Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah salah satu mahasiswi semester akhir. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra yang memiliki nilai moral tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Menari dalam Jajaran Bintang

20 September 2024   17:30 Diperbarui: 26 September 2024   18:38 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil di kaki gunung, hidup seorang pemuda bernama Arif. Desa itu tenang dan terletak jauh dari keramaian kota besar, dengan suasana yang penuh kedamaian dan keindahan alam. Arif adalah seorang pemuda yang sederhana, dikenal karena kebiasaannya duduk di bawah pohon besar di pinggir desa saat malam tiba. Ia sering memandangi langit yang dipenuhi bintang dan merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Arif adalah seorang penari. Namun, bukan penari biasa yang sering terlihat di panggung-panggung besar. Gerakannya lembut dan penuh perasaan, seolah-olah ia sedang berbicara dengan bintang-bintang di langit. Ia belajar menari dari neneknya, seorang wanita bijaksana yang mengajarkan padanya bahwa menari adalah cara untuk berbicara dengan alam dan semesta. Sayangnya, neneknya sudah meninggal beberapa tahun lalu, dan Arif merasa kehilangan semangat dalam menari setelah kepergiannya.

Suatu malam, ketika Arif duduk di bawah pohon yang sama, ia mendengar suara lembut dari kejauhan. Suara itu tidak seperti suara angin atau suara malam yang biasa. Itu adalah suara nyanyian, lembut dan menenangkan. Arif merasa penasaran dan mengikuti suara itu hingga ia tiba di sebuah rumah kecil di ujung desa. Rumah itu tampak lebih tua dibandingkan rumah lainnya, dengan kebun kecil yang dikelilingi bunga-bunga berwarna-warni.

Saat Arif mendekat, ia melihat seorang wanita tua berdiri di ambang pintu, menyanyikan lagu-lagu kuno yang mengalun lembut ke malam. Mata Arif bertemu dengan mata wanita tua itu, dan ia merasa seolah-olah ada ikatan yang tidak bisa dijelaskan.

"Selamat malam," ujar Arif sopan. "Aku mendengar lagu indah dari rumah ini. Apakah kamu sedang berlatih?"

Wanita tua itu tersenyum lembut. "Selamat malam, anak muda. Nama saya Nenek Maya. Aku tidak sedang berlatih, aku hanya bernyanyi untuk menghibur bintang-bintang."

Arif merasa tertarik dan memutuskan untuk duduk di teras rumah Nenek Maya. Mereka berbicara tentang banyak hal---tentang kehidupan, bintang-bintang, dan tentang tradisi yang telah lama hilang dari desa mereka. Nenek Maya menceritakan bahwa ia dahulu seorang penari, sama seperti Arif, dan lagu-lagu yang dinyanyikannya adalah bagian dari tarian-tarian kuno yang dulu ia pertunjukkan.

"Dulu," kata Nenek Maya dengan suara penuh nostalgia, "aku menari di bawah bintang-bintang, dan tarian itu adalah cara untuk berkomunikasi dengan alam semesta. Setiap gerakan memiliki arti, setiap langkah adalah doa."

Arif mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang membangkitkan semangatnya kembali, sesuatu yang hilang sejak kepergian neneknya. Nenek Maya kemudian memberi Arif sebuah kotak kecil yang terbuat dari kayu ukir.

"Di dalam kotak ini," kata Nenek Maya, "ada benda berharga yang akan membantumu menemukan kembali semangat menarimu. Buka dan lihatlah."

Arif membuka kotak itu dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah medali kecil dengan ukiran simbol-simbol kuno. Medali itu bersinar lembut di bawah cahaya lampu minyak. Nenek Maya menjelaskan bahwa medali itu memiliki kekuatan untuk menghubungkan pemakainya dengan roh-roh alam dan bintang-bintang.

"Gunakan medali ini saat kamu menari," kata Nenek Maya. "Dan ingatlah, tarianmu adalah bahasa untuk berbicara dengan alam semesta."

Arif merasa terinspirasi dan berterima kasih kepada Nenek Maya. Ia pulang ke rumah dengan hati yang penuh semangat, siap untuk menemukan kembali gairahnya dalam menari. Malam berikutnya, saat bintang-bintang bersinar cerah di langit, Arif mengenakan medali dan mulai menari di bawah pohon besar di pinggir desa.

Gerakan tariannya lembut dan penuh perasaan, seolah-olah ia sedang berbicara dengan bintang-bintang di langit. Setiap gerakan terasa lebih berarti, dan Arif merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya---sesuatu yang membuatnya merasa terhubung dengan semesta. Selama menari, Arif merasa seolah-olah bintang-bintang menari bersamanya, dan suasana malam terasa lebih hidup dari sebelumnya.

Hari demi hari berlalu, dan Arif semakin sering menari di bawah bintang-bintang. Kehadirannya yang misterius di malam hari menarik perhatian penduduk desa. Mereka mulai berdatangan untuk menyaksikan tarian Arif dan merasakan keajaiban yang dibawanya. Keberadaan Arif menjadi bagian dari kehidupan malam di desa, dan suasana desa terasa lebih hidup dan penuh warna.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, saat Arif menari dengan penuh semangat, cuaca tiba-tiba berubah. Hujan deras turun dengan cepat, dan angin kencang mulai bertiup. Arif berusaha bertahan di tengah hujan, tetapi akhirnya terpaksa berhenti dan berlari pulang. Medali yang diberikan oleh Nenek Maya hilang di tengah badai, dan Arif merasa kehilangan besar.

Ketika hujan reda, Arif mencari medali itu di sekitar tempat dia menari, tetapi tidak menemukannya. Ia merasa putus asa dan khawatir. Tanpa medali itu, ia merasa kehilangan koneksi dengan semesta dan semangat menarinya.

Keesokan paginya, Arif mendatangi rumah Nenek Maya untuk meminta nasihat. Nenek Maya mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian memberinya nasihat bijak.

"Kadang-kadang, kita kehilangan sesuatu yang berharga untuk mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati bukanlah pada benda, tetapi pada diri kita sendiri," kata Nenek Maya. "Medali itu hanyalah simbol, Arif. Yang penting adalah bagaimana kamu merasa terhubung dengan semesta dan dirimu sendiri."

Arif merenung sejenak. Ia menyadari bahwa meskipun medali itu hilang, semangat menarinya tidak perlu bergantung pada benda fisik. Ia kembali ke tempat di mana dia biasanya menari dan mulai bergerak dengan lembut di bawah langit yang cerah.

Ternyata, meskipun medali itu hilang, Arif merasa bahwa tarian dan koneksinya dengan bintang-bintang masih ada dalam dirinya. Ia tidak perlu medali untuk merasa terhubung dengan semesta. Semangat menarinya kembali, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Ia terus menari di bawah bintang-bintang, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang-orang di sekelilingnya yang mulai merasakan keajaiban dalam tarian Arif.

Dengan waktu, Arif belajar untuk menerima bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada benda, tetapi pada keyakinan dan semangat yang ada dalam diri kita. Tarian Arif menjadi simbol harapan dan inspirasi bagi desa kecilnya, dan dia merasa bahwa dia telah menemukan kembali jiwanya melalui tarian dan koneksi yang lebih dalam dengan alam semesta.

Malam-malam di desa kini dipenuhi dengan keindahan tarian Arif, dan bintang-bintang tampak lebih bersinar terang. Arif menyadari bahwa meskipun hidupnya dipenuhi dengan kehilangan dan tantangan, ada keindahan yang selalu bisa ditemukan jika kita tahu di mana mencarinya.

Dan di bawah bintang-bintang yang bersinar cerah, Arif menari dengan semangat yang baru, berbicara dengan alam semesta melalui setiap gerakan, dan merayakan keajaiban hidup yang selalu ada di balik jendela malam.

Sumbawa, 20 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun