Lagi-lagi pembahasan ini yang menjadi topik utama dan menyita pikiran saya akhir-akhir ini. Itulah mengapa saya menuangkannya pada tulisan. Karena hanya ini media yang menurut saya paling tepat untuk menyuarakan aspirasi. Panggung politik memang sarat akan provokasi dan isu-isu yang berkembang. Tak pelak isu, yang bahkan menjurus ke fitnah ditelan mentah-mentah oleh masyarakat. Mengapa? Padahal masyarakat Indonesia rata-rata punya akal dan berpendidikan tinggi.
Saya memang orang bodoh yang tidak paham benar soal politik. Tapi saya punya mata, hati, dan pikiran untuk melihat seberapa besar kemajuan pembangunan, infrastruktur, dan transportasi massal di ibukota semenjak Jokowi - Ahok - Djarot menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.Â
Sebagai warga pinggiran Jakarta yang menikmati hasil kerja keras Ahok selama ini, saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tentang hasil quick count Pilkada DKI 2017. Bagaimana bisa, sebuah ras dan agama dijadikan topik yang mampu "memborbardir" pikiran warga Jakarta. Hasil pembangunan dengan nilai yang sangat baik selama pemerintahan Jokowi ke Ahok sebagai Gubernur DKI seolah tertutupi oleh "kabut" bertemakan RAS dan AGAMA.Â
Kita ambil contoh siapapun yang menjabat sebagai Gubernur DKI belum ada yang berani untuk merapikan kawasan Tanah Abang (saat itu jabatan Gubernur masih dipegang oleh Jokowi dan Ahok menduduki posisi sebagai Wakil Gubernur). Apakah ini bukan sebuah prestasi?
Berbicara mengenai prostitusi, Kalijodo kini sudah berubah fungsi menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Anda tahu berapa banyak Ahok harus berhadapan dengan preman-preman penguasa Kalijodo? Tapi si kafir ini yang akhirnya mampu menyulap kawasan prostitusi menjadi "taman kota". Lagi-lagi saya menyebutnya, apakah ini bukan sebuah prestasi?
Salam,
- Kaum minoritas, Chinese Muslim di Indonesia
- Warga Bekasi yang tidak punya hak pilih
- Barisan patah hati