Mohon tunggu...
Marisa Putri Andriani
Marisa Putri Andriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Psikologi yang memiliki minat dalam penelitian ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Self Acceptance: Strategi Taylor Swift dalam Menghadapi Anorexia Nervosa

27 Juni 2024   20:45 Diperbarui: 27 Juni 2024   20:48 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

“Sekarang saya sadar, jika saya makan, saya akan memiliki energi dan menjadi lebih kuat, saya bisa melakukan semua pertunjukkan ini dengan baik dan tidak merasa lemah” kutipan ini penulis ambil pada salah satu film dokumenter milik taylor swift yang berjudul “Miss Americana” (2020). Menandai dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat, hal ini mampu merubah segala aspek di kehidupan manusia termasuk cara berinteraksi antar individu. Dimana dengan adanya kemunculan cyber-social system, hal ini mampu memperkuat dengan adanya dunia maya yang semakin melebur ke dalam kehidupan realita manusia. Akibatnya, mayoritas individu sekarang begitu tenggelam ke dalam dunia maya. Sehingga, hal ini mampu merubah persepsi dismorfik sosial terhadap tubuh perempuan yang mana perempuan memiliki tekanan masyarakat untuk mengubah tampilan mereka secara visual dari gambar yang mereka unggah (Mills et al., 2018). Hal ini disebabkan karena adanya standar kecantikan yang ditetapkan oleh masyarakat.

Fenomena yang tidak biasa ini, mampu membuat gadis-gadis muda tidak mampu mengenali tubuh asli mereka mulai dari ketipisan dan proporsi tubuh yang tidak wajar serta kulit dan wajah tanpa cacat yang menjadi “standar normal” kecantikan pada wanita (Verrasto et al., 2020). Standar ini akan memunculkan adanya tekanan sosial yang dirasakan untuk wanita harus mematuhi stereotip dan tingkat perbandingan sosial yang semakin tinggi dan mampu menyebabkan munculnya ketakutan akan penilaian orang lain mengenai citra tubuh mereka dengan konsekuensi spesifik pada harga diri, kesejahteraan umum, serta pola makan (Ridgway & Clayton, 2016; Sherlock & Wagstaff, 2018). Dengan adanya konsekuensi berupa pola makan, hal ini berpotensi menyebabkan munculnya berbagai gangguan dan salah satunya adalah anorexia nervosa.

Menurut laporan National Eating Disorders Association (2020) di mana didapatkan sekitar 9% atau sekitar 28,8 juta orang di Amerika Serikat yang memiliki gangguan makan dalam hidup mereka dengan spesifiknya prevalensi penderita anorexia nervosa sebanyak 0.16% untuk perempuan dan 0.09% untuk laki-laki. Namun, sangat disayangkan untuk di Indonesia sendiri masih belum adanya data yang pasti terkait prevalensi dari anorexia nervosa. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Rosyidah (2020) di Surabaya dimana didapatkan sekitar 9,7 % (34 orang) dengan kecenderungan anorexia nervosa tingkat tinggi, 296 orang (84,8%) dengan kecenderungan anorexia nervosa yang sedang, dan juga 19 orang (5,4%) dengan kecenderungan anorexia nervosa yang rendah. Sejalan dengan maraknya kasus anorexia nervosa ini, dapat diketahui bahwa dampak yang dirasakan bagi penderita anorexia nervosa pun dapat mengancam dirinya sendiri baik itu secara fisiologis, psikologis, bahkan menjadi salah satu penyebab mereka untuk bunuh diri. Sehingga perlunya tindakan lebih lanjut bagi penderita anorexia nervosa. Dalam hal konteks penanganan permasalahan ini, penting untuk memahami bahwa salah satu langkah dasar yang harus ada pada penderita adalah penerimaan diri (self acceptance). Oleh karena itu, penulis sepakat bahwa adanya peranan penting self-acceptance bagi penderita anorexia nervosa.

            Menurut American Psychiatric Association (2022), anorexia nervosa merupakan suatu gangguan dimana seorang individu tersebut melakukan pembatasan terhadap asupan energi dibandingkan kebutuhannya sehingga hal ini menyebabkan terjadinya penurunan berat badan yang signifikan akibat adanya ketakutan ataupun kecemasan apabila terjadinya penambahan berat badan dan adanya evaluasi diri yang tidak semestinya sehingga menganggu kehidupan sehari-hari bagi penderita anorexia nervosa. Anorexia nervosa ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu restricting type, dimana selama 3 bulan terakhir, individu tersebut melakukan pembatasan asupan energi sehingga terjadinya penurunan berat badan yang signifikan akibat diet, puasa, ataupun olahraga yang berlebihan. Tipe kedua adalah binge-eating/purging type, dimana tipe ini selama 3 bulan, individu mengalami episode yang berulang terhadap perilaku makan yang berlebihan dan adanya penyalahgunaan terhadap obat pencahar (American Psychiatric Association, 2022).

            Adapun gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita anorexia nervosa, dimana selama 3 bulan terakhir, individu akan mengalami penurunan berat badan secara signifikan sehingga BMI penderita akan cukup rendah, individu akan memiliki ketakutan yang intens apabila terjadinya kenaikan berat badan ataupun menjadi gemuk dan individu tersebut akan melakukan berbagai cara untuk mengganggu terjadinya penambahan berat badan, dan munculnya gangguan persepsi diri mengenai berat dan juga bentuk badan (American Psychiatric Association, 2022). Untuk tingkat keparahan anorexia nervosa didasari dengan indeks massa tubuh (BMI) sedangkan untuk anak-anak dan remaja didasari dengan persentil BMI, dimana untuk tingkat mild (BMI ≥ 17 kg/m2), untuk tingkat moderate (BMI 16-16.99 kg/m2), untuk tingkat severe (BMI 15-15.99 kg/m2), dan untuk tingkat extreme (BMI < 15 kg/m2) (American Psychiatric Association, 2022).

            Selain itu, American Psychiatric Association (2022) juga menyatakan bahwa berbagai faktor prognostik yang mampu berkontribusi pada seorang individu untuk terdampak anorexia nervosa, yaitu faktor temperamental, lingkungan, genetik, dan fisiologis. Dimana pada faktor temperamental, seorang individu yang memiliki gangguan kecemasan atau adanya sifat obsesif pada masa kanak-kanak hal ini mampu beresiko lebih tinggi pada seorang individu tersebut untuk terkena anorexia nervosa. Kemudian, faktor lingkungan juga menjadi faktor yang mendukung terjadinya kenaikan prevalensi pada penderita anorexia nervosa, misalnya seorang individu yang mendorong seorang individu untuk menjadi kurus seperti modelling, atlet, artis, dan lainnya. Kemudian, faktor genetik dan fisiologis juga dapat meningkatkan risiko anorexia nervosa, dimana seorang individu yang memiliki kerabat biologis dengan anorexia nervosa dapat berisiko tinggi menurunkan gangguan anorexia nervosa pula. Studi asosiasi genom juga telah mengidentifikasi lokus risiko spesifik terkait anorexia nervosa seperti adanya resistensi insulin dan profil lipid, kelainan otak yang menunjukkan pemrosesan imbalan yang tidak normal, dan berbagai kelainan lainnya.

            Hal ini serupa terjadi pada taylor swift, dimana pada salah satu film dokumenter milik taylor swift yang berjudul “Miss Americana” (2020), ia menyatakan bahwa “tidak baik bagiku untuk melihat foto diriku sendiri setiap hari.” Hal ini dikarenakan adanya kritikan yang diberikan kepada taylor swift mengenai bentuk badannya sehingga taylor swift mengaku bahwa ada masanya ketika ia merasa bahwa “perutnya terlalu besar” bahkan ada yang melontarkan kepada taylor swift bahwa dirinya seperti orang hamil. Sehingga, hal ini membuat ia berhenti untuk makan, ia juga menyatakan bahwa “saya tidak tahu, apakah saya merasa nyaman apabila berbicara mengenai citra tubuh dan berbicara mengenai hal-hal yang telah saya alami dalam hal betapa tidak sehatnya bagi saya berhubungan dengan makanan dan semua itu telah terjadi selama bertahun-tahun.” Menurut Perloff (2014) menyatakan bahwa seorang wanita akan lebih cenderung untuk mendengarkan dan mengembangkan ketergantungan mereka terhadap jejaring sosial yang mampu berpotensi tinggi berdampak pada gangguan tubuh yang tidak sehat. Hal ini akibat adanya penetapan standar kecantikan yang tidak realistis dan telah ada selama bertahun-tahun seperti wanita itu harus bertubuh sempurna, berkulit putih, berbadan kurus, dan lainnya (Perloff, 2014).

            Berbagai faktor risiko yang dapat timbul pada penderita anorexia nervosa ini, dimana secara fisiologis orang dengan AN akan memiliki BMI yang sangat rendah, kelainan tanda vital, amenore, hilangnya kepadatan mineral pada tulang, dan lainnya (Bulik et al., 2019). Secara psikologis, gangguan ini mampu menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap berat badan bentuk tubuh, rendahnya harga diri seseorang, depresi (Haynos et al., 2016), bahkan dapat menyebabkan bunuh diri (Pisetsky, Corw & Peterson, 2017; Goldsten & Gvion, 2019). Sedangkan, secara sosial, penderita anorexia nervosa memiliki hubungan dengan teman sebaya yang kurang baik, minimnya dukungan sosial (Haynos et al., 2016), adanya perasaan kurangnya keterampilan sosial dan percaya bahwa mereka adalah beban bagi orang-orang terdekat serta masyakat lainnya (Forrest et al., 2016). Hal ini juga dirasakan oleh taylor swift ketika mengalami anorexia nervosa

, dimana terjadinya penurunan berat badan yang signifikan bahkan pada film dokumenternya ia menyatakan bahwa ia mendapatkan komentar berupa “Dia terlalu kurus, itu menggangguku.” Ia juga merasa tidak nyaman apabila berbicara mengenai citra tubuhnya bahkan taylor swift merasa bahwa adanya hubungan tidak baik antara dirinya dengan makanan.

            Berbagai dampak yang dirasakan oleh penderita anorexia nervosa mampu mengancam nyawa mereka, sehingga perlunya intervensi lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan ini. Menurut Frostad & Bentz (2022) menyatakan bahwa pasien anorexia nervosa dapat ditangani dengan perawatan rawat inap dan juga pengobatan rawat jalan seperti terapi berbasi keluarga atau psikoterapi individu, namun sangat disayangkan perawatan ini umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal dan memiliki daftar tunggu yang panjang sehingga perlunya suatu penanganan awal seperti psychological first aid bagi pasien anorexia nervosa dan salah satu langkah dasar yang dapat dilakukan adalah adanya kesadaran diri bagi penderita untuk melakukan self-acceptance terhadap kondisi yang ia alami. Self acceptance merupakan adanya kecenderungan untuk mengevaluasi harga diri atau kemampuan untuk menerima diri sendiri secara sepenuhnya, apapun hasilnya (Slocum, 2021). juga menyatakan bahwa adanya hubungan positif dengan kesehatan mental dan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Greenberg (2015) dimana kurangnya penerimaan diri dianggap mampu menyebabkan tidak diterimanya dan tidak validnya pengalaman emosional yang mampu mermperkuat keyakinan negatif dan tidak memungkinkan pemberian makna adaptif terhadap pengalaman emosional tersebut.

            Hal ini sejalan atas apa yang dilakukan oleh taylor swift pada dirinya, dimana pada akhirnya ia mulai berupaya untuk menerima dirinya sendiri. Sesuai dengan pernyataan pada film dokumenternya yang berjudul “Miss Americana” (2020), yang dimana ia menyatakan bahwa “sekarang aku sadar, jika kamu makan, kamu akan memiliki energi, kamu akan lebih kuat, kamu akan bisa memberikan pertunjukkan yang hebat dan kamu tidak akan lemah, aku  sekarang tidak peduli jika seseorang mengomentari terkait kenaikan berat badanku, dan aku sudah berdamai dengan berat badan ku, jika kamu terlalu kurus maka kamu tidak memiliki bokong yang diinginkan semua orang. Tetapi, jika kamu memiliki berat badan yang cukup maka kamu akan memiliki bokong tersebut, namun perutmu tidak cukup rata, jadi hal ini adalah sesuatu yang mustahil.” Hal ini selaras dengan meta analisis yang dilakukan oleh Duncan, Sebar, dan Lee (2015) terkait pengalaman individu dalam pemulihan anorexia nervosa dimana ia menyatakan bahwa melalui pengendalian diri, mendapatkan kembali kekuatan diri, self acceptance, dan mengakui konsekuensi terhadap anorexia nervosa mampu membantu individu tersebut dalam “rekonsiliasi diri” dan pemulihan dirinya dari anorexia nervosa.

            Stockford et al., (2018) memaparkan ada beberapa strategi penerimaan diri yang dapat dilakukan oleh penderita anorexia nervosa, yaitu  sebagai berikut :

(1) Individu untuk mendapatkan kembali identitas lamanya dapat menggunakan metafora permusahan, seperti “anorexia adalah pencuri, ia mencuri kepercayaan diri saya, impian saya, kehidupan yang menyenenangkan dan normal. Saya ingin meminta kembali apa yang telah dicuri oleh anorexia dari saya, kembalikan sifat-sifat yang telah dicuri dari saya, saya harus mengambil kembali nyawaku yang telah dicurinya.”

(2) Dalam proses penerimaan diri, seorang individu tersebut harus sadar terhadap aspek mengenai diri mereka sendiri yang sebelumnya belum mereka ketahui seperti siapa dirinya, apa yang ia butuhkan, apa yang ia percaya, ia sukai, pilihan dirinya sendiri bukan berdasarkan ekspetasi orang lain terhadap dirinya sendiri.

(3) Individu harus secara aktif meminta bantuan dan mulai untuk mempercayai orang lain

(4) Hubungan yang bermakna, di mana seorang individu tersebut harus memiliki hubungan yang baik dengan pasangannya, keluarga, teman, bahkan terapis, hal ini akan membantu individu itu untuk berjuang dalam memulihkan dirinya dari gangguan anorexia nervosa

(5) Individu belajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan, serta bersikap asertif dalam hubungan, seperti “ketika saya mengatasi rasa takut saya untuk berbicara, mengatakan ‘tidak’ dan menentang keluarga saya, saya menjadi lebih kuat dan mengatasi anorexia, meninggalkan rumah dan orang tua saya untuk berada jauh sementara waktu, ini penting untuk kesembuhan saya.”

(6) Individu dapat merestrukturisasi hubungan mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan melepaskan diri mereka dari hubungan yang tidak memenuhi kebutuhan mereka, seperti “saya belajar bagaiaman cara merawat saya dan saya belum pernah melakukan itu, saya telah keras kepada diri saya sendiri selama bertahun-tahun, saya belajar untuk tidak menjadi seperti itu, saya akan merawat diri saya sendiri, mengasuh diri saya, dan saya akan mempelajarinya. Beberapa orang akan menyebut hal ini sesuatu yang egois, tapi saya menyebutnya ini dengan perawatan diri.”

(7) Individu dapat mulai merekonseptualisasi mengenai penghargaan diri sendiri, nilai pribadi mereka, dan memiliki keyakinan agama seperti “saya percaya bahwa ada kekuatan yang lebih tinggi, lebih kuat dari semuanya, bahkan lebih kuat dari penyakit ini.”

(8) Langkah terakhir, individu tersebut dapat mengembangkan kapasitas untuk bersikap baik dan penuh kasih sayang terhadap diri mereka sendiri sambil menerima ketidaksempurnaan yang ada pada diri mereka sendiri.

            Kasus anorexia nervosa menjadi perhatian bagi dunia karena gangguan ini memiliki tingkat bunuh diri tertinggi dibandikan gangguan makan lainnya. Dengan standar kecantikan yang menuntut perempuan untuk menjadi sempurna menjadi faktor yang mendukung terjadinya kenaikan prevalensi yang semakin tinggi pada penderita anorexia nervosa. Oleh karena itu, perlunya langkah awal untuk merehabilitasi penderita anorexia nervosa dengan cara menumbuhkan self-acceptance bagi penderita di samping melakukan perawatan dengan professional sehingga diharapkan melalui ini dapat membantu proses pemulihan dan meminimalisir faktor-faktor risiko yang dirasakan oleh penderita anorexia nervosa dan mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. (2022) DSM-5-TR. 5th edn. American Psychiatric Association.

Bulik, C. M., Flatt, R., Abbaspour, A., & Carroll, I. (2019). Reconceptualizing anorexia nervosa. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 73(9), 518–525. https://doi.org/10.1111/pcn.12857

Duncan, T. K., Sebar, B., & Lee, J. (2015). Reclamation of power and self: A meta-synthesis exploring the process of recovery from anorexia nervosa. Advances in Eating Disorders: Theory, Research and Practice, 3(2), 177–190. doi:10.1080/21662630.2014.978804

Forrest L. N., Bodell L. P., Witte T. K., Goodwin N., Bartlett M. L., Siegfried N. (2016). Associations between eating disorder symptoms and suicidal ideation thwarted belongingness and perceived burdensomeness among eating disorder patients. J Affect Disord, 195:127–35. doi:10.1080/13811118. 2014.957451

Frostad, S., & Bentz, M. (2022). Anorexia nervosa: Outpatient treatment and medical management. World journal of psychiatry, 12(4), 558.

Goldstein, A., & Gvion, Y. (2019). Socio-demographic and psychological risk factors for suicidal behavior among individuals with anorexia and bulimia nervosa: A systematic review. Journal of affective disorders, 245, 1149-1167.

GREENBERG, L. S. (2015). Emotion-focused therapy: Coaching clients to work through their feelings (Second ed.). Washington, DC: American Psychological Association

Haynos, A. F., Watts, A. W., Loth, K. A., Pearson, C. M., & NeumarkStzainer, D. (2016). Factors Predicting an Escalation of Restrictive Eating During Adolescence. The Journal of Adolescent Health: Official Publication of the Society for Adolescent Medicine, 59(4), 391–396. https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2016.03.011

Mills, J. S., Musto, S., Williams, L., & Tiggemann, M. (2018). “Selfie” harm: Effects on mood and body image in young women. Body Image, 27, 86 92. doi: 10.1016/j.bodyim.2018.08.007.

National Eating Disorders Association. (2020). The Social and Economic Cost of Eating Disorders in the United States of America: A Report for the Strategic Training Initiative for the Prevention of Eating Disorders and the Academy for Eating Disorders. https://www.hsph.harvard.edu/striped/report-economic-costs-of-eating-disorders/.

Perloff, R. (2014). Social Media Effects on Young Women’s Body Image Concerns: Theoretical Perspectives and an Agenda for Research. Sex Roles, 71(11–12), 363–377. http://dx.doi.org/10.1007/s11199-014-0384-6

Pisetsky E. M., Crow S. J., Peterson C. B. (2017).  An empirical test of the interpersonal theory of suicide in a heterogeneous eating disorder sample. Int J Eat Disord, 50:162–5. doi:10.1002/eat.22645

Ridgway, J. L., & Clayton, R. B. (2016). Instagram Unfiltered: Exploring as sociations of body image satisfaction, Instagram #selfie posting, and negative romantic relationship outcomes. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 19(1), 2-7. doi: 10.1089/cyber.2015.0433.

Sari, T. I., & Rosyidah, R. (2020). Pengaruh Body Shaming terhadap Kecenderungan Anorexia Nervosa pada Remaja Perempuan di Surabaya. Personifikasi: Jurnal Ilmu Psikologi, 11(2), 202-217.

Sherlock, M., & Wagstaff, D. L. (2018). Exploring the relationship between frequency of Instagram use, exposure to idealized images, and psycho logical well-being in women. Psychology of Popular Media Culture. doi: 10.1037/ppm0000182.

SLOCUM, K. (2021). THE MEDIATION EFFECT OF UNCONDITIONAL SELF-ACCEPTANCE ON THE RELATIONSHIP BETWEEN SPECIFIC EARLY MALADAPTIVE SCHEMA DOMAINS AND PSYCHOSOMATIC SYMPTOMS IN A SAMPLE OF WOMEN. International Journal of Social and Humanities Sciences Research (JSHSR), 8(76), 2677-2692.

Stockford, C., Stenfert Kroese, B., Beesley, A., & Leung, N. (2019). Women’s recovery from anorexia nervosa: a systematic review and meta-synthesis of qualitative research. Eating disorders, 27(4), 343-368.

Verrastro, V., Liga, F., Cuzzocrea, F., & Gugliandolo, M. C. (2020). Fear the Instagram: beauty stereotypes, body image and Instagram use in a sample of male and female adolescents. QWERTY-Interdisciplinary Journal of Technology, Culture and Education, 15(1), 31-49.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun