Mohon tunggu...
marisa diahsetiyawati
marisa diahsetiyawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Fight limitations

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Integrasi Antar Masyarakat dalam Agama Islam terhadap Tradisi dan Budaya di Jawa Tengah

24 Juni 2019   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2019   11:18 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Budaya menurut para ahli yang dijabarkan dari bahasa sansekerta yaitu Budhayyah yang berarti akal, sebab budaya hanya dapat dilalui melalui kemampuan akal yang sehat dan memiliki tingkatan yang tinggi yang hanya dimiliki oleh manusia. (wikipedia.com)

Berdasarkan sejarah Indonesia memiliki berbagai keberagaman yang sudah dikenal oleh siapa saja baik itu kultur budaya yang bervariasi yang ada disetiap daerah maupun keberagaman agama yang dianut oleh setiap warga masyarakat Indonesia. 

Setiap agama juga memiliki kebudayaannya msing-masing baik itu Islam, Hindu, Budha dan agama lainnya. Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budhalah yang masuk pertama kali di wilayah Indonesia sejak abad kedua dan keempat Masehi, setelah itu barulah Islam masuk setelah beberapa abad kemudian yang berasal dari India pada abad ke 14 Masehi. 

Sebelum memasuki fase kebudayaan di masa Islam memiliki dua karakteristik budaya Jawa yang dijajaki sebelumnya yakni kebudayaan pra hindu-budha dan kebudayaan pada masa Hindu-Budha, yang mana pada masa itu menurut beberapa sumber sejarah menjelaskan bahwa menganut sistem religi yakni Animisme dan Dinamisme sebab masyarakat percaya akan adanya sesuatu hal ghaib yang ada di dalam benda-benda yang dipercayai didalamnya memiliki roh yang memiliki kekuatan mistis . 

Pada masa itulah masyarakat Jawa dikenal dengan sebutan masyarakat kejawen yang sudah jarang dan bahkan sudah dikatakan hampir tidak ada di era sekarang (Simuh,1996: 110).

Setelah itu menyusul kebudayaan Islam yang sudah mulai memasuki ke wilayah di berbagai daerah terutama pulau Jawa, perlu diketahui bahwa didalam masyarakat Jawa terkenal dengan adat istiadat dan budayanya yang khas dan kental dan tidak hanya itu masyarakat jawa memiliki sifat khasnya yaitu menghargai terhadap sesuatu yang telah berjasa bagi masyarakat meskipun orang yang berjasa tersebut telah meninggal dunia tetap saja diingat akan jasanya dan dihargai oleh masyarakatnya sampai kapanpun. 

Dan tidak berhenti disitu, salah satu wujud yang dilakukan oleh masyarakat Jawa kepada orang yang sudah meninggal dengan menziarahi kubur dengan mendoakan kepada arwah yang meninggal agar mendapat ampunan oleh yang Maha Kuasa dan adanya kesadaran masyarakat untuk merawat makam dengan menjaga dan bersihkan dari berbagai suatu hal yang mengotorinya.

Bagi masyarakat Jawa menziarahi kubur merupakan salah satu dari berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat jawa sendiri meskipun ada juga pihak yang datang dengan maksud dan tujuan yang tidak semestinya yaitu seperti memohon kekayaan yang melimpah serta meminta keberuntungan pada orang yang meninggal untuk kepentingan pribadi, hal tersebut merupakan pengaruh Jawa-Hindu di masa lalu yang kini budaya tersebut mulai menghilang sebab dipengaruhi adanya rasionalitas dalam diri manusia yang mampu menalar akan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. 

Dalam Islam perilaku tersebut merupakan hal yang musyrik sebab menduakan Allah SWT terhadap makhluk yang sudah meninggal dunia.
Contoh di salah satu desa yang ada di Magelang Jawa Tengah masih kental dengan tradisi jawanya  yang masih lestari hingga saat ini yakni seperti slametan, slametan sendiri memiliki beberapa perbedaan diantaranya slametan mitoni, slametan kendaraan baru,slametan pengantin baru dan yang lainnya.  

Ada juga kegiatan keagamaan yang disebut dengan yasinan yang dilakukan oleh seluruh warga dengan berkumpul disuatu tempat atau rumah yang bersangakutan untuk mendoakan orang dari sanak keluarganya yang meninggal dunia. Hal tersebut dilakukan oleh sanak keluarga yang baru saja meninggal maupun yang sudah lama meninggal dengan hari-hari yang sudah dihitung sejak meninggal dunia seperti, nyatus (seratus hari), dan nyewu (seribu hari) setelah itu dilanjut dengan yasinan bergilir dengan warga lainnya dengan nomaden dari tempat satu ke tempat lainnya..

Tradisi jawa yang masih eksis hingga sekarang masih tetap ada yaitu nyadran yang dalam bahasa sanksekerta "Sraddha" yang artinya keyakinan. Adapula yang menafsirkan ( Sadran= Ruwah, syakban) bahwa dalam bahasa sehari-hari lidah orang jawa memiliki ciri khas yang cenderung medhok dan mendapat imbuhan dalam pelafalannya seperti sadran menjadi nyadran, yang dimaknai oleh masyarakat dengan Sudra (orang awam) maksudnya yaitu berkumpul dengan orang awam yang mengingatkan kepada kita bahwa pada hakikatnya manusia itu sama. 

Nyadran yang disini dilakukan oleh warga pada saat menyambut bulan Ramadhan, ada juga yang melakukan nyadran pada setiap hari ke-10 bulan rajab dan pada saat datangnya bulan Sya'ban dengan menyediakan berupa kenduri slametan, pembersihan di area makam, dengan mendoakan roh yang telah meninggal dunia di area sekitar makam, dan ada juga yang memberikan makanan berupa masakan kepada orang yang lebih tua seperti kakek,orang tua dan kakak setelah nyadran selesai. Hal tersebut merupakan perpaduan antara agama dengan budaya jawa dilihat sodaqoh dan juga untuk mempererat silaturahmi antar keluarga.

Adapula tradisi mitoni (tujuh hari) yang berawal dari kata dari bahasa Jawa Mitu atau pitu yang artinya tujuh. Dan dijabarkan lebih luas oleh masyarakat arti pitulung atau pitulungan yang artinya pertolongan. Jadi maksud dari tradisi karena masyarakat meyakini bahwa di usia kandungan tujuh bulan kita sebagai manusia untuk terus meminta pertolongan kepada Allah SWT untuk keselamatan untu bayi dan ibu bayi. 

Di wilayah Magelang masih lestari hingga saat ini, tradisi ini tergolong dengan tradisi slametan lainnya akan tetapi lebih spesifiknya dikhususkan untuk ibu hamil pada usia tujuh bulan didalam kandungan. 

Maksud dari tradisi ini yakni sebagai bentuk doa agar diberi keselamatan untuk ibu bayi dan bayi dalam kandungan agar selamat dan dilancarkan dalam proses babaran dalam istilah jawa yang artinya melahirkan. 

Sebab, dalam usia tujuh bulan si jabang bayi sudah mulai mempersiapkan diri untuk lahir kedunia. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat dengan mengundang warga untuk diminta datang kerumah dan mendoakan sebagai bentuk slametan untuk si jabang bayi. 

Adanya mitoni tidak bisa dilakukan kapan saja melainkan di waktu tujuh bulan saja, budaya ini dilakukan pada waktu tertentu saja dalam arti tergantung ada tidaknya ibu hamil yang ada di daerah tersebut.

Menarik kesimpulan dari penjabaran diatas menandakan bahwa orang Jawa  masih tetap melestarikan kebudayaan Islam terutama diwilayah Magelang Jawa Tengah meskipun caranya terdapat perbedaan dengan wilayah yang lain, akan tetapi masih tetap melestarikan kebudayaan Islam Jawanya yang masih kental yang dilakukan oleh masyarakatnya berupa Slametan, Mitoni dan yang lainnya. 

Dari kebudayaan tersebut memiliki simbol atau makna tertentu untuk meminta keselamatan untuk umat manusia kepada Allah SWT dan juga mempererat silaturahmi antar sesama warga. Jadi, hubungan antara Islam dengan budaya jawa masih sangat erat hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun