Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah salah satu mahasiswi semester akhir. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra yang memiliki nilai moral tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Di Balik Tirai Waktu

17 September 2024   13:49 Diperbarui: 17 September 2024   14:07 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau dan hutan yang lebat, hiduplah seorang wanita tua bernama Nyai Sari. Selama bertahun-tahun, dia dikenal sebagai penjaga tradisi dan cerita rakyat desa. Rumahnya yang sederhana, dengan dinding dari anyaman bambu dan atap dari daun rumbia, menyimpan banyak rahasia dan kenangan. Namun, di balik tirai waktu yang menutupinya, ada sebuah misteri yang belum pernah dipecahkan.

Suatu sore, saat matahari mulai meredupkan cahayanya, seorang pemuda bernama Raka datang ke rumah Nyai Sari. Raka adalah seorang jurnalis muda yang bekerja untuk sebuah surat kabar di kota besar. Ia datang dengan maksud khusus: mencari cerita tentang masa lalu desa untuk sebuah artikel yang ia tulis. Sesampainya di rumah Nyai Sari, Raka disambut dengan keramahan yang hangat.

"Selamat datang, Nak. Apa yang bisa Nyai bantu?" tanya Nyai Sari dengan senyum ramah.

Raka memperkenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan kedatangannya. Nyai Sari mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu berkata, "Baiklah, Nak. Ada banyak cerita di desa ini, tapi ada satu yang paling sering dicari orang: kisah tentang seorang gadis yang hilang di masa lalu."

Raka terkejut. "Gadis yang hilang? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

Nyai Sari menghela napas panjang. "Cerita ini telah lama menjadi legenda di sini. Konon, gadis itu adalah putri seorang kepala desa yang sangat cantik dan baik hati. Suatu malam, dia menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu, tidak ada yang tahu apa yang terjadi padanya."

Raka mencatat dengan serius. "Apakah ada petunjuk atau rumor tentang di mana dia bisa berada?"

Nyai Sari menggeleng. "Hanya satu benda yang tersisa: sebuah kalung perak yang ditemukan di dekat tempat dia terakhir kali terlihat. Kalung itu sekarang disimpan di rumah duka desa."

Raka memutuskan untuk mengunjungi rumah duka desa. Di sana, dia bertemu dengan seorang pria tua bernama Pak Amir, yang menjaga benda-benda bersejarah desa. Pak Amir mengambil kalung perak dari dalam kotak kayu yang usang dan memberikannya kepada Raka.

Kalung itu sederhana, dengan desain yang elegan dan sebuah liontin kecil berbentuk hati. Raka merasakan ada sesuatu yang aneh tentang kalung itu, sesuatu yang membuat hatinya berdebar lebih cepat.

"Kalung ini adalah barang terakhir yang ditemukan," kata Pak Amir. "Namun, tidak ada yang tahu bagaimana hubungannya dengan gadis yang hilang."

Malam itu, Raka kembali ke rumah Nyai Sari. Dia duduk di beranda sambil memikirkan kalung tersebut. Dia merasa seperti kalung itu memiliki cerita yang belum terungkap. Raka memutuskan untuk tidur di rumah Nyai Sari dan melanjutkan pencariannya keesokan harinya.

Di malam yang gelap dan tenang, Raka terbangun karena suara lembut yang sepertinya datang dari luar. Ia keluar dari kamar dan menuju ke halaman. Di sana, di bawah cahaya bulan purnama, dia melihat sosok seorang wanita muda yang berdiri di antara pohon-pohon besar. Wanita itu mengenakan gaun putih dan terlihat sangat cantik. Matanya yang cerah memandang ke arah Raka.

Dengan hati berdebar, Raka mendekati sosok itu. "Siapa kamu?" tanyanya dengan suara bergetar.

Wanita itu tersenyum lembut. "Aku adalah gadis yang hilang. Namaku Laila."

Raka terkejut dan tidak percaya. "Tapi... bagaimana mungkin? Semua orang mengira kamu sudah lama hilang."

Laila mengangguk. "Aku memang hilang dari pandangan manusia, tapi tidak dari pandangan waktu. Aku berada di dimensi lain, di mana waktu tidak bergerak seperti di dunia ini."

Raka merasa bingung. "Apa maksudmu dengan dimensi lain?"

Laila menjelaskan bahwa dia dan keluarganya telah menjadi korban sebuah kutukan kuno yang membuat mereka terjebak di sebuah dunia paralel. Kalung perak itu adalah kunci untuk membebaskan mereka. Namun, hanya seseorang dengan niat baik yang dapat memecahkan kutukan tersebut.

Raka merasa tergerak untuk membantu Laila. "Apa yang harus aku lakukan?"

Laila memberikan petunjuk tentang ritual kuno yang harus dilakukan di sebuah tempat yang disebut "Taman Kuno," sebuah lokasi tersembunyi di dalam hutan. Raka memutuskan untuk mengikuti petunjuk tersebut.

Keesokan paginya, Raka memasuki hutan dengan penuh semangat. Dia mengikuti arahan yang diberikan oleh Laila dan akhirnya tiba di Taman Kuno, sebuah tempat yang dipenuhi dengan bunga-bunga langka dan pohon-pohon besar. Di tengah taman, ada sebuah altar batu dengan ukiran yang rumit.

Raka menempatkan kalung perak di atas altar dan mengikuti ritual yang telah dijelaskan. Setelah beberapa saat, langit di atas taman berubah menjadi cemerlang, dan suara angin yang lembut menyapu seluruh area. Di hadapannya, muncul sosok Laila yang kini terlihat lebih bersinar.

Laila mengungkapkan rasa terima kasihnya dan memberitahu Raka bahwa kutukan telah dihapus. "Sekarang aku dan keluargaku bisa kembali ke dunia ini. Terima kasih atas bantuanmu."

Dengan itu, Laila menghilang bersama dengan keluarganya. Raka merasa lega dan puas karena telah menyelesaikan misi tersebut. Dia kembali ke desa dengan membawa cerita yang menakjubkan.

Artikel yang ditulis Raka menjadi salah satu artikel yang paling banyak dibaca dan dibicarakan. Cerita tentang Laila dan kutukan kuno menjadi legenda baru di desa dan melengkapi kekayaan cerita rakyat yang sudah ada. Nyai Sari bangga dengan pencapaian Raka dan merasa senang bahwa misteri lama akhirnya terpecahkan.

Dan di desa kecil itu, kehidupan berlanjut seperti biasa, tetapi dengan cerita baru yang mengingatkan semua orang bahwa di balik tirai waktu, ada keajaiban dan rahasia yang menunggu untuk ditemukan.

Sumbawa, 17 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun