologis yang paling utama menyebabkan masalah ini adalah karena rasa tidak percaya diri, minder, dan merasa tidak memiliki kemampuan untuk mendominasi. Tentunya ini berhubungan erat kemudian dengan keinginan untuk memiliki eksistensi di luar, karena di luar siapa yang tahu?! Biasanya, di luar menjadi orang yang cenderung galak, dominan, pencemburu, dan tidak segan melakukan apapun untuk mempertahankan ataupun merebut kekuasaan.

Hasil survey di seluruh dunia pun membuktikan bahwa mereka yang senang “membeli” cinta dan memiliki banyak pasangan adalah justru mereka yang memiliki masalah kemampuan dalam berhubungan seksual dan atau memiliki gangguan pada perilaku kejiwaan seksual mereka, seperti seks maniak. Nah, terbayang nggak bagaimana kemudian mereka mendapatkan uang untuk bisa melakukan semua ini?! Sudah bukan berita baru bukan bila banyak pemimpin yang senang “membeli cinta”, memiliki simpanan, dan atau memiliki banyak pasangan?! Darimana mereka mampu untuk menutupi biayanya?! Apa dari korupsi lagi?! Siapa yang dirugikan jika demikian?!

Pasangan juga menjadi sangat berperan di dalam masalah ini. Banyak perempuan yang menjadi istri tidak sadar telah membuat pasangannya menjadi takut, cemas, dan tidak nyaman di dalam berhubungan seksual. Perempuan yang terlalu mendominasi, banyak menuntut, dan tidak kreatif (membosankan), cenderung mendorong pasangannya untuk menjadi tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri. Ini akan membuat pasangannya itu menjadi tertekan dan bila dilakukan terus menerus akan menyebabkan masalah.

Sekarang bayangkan juga bila pasangannya ini seseorang yang sangat dominan dan banyak menuntut. Maklum, gaya hidup istri seorang penting haruslah sepenting dan sehebat pasangannya, dong!!!Malah tidak sedikit yang kemudian ikut campur dalam urusan kerja dan jadi membuat masalah baru. Tidak peduli dengan “posisi” yang seharusnya dan justru “memanfaatkan” posisi untuk kepentingan pribadi.

Bila situasi demikian menjadi tidak nyaman, maka kembali lagi kemudian kepada masalah selingkuh, membeli cinta dan mencari pasangan lain di luar rumah. Bila tidak bisa mengendalikan diri tentunya akan berdampak sangat jauh sampai ke mana-mana. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan mengendalikan dirinya sendiri, apakah pantas dan layak memimpin yang lainnya?! Bagaimana dia mengendalikan yang lain bila kemampuannya terbatas?! Jika demikian, kapan korupsi ini bisa diberantas?! Tuntutan untuk memenuhi keinginan istri pun besar banget apalagi untuk yang lainnya, ya?!

Semua ini memang bisa menjadi sangat objektif sekali tetapi yang harus dipikirkan adalah hubungannya dengan kejujurannya di dalam mengakui masalah yang ada. Menurut penelitian yang saya lakukan sendiri, 90% pria di kota besar cenderung tidak mau mengakui adanya gangguan masalah seksual. Sehingga kemudian masalah menjadi berlarut karena tentunya masalah ganguan seksual ini tidak mungkin bisa lepas dari pikiran dan perhatiannya. Penutupan masalah banyak dilakukan dengan cara yang instan pula. Dengan demikian bisa dilihat sejauh mana kemampuan berpikir mereka, sesaat atau jangka panjang?!

Itu baru masalah gangguan seksual, bagaimana dengan perilaku kejiwaan seksualnya?! Orang yang seks maniak cenderung tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Pikiran mereka dipenuhi dengan urusan seks dan seks. Benar-benar menjadi terdistorsi oleh seks sehingga patut dipertanyakan kemampuannya di dalam bekerja. Soalnya, secara tidak sadar akan berpengaruh besar terhadap kinerja dan kemampuannya di dalam membuat keputusan. Bukankah mereka yang memang tidak sehat secara psikologis, memang tidak pantas dan layak menjadi seorang pemimpin?! Pemimpin harus sehat luar dan dalam, kan?! Jika masih berpikir kotor dan porno apa bisa dianggap sehat?!

Saya memang mengusulkan diadakannya tes seperti ini karena jelas sekali erat kaitannya dengan apa yang sekarang ini sedang terjadi. Mungkin bagi sebagian yang hebat, pemberantasan korupsi, tirani, dan hegemony, dilakukan dengan cara yang lebih hebat namun saya melakukannya dengan hal yang paling kecil saja sesuai dengan kemampuan saya. Semuanya dimulai dari hal yang terkecil karena menurut saya juga, akar permasalahan yang ada ini adalah akibat dari pola pikir dan cara pandang yang salah. Untuk mengatasinya, tentunya dimulai dengan memperbaiki lagi pola pikir dan cara pandang yang ada itu.

Seperti contohnya saja tentang seks ini sendiri. Kenapa masalah seks ini menjadi sedemikian tabunya padahal dulu seks tidak demikian. Seks menjadi bagian ritual kehidupan yang sangat sakral, dihargai, dan dihormati. Industrialisasi dan komersialisasi yang cenderung mengarahkan manusia menjadi matrealistis dan juga berpikir logis hanya sebatas realitis yang sesuai dengan keadaan sekarang saja, tanpa memandang jauh ke depan telah membuat manusia sekarang menjadi manusia penonton. Tidak lagi berpikir jernih dan objektif serta serba instant.

Memang sepertinya sengaja dilakukan lewat pembodohan, di mana seks itu kemudian diarahkan menjadi tujuankarena seks itu merupakan senjata yang paling ampuh dan mematikan. Pembenaran dan pemutar balikkan fakta pun terus dilakukan untuk berbagai kepentingan. Dengan mengubah pola pikir dan cara pandang tentang seks lewat permainan politik hermeneutika kata dan bahasa, yang menjadikan manusia pun menjadi manusia penonton semata. Tidak mau berpkir, hanya menonton dan mendengar saja.Seks itu pun kemudian dengan mudahnya hanya menjadi sebuah objek semata, Seks yang seharusnya merupakan subjek itu kemudian menjadi sesuatu yang porno, kotor, dan salah. Selama seks itu tetap menjadi objek, maka seks tetap akan menjadi sesuatu yang tabu dan hina.

Lalu kemudian, pada saat keadaan masalah seks semakin mencemaskan, tabu ini justru yang paling sering disalahkan. Padahal di sisi lain, keterbukaan atas masalah seks ini, seperti di Barat, contohnya, seringkali juga disalahkan. Dianggap telah merusak dan menjerumuskan. Pertanyaannya, lalu bagaimana yang seharusnya dilakukan?! Tabu salah, terbuka pun salah. Lagipula, di tempat yang tabu dan terbuka, masalah seks yang harus dihadapi sama juga, kok!!!

Ya, balik lagi kepada masalah pola pikir dan cara pandang terhadap seks itu sendiri. Kenapa nilai-nilai spiritual yang ada, dianggap dan dijadikan sesuatu yang tidak rasional, tidak logis, dan tidak realistis. Apakah sesuatu yang dianggap rasional, logis, dan realistis itu haruslah sesuatu yang nyata saja?! Coba pikirkan lagi tentang masalah gangguan seksual dan perilaku kejiwaan seksual ini, apakah semua ini tidak rasional, tidak logis, dan tidak realistis?! Bisa ya, bisa tidak. Semua tergantung dari pola pikir dan cara pandangnya kembali.

Bagi saya, ini adalah sebuah fakta dan kenyataan yang ada dan saya sangat berharap tidak lagi ditutupi atau dipungkiri. Masalah seks sangat berperan di dalam kehidupan ini karena seks itu adalah titik awal kehidupan dan kehidupan itu sendiri. Segala sesuatu yang logis dan rasional itu tidak bisa mengabaikan faktor tidak logis dan irasional yang ada. Segala sesuatu yang realistis pun harus dipikirkan tingkat jangkauan realistis yang dimaksudkan, karena apa yang sekarang ini realistis belum tentu realistis di kemudian hari atau juga sebaliknya. Lagi pula, apa ada makhluk hidup termasuk manusia yang bisa lepas dari seks?! Bagaimana jadinya bila kehidupan ini tidak ada seks?!

Saya juga tidak peduli bila memang pemikiran saya ini dianggap gila ataupun sesuatu yang kontroversial. Saya selalu yakin bahwa kegilaan itulah yang bisa mengubah dunia. Hanya mereka yang memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan penuh kejujuran dan tanggung jwablah yang bisa mewujudkan mimpi. Apa ada yang bisa menghentikan kegilaan bila tidak semakin tidak jelas mana yang waras dan mana yang gila sebenarnya. Sudah sangat abu-abu bukan?! Apakah dengan membuat tes dengan menghafal lagu untuk menunjukkan wawasan itu sesuatu yang bisa dianggap wajar, benar, dan sehat?!

Oleh karena itulah, saya tidak segan untuk mengatakannya sekali lagi. “Wahai Pemimpin Bangsa!!! Belajar Dari Seks, Dong!!!”. Jangan ada usul tes keperawanan masuk sekolah lagi, ya!!!

Salam Kompasiana,

Mariska Lubis

Catatan:

Maaf ya bila saya tidak bisa menulis banyak dan menjawab komentar seperti biasanya. Saya memang sedang kurang sehat dan harus banyak istirahat. Terima kasih sekali atas perhatian dan doanya. GBU all!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun