Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Detik Perjalanan Yang Menguras Emosi

15 September 2024   11:09 Diperbarui: 15 September 2024   15:15 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arman mengerutkan kening, merasa bingung dengan jawaban itu, tetapi ia memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Bus terus melaju, melewati hutan lebat, lembah, dan bukit yang indah. Namun, semakin lama perjalanan, pemandangan di luar jendela mulai berubah. Langit yang tadinya biru berubah kelabu, dan jalanan menjadi semakin sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya tanah kosong dan pepohonan kering yang berdiri tanpa daun.

Setelah beberapa jam, bus berhenti di sebuah tempat yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Di luar jendela, yang terlihat hanyalah kabut tebal yang menutupi segalanya. Pengemudi bus memberi isyarat agar semua penumpang turun. Tanpa berkata apa-apa, semua orang turun satu per satu. Arman mengikuti mereka, merasa seolah-olah dia sedang melangkah ke dunia lain.

Di tengah kabut, tampak sebuah bangunan besar yang tampak tua dan angker. Tak ada tanda-tanda kehidupan, namun ada sesuatu yang menarik Arman untuk mendekatinya. Dengan langkah hati-hati, ia berjalan mendekati bangunan itu bersama para peserta lainnya. Ketika pintu besar bangunan itu terbuka, mereka masuk satu per satu.

Di dalam, suasananya lebih aneh lagi. Bangunan itu tampak seperti campuran antara kastil kuno dan labirin. Dinding-dindingnya terbuat dari batu dingin, dan lantainya berderak di setiap langkah. Di tengah aula besar, seorang pria berjubah hitam berdiri, menunggu kedatangan mereka.

"Selamat datang," katanya dengan suara rendah. "Perjalanan kalian baru saja dimulai."

Arman merasakan getaran aneh merambat di tulang punggungnya. Ia melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa bangunan ini lebih dari sekadar bangunan biasa. Ada sesuatu yang gaib di dalamnya, sesuatu yang menguji batas-batas kenyataan.

"Perjalanan ini bukan perjalanan fisik, tapi perjalanan batin. Setiap dari kalian akan diuji. Kalian akan menghadapi ketakutan terdalam kalian, harapan kalian, dan mungkin... masa lalu kalian."

Arman menelan ludah. Ia tak sepenuhnya memahami maksud pria itu, tetapi ia merasa bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. Pria berjubah itu kemudian memberi isyarat kepada mereka untuk memulai perjalanan masing-masing. Setiap orang akan berjalan sendirian, menelusuri labirin yang tak terlihat ujungnya.

Ketika Arman melangkah masuk ke salah satu koridor, ia merasa seolah-olah ruang di sekitarnya berubah. Dinding-dinding batu yang tadinya ada, perlahan menghilang, dan di hadapannya, terbentang sebuah pemandangan yang sangat akrab. Itu adalah rumahnya, tempat ia tumbuh besar.

Dengan hati-hati, ia melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Di sana, ia melihat sosok ayahnya yang duduk di kursi tua, membacakan cerita untuknya. Suara ayahnya terdengar begitu nyata, begitu hangat. Namun, Arman tahu ini hanya bayangan. Ayahnya sudah lama tiada.

"Kenapa kau pergi?" bisik Arman, hatinya dipenuhi dengan rasa rindu yang tak terucapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun