Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perbedaan Bukan Alasan untuk Bersatu

2 September 2024   14:30 Diperbarui: 2 September 2024   14:30 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit malam itu memancarkan warna biru pekat, seolah-olah memeluk semua yang ada di bawahnya dengan kehangatan yang tak terucapkan. Hanya ada sedikit bintang yang berkelip, seperti titik-titik cahaya yang berusaha bertahan di tengah gelapnya malam. Di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian kota, seorang pemuda berdiri di tepi danau, menatap langit dengan pikiran yang melayang-layang.

Namanya adalah Raka, seorang petani muda yang hidup sendirian di gubuk kecil peninggalan orang tuanya. Sejak kecil, Raka terbiasa dengan kehidupan yang sederhana. Pagi-pagi sekali, dia akan bangun, menggembalakan sapi-sapinya ke padang rumput, kemudian mengurus sawah yang ditinggalkan ayahnya. Raka adalah tipe orang yang menikmati kesendirian, namun dalam hati kecilnya, dia merindukan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas hariannya yang sunyi.

Malam itu, Raka merasa ada yang berbeda di dalam dirinya. Dia merasakan kegelisahan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Seolah ada sesuatu yang menunggu di luar sana, sesuatu yang menantinya untuk ditemui. Raka menatap jauh ke arah danau yang tenang, permukaannya memantulkan cahaya bulan yang pucat. Dia tidak tahu mengapa, tapi ada dorongan kuat dalam dirinya untuk meninggalkan desa kecilnya dan menjelajah ke tempat yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya.

Pikiran itu menghantuinya sepanjang malam. Ketika pagi menjelang, Raka memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tak pernah dia lakukan sebelumnya---dia akan meninggalkan desa itu. Dengan hati yang penuh keraguan namun juga semangat, Raka mengemasi beberapa barang ke dalam ranselnya. Dia tidak tahu ke mana dia akan pergi, tapi satu hal yang pasti, dia tidak akan kembali dalam waktu dekat.

Langkah Raka membawanya ke jalan setapak yang belum pernah dia lewati sebelumnya. Jalan itu berliku, menembus hutan-hutan kecil, naik-turun bukit, dan melewati padang rumput yang luas. Sepanjang perjalanan, Raka bertemu dengan berbagai macam orang yang juga sedang dalam perjalanan mereka sendiri. Beberapa dari mereka adalah pedagang, beberapa lagi adalah pengembara seperti dirinya. Mereka semua memiliki cerita mereka sendiri, dan Raka merasa hidupnya semakin kaya dengan setiap kisah yang dia dengar.

Pada suatu malam, ketika Raka sedang beristirahat di bawah sebuah pohon besar, dia bertemu dengan seorang gadis bernama Laila. Laila adalah seorang pengembara, sama seperti Raka, tapi dia memiliki tujuan yang jelas. Dia sedang mencari sebuah desa yang konon tersembunyi di balik pegunungan, sebuah desa yang menurut legenda, adalah tempat di mana langit dan bumi bertemu.

"Apa yang kau cari di sana?" tanya Raka ketika Laila menceritakan tujuannya.

"Aku tidak tahu," jawab Laila dengan senyum yang misterius. "Tapi aku merasa seperti aku harus menemukannya. Mungkin di sana, aku akan menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang ada di dalam hatiku."

Raka merasa ada kemiripan antara dirinya dan Laila. Keduanya sedang mencari sesuatu, meskipun mereka tidak tahu pasti apa yang mereka cari. Karena itu, Raka memutuskan untuk bergabung dengan Laila dalam pencariannya. Mereka berdua melanjutkan perjalanan bersama, menelusuri jalan-jalan setapak, mendaki bukit-bukit terjal, dan melewati lembah-lembah yang sunyi.

Hari demi hari berlalu, dan Raka semakin merasa bahwa perjalanannya bukan hanya tentang mencari desa tersembunyi itu, tapi juga tentang menemukan dirinya sendiri. Setiap langkah yang dia ambil, setiap pemandangan indah yang dia lihat, dan setiap percakapan dengan Laila membuatnya semakin sadar bahwa dunia ini begitu luas dan penuh dengan keajaiban.

Namun, semakin mereka mendekati pegunungan yang menjadi tujuan mereka, semakin sulit perjalanan yang harus mereka tempuh. Jalannya semakin sempit dan berbatu, dan cuaca semakin dingin. Raka dan Laila sering kali harus berhenti untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga. Namun, meskipun perjalanan itu berat, mereka tidak pernah menyerah.

Suatu malam, setelah melewati hari yang sangat melelahkan, Raka dan Laila duduk di tepi sebuah sungai kecil yang mengalir dari pegunungan. Mereka menyalakan api unggun untuk menghangatkan diri dan memasak makanan sederhana dari bekal yang mereka bawa. Angin malam bertiup lembut, membawa aroma segar dari hutan sekitar.

"Apa yang akan kau lakukan jika kita tidak menemukan desa itu?" tanya Raka tiba-tiba, memecah keheningan.

Laila terdiam sejenak sebelum menjawab. "Aku tidak tahu, mungkin aku akan terus berjalan sampai aku menemukannya, atau sampai aku menemukan sesuatu yang lain. Bagiku, perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan desa itu, tapi juga tentang menemukan diriku sendiri."

Jawaban Laila membuat Raka merenung. Selama ini, dia selalu merasa bahwa dia sedang mencari sesuatu, tapi dia tidak tahu apa itu. Mungkin, seperti Laila, dia juga sedang mencari jati dirinya. Perjalanan ini telah memberinya banyak pelajaran, tetapi dia masih merasa ada yang belum lengkap.

Malam itu, ketika Raka berbaring di bawah langit yang dipenuhi bintang, dia memikirkan tentang semua yang telah dia alami. Dia menyadari bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan, dan setiap orang memiliki jalannya sendiri-sendiri. Tidak peduli ke mana jalan itu akan membawa, yang terpenting adalah bagaimana kita menjalaninya.

Hari berikutnya, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke arah puncak gunung. Semakin tinggi mereka mendaki, semakin sulit jalannya. Udara semakin tipis, dan suhu semakin dingin. Namun, semangat mereka tetap menyala, karena mereka tahu bahwa mereka semakin dekat dengan tujuan mereka.

Setelah berhari-hari mendaki, mereka akhirnya mencapai sebuah dataran tinggi yang luas. Di depan mereka, terbentang sebuah lembah yang dikelilingi oleh puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi. Di tengah lembah itu, terlihat sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh ladang-ladang hijau dan sungai yang berkelok-kelok.

Laila dan Raka saling berpandangan dengan rasa tidak percaya. Mereka akhirnya menemukan desa yang mereka cari. Dengan semangat yang baru, mereka bergegas turun ke lembah dan memasuki desa tersebut.

Desa itu tampak sangat tenang, dengan penduduk yang ramah dan suasana yang damai. Rumah-rumah di sana dibangun dari kayu dan batu, dengan atap jerami yang tebal. Di tengah desa, terdapat sebuah kuil tua yang dikelilingi oleh pepohonan besar. Penduduk desa menyambut mereka dengan hangat dan memperlakukan mereka seperti tamu istimewa.

Selama tinggal di desa itu, Raka dan Laila merasa seolah-olah mereka telah menemukan surga di bumi. Desa itu penuh dengan keindahan alam dan ketenangan yang tidak pernah mereka temukan di tempat lain. Setiap hari, mereka berjalan-jalan di sekitar desa, menikmati pemandangan yang luar biasa dan berinteraksi dengan penduduk setempat.

Namun, setelah beberapa hari tinggal di sana, Raka mulai merasa gelisah. Meskipun desa itu sangat indah dan damai, dia merasa bahwa dia belum menemukan apa yang sebenarnya dia cari. Perasaan itu semakin kuat setiap hari, hingga akhirnya dia tidak bisa lagi menahannya.

Suatu malam, Raka memutuskan untuk berbicara dengan Laila. "Laila, aku merasa ada yang tidak beres. Meskipun kita telah menemukan desa ini, aku masih merasa kosong di dalam. Aku pikir, desa ini bukanlah jawaban dari apa yang kita cari."

Laila terkejut mendengar kata-kata Raka. Dia sendiri merasa bahagia berada di desa itu, tapi dia juga memahami perasaan Raka. "Mungkin kau benar, Raka," kata Laila pelan. "Mungkin desa ini bukanlah tujuan akhir kita. Mungkin perjalanan kita belum selesai."

Mendengar jawaban Laila, Raka merasa sedikit lega. Dia tidak sendirian dalam perasaan ini. Mereka berdua tahu bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan mereka, meskipun mereka belum tahu ke mana.

Pagi berikutnya, Raka dan Laila berpamitan dengan penduduk desa. Mereka berterima kasih atas keramahan dan kebaikan yang mereka terima selama tinggal di sana. Penduduk desa memberkati mereka dan mendoakan keselamatan mereka dalam perjalanan selanjutnya.

Raka dan Laila melanjutkan perjalanan mereka, kali ini tanpa tujuan yang jelas. Mereka hanya mengikuti insting mereka, membiarkan langkah-langkah mereka membawa mereka ke mana pun jalan itu akan berakhir. Perjalanan itu tidak mudah, tetapi mereka tidak merasa takut atau ragu. Mereka tahu bahwa mereka sedang mencari sesuatu yang lebih besar dari sekadar sebuah desa tersembunyi.

Perjalanan mereka membawa mereka melewati padang rumput yang luas, hutan-hutan lebat, dan pegunungan yang menjulang tinggi. Mereka bertemu dengan banyak orang di sepanjang jalan, masing-masing dengan kisah hidup mereka sendiri. Setiap pertemuan memberi mereka wawasan baru tentang kehidupan dan memperkaya perjalanan mereka.

Selama perjalanan itu, Raka dan Laila menjadi semakin dekat satu sama lain. Mereka berbagi mimpi, harapan, dan ketakutan mereka. Mereka saling menguatkan ketika salah satu dari mereka merasa lelah atau putus asa. Mereka tahu bahwa mereka telah menjadi lebih dari sekadar teman perjalanan---mereka telah menjadi sahabat sejati.

Namun, meskipun mereka telah menemukan banyak hal dalam perjalanan mereka, Raka masih merasa ada sesuatu yang kurang. Dia masih merasa ada yang belum dia temukan, sesuatu yang dia tahu sangat penting untuk dirinya.

Suatu hari, ketika mereka sedang berjalan di sepanjang pantai yang sepi, Raka berhenti dan menatap laut yang luas. Ombak berdebur lembut di pantai, menciptakan suara yang menenangkan. Angin laut bertiup lembut, membawa aroma garam dan kebebasan.

"Laila," kata Raka tiba-tiba, "aku pikir aku sudah tahu apa yang selama ini aku cari."

Laila menatap Raka dengan penuh perhatian. "Apa itu, Raka?"

"Aku mencari kedamaian dalam diriku sendiri," kata Raka dengan suara yang tenang. "Selama ini, aku selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku. Aku pikir dengan menemukan tempat atau orang tertentu, aku akan menemukan kedamaian itu. Tapi sekarang aku menyadari bahwa kedamaian itu bukan berasal dari luar, tapi dari dalam diriku sendiri."

Laila tersenyum mendengar kata-kata Raka. Dia tahu bahwa Raka telah menemukan jawabannya. "Kau benar, Raka," kata Laila. "Kedamaian sejati hanya bisa ditemukan di dalam diri kita sendiri. Tidak peduli ke mana kita pergi atau apa yang kita temukan, pada akhirnya, kita harus berdamai dengan diri kita sendiri."

Raka mengangguk, merasa beban berat di hatinya perlahan menghilang. Dia merasa lebih ringan, lebih bebas, dan lebih bahagia daripada sebelumnya. Dia tahu bahwa perjalanannya belum berakhir, tetapi dia sekarang memiliki panduan yang jelas untuk melanjutkan hidupnya.

Malam itu, Raka dan Laila duduk di tepi pantai, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Di bawah langit yang sama, mereka berdua merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui, dan perjalanan yang masih akan mereka tempuh.

Mereka tahu bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang tak pernah berhenti. Selalu ada hal baru untuk ditemukan, pelajaran baru untuk dipelajari, dan tantangan baru untuk dihadapi. Tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak perlu takut atau khawatir, karena mereka telah menemukan kedamaian dalam diri mereka sendiri.

Di bawah langit yang sama, Raka dan Laila duduk dalam keheningan, merasa bersyukur atas segala sesuatu yang telah mereka temukan dalam perjalanan mereka. Mereka tahu bahwa selama mereka memiliki kedamaian dalam hati mereka, mereka akan selalu menemukan jalan, ke mana pun mereka pergi.

Dan dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan mereka, menuju cakrawala yang tak berujung, di bawah langit yang selalu menyertai mereka.

Sumbawa, 2 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun