Mohon tunggu...
Mariska Lubis
Mariska Lubis Mohon Tunggu... -

Baru saja menyelesaikan buku "Wahai Pemimpin Bangsa!! Belajar Dari Seks, Dong!!!" yang diterbitkan oleh Grasindo (Gramedia Group). Twitter: http://twitter.com/MariskaLbs dan http://twitter.com/art140k juga @the360love bersama Durex blog lainnya: http://bilikml.wordpress.com dan mariskalubis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mimpi Penulis Pemimpi

18 Maret 2010   17:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption=""Bed of Dreams" Illustrasi: Google "][/caption]

Sejak kecil hingga kini, hidupnya selalu dipenuhi dengan mimpi. Mimpi akan indahnya dunia dan kehidupan yang penuh dengan warna. Menuangkan mimpinya dalam karya tulis. Menjadikan mimpinya itu sebuah kenyataan.

Mimpi itu memang terkadang dianggap terlalu indah. Membuat mereka yang tidak percaya menjadi lupa bahwa semua berawal dari mimpi. Berusaha keras menghentikan semua mimpi. Rasa pun dihapuskan. Logika dijadikan ukuran atas fakta dan kenyataan. Takut bila semua mimpi itu memang benar adanya.

Seorang penulis bercerita tentang kehidupannya. Masa lalu dan kini juga mimpinya untuk nanti.

Saat anak lain bercita-cita menjadi seorang dokter, astronot, insinyur, dan guru, waktu itu, penulis ini berucap, "Saya ingin menjadi penulis. Saya akan jadi penulis. Saya akan selalu menulis. Saya akan menjadi penulis yang berhasil". Membuat seluruh keluarga terkejut namun tidak percaya dan bahkan mentertawakannya. Tidak pernah ditanyakan kenapa dan apa yang membuatnya seperti itu. Semua dianggap hanyalah mimpi di siang bolong.

Hidupnya pun kemudian lebih banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis. Bermain untuknya hanyalah kesenangan sesaat. Kesenangan yang sesungguhnya dan yang bisa membuatnya sangat bahagia hanyalah menulis. Hanya di sanalah dia bisa menuangkan semua mimpi.

Pada usianya yang belum genap mencapai sembilan tahun, sebuah puisi ditulisnya. Sebuah karya yang dipuja namun juga membuatnya menderita. Mimpi yang tertuang dalam karyanya itu dianggap bukan untuk usianya. Mental dan jiwa serta pikirannya dianggap tidak menyatu. Tes dan terapi pun harus terus dijalaninya. Tidak jarang membuatnya harus menangis.

Pada suatu ketika saat dia remaja, mimpi yang tertuang dalam catatan harian pribadinya dibuka dan dibaca. Disalahartikan sebagai sebuah anomali perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan etika. Dijadikan sarana untuk menghujat dan menilai. Sekali lagi, tanpa pernah bertanya kenapa dan apa yang membuatnya seperti itu.

Marah dan kesal namun tidak kuasa untuk membela diri. Semua mimpi yang pernah dituliskannya itu dibakarnya di hadapan mereka yang membuka dan membacanya. Berjanji untuk tidak pernah menulis lagi. Cita-cita untuk menjadi penulis pun tidak pernah lagi diucapkannya.

Berlari dia mencoba menghilangkan segala rasa sedih. Dari satu tempat ke tempat lain. Sendiri. Tanpa ada rasa takut sedikitpun. Hatinya menjadi sangat tertutup. Nyawa pun berani dipertaruhkannya hanya untuk kesenangan sesaat. Sampai pada suatu ketika, sesuatu terjadi. Ilham bisa datang dari mana saja.

Permainan baru pun dibuatnya. Mimpi terus dilanjutkan sembunyi-sembunyi. Bahkan prestasi gemilang pun disembunyikannya. Ada untungnya juga dia sendiri dan jauh, ya? Jadi semuanya bisa tertutup dengan rapih. Di sisi lain, dia juga tetap memainkan permainan menjadi yang diinginkan. Juga dengan prestasi sesuai yang diharapkan. Membuat semua percaya dan bangga bahwa dia telah benar-benar berubah dan sangat patut dijadikan contoh.

Capek, letih, dan lelah dengan semua permainan ini justru tanpa disadari telah membuatnya menjadi sangat keras hati dan selalu berontak. Tidak pernah mau menerima fakta dan kenyataan. Terus berlari dan berlari. Semakin lama semakin kencang. Membuatnya terjerumus dalam kelam dan lalu dia pun jatuh.

Tuhan Maha Pengasih dan juga Penyayang. Jatuh membuatnya sadar bahwa permainan harus segera dihentikan. Dia harus berani menjadi dirinya sendiri. Berani juga bertanggungjawab atas apa yang kemudian akan dipilihnya. Dia lalu memilih untuk tetap menjadi penulis dan pemimpi. Tetap bermimpi dan menjadi seorang penulis seperti yang selalu dicita-citakannya. Melepaskan semua gelar dan kedudukan serta kehormatan dan pujian yang pernah diterimanya. Semua faktor resiko diambilnya. Biarpun harus menjadi yang terbuang, tersisihkan, dan tersingkirkan.

Susah dan sangat pahit kehidupan harus dijalaninya. Hinaan, makian, dan penolakan terus saja berlanjut. Bahkan hingga kini semua mimpi yang ditulisnya pun tak pernah dilirik sama sekali oleh mereka yang tidak percaya itu. Bahkan disentuh pun tidak. Hanya dianggap sampah tak berguna dan hanya menghabiskan waktu percuma. Menjadi seseorang yang tiada guna dan tiada arti.

Dia tidak gentar. Dia tahu apa yang diinginkannya. Mimpi bukanlah mimpi. Baginya mimpi adalah nyata. Biarlah semua menilai. Namun nilai yang sebenarnya adalah mutlak. Nilai yang sesungguhnya hanya diberikan oleh-Nya. Untuknya, hidup bukan untuk menilai dan dinilai. Hidup adalah untuk memberikan manfaat bagi kehidupan itu sendiri. Kebahagiaan yang senantiasa abadi.

Perjuangan meneruskan mimpi tidak akan pernah berhenti ataupun dihentikannya biarpun semua ini hanyalah untuk dan demi mimpi. Dia adalah dia. Hidupnya adalah hidupnya. Waktu bisa bicara.

Kisah ini bukanlah mimpi. Ini adalah nyata senyata-nyatanya. Penulis ini ada dan selalu ada di antara kita semua. Jangan pernah bertanya siapakah dia juga. Dia adalah dia.

Dia ingin mimpi itu terus ada dan selalu ada. Hanya dengan cinta semua itu bisa terus ada. Janganlah pernah menghentikan mimpi. Hidup hanyalah sebuah proses ke mana kita menuju. Jangan pernah takut. Hadapi dan nikmatilah semuanya.

Bagi mereka yang tidak percaya dengan mimpi, hiduplah dengan hidup kalian sendiri. Kenapa harus takut dengan mimpi para pemimpi?! Bukankah kalian sendiri pun memiliki mimpi?! Kami memang bukan kalian tapi kalian juga bukanlah kami meskipun kita adalah sama. Jangan pernah memaksa kami untuk menjadi kalian karena kami pun tidak mau menjadikan kalian seperti kami. Hidup adalah pilihan Biarlah kami menjadi diri kami sendiri bila memang itu adalah sebuah kejujuran, fakta, dan juga kenyataan. Mimpi tidak akan pernah bisa berhenti.

Semoga kisah tentang mimpi penulis yang penuh dengan mimpi ini bisa menjadikan kita semua sadar bahwa setiap manusia memiliki takdir dan jalannya sendiri. Mereka bukan kita yang memilikinya. Kita pun bukan yang mereka miliki.

Salam Kompasiana,

Mariska Lubis

Catatan:

Tulisan ini saya persembahkan untuk seorang perempuan muda yang saya tuliskan sebagai idola. Semoga mimpimu bisa terus berlanjut dan mereka yang tidak percaya dengan mimpimu menyadarinya.

Bila ada yang ingin bertanya atau konsultasi dengan ML, bisa mampir ke sini: SMS ML Yuuukk

Kunjungi juga  "artikel" paling hot!!! di

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun