Pak Hadi tersenyum. Ia menawarkan Rahayu kesempatan untuk menjual teh langsung ke pasar dengan bantuan modal darinya. Awalnya, Rahayu ragu. Tetapi, dorongan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya membuatnya berani mencoba.
Dengan modal yang diberikan Pak Hadi, Rahayu mulai belajar tentang cara mengolah dan mengemas teh. Ia bekerja siang dan malam, tidak hanya di ladang tetapi juga di dapur kecilnya. Teh yang ia buat mulai dikenal karena kualitasnya yang baik dan kemasan sederhana tetapi menarik.
Dalam waktu setahun, Rahayu berhasil mendapatkan pelanggan tetap di pasar desa. Pendapatannya meningkat, dan ia bisa menyimpan sebagian untuk masa depan anak-anaknya.
Dewi akhirnya mendapatkan sepatu baru, dan Bayu bisa makan makanan bergizi. Rahayu juga mulai memikirkan untuk merenovasi rumah kecilnya yang selama ini sering bocor saat hujan.
Kini, Rahayu tidak lagi bekerja sebagai buruh pemetik teh. Ia memiliki usaha sendiri, yang meskipun sederhana, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Anak-anaknya tumbuh dengan penuh cinta dan rasa syukur, karena mereka tahu semua yang mereka miliki adalah hasil dari jerih dan peluh ibunya.
Suatu malam, ketika mereka duduk bersama di teras rumah, Dewi memeluk ibunya dan berkata, "Bu, aku ingin jadi seperti Ibu ketika besar nanti. Ibu adalah pahlawan terbaik di hidupku."
Air mata Rahayu mengalir. Baginya, semua jerih payahnya sepadan ketika ia melihat senyuman bahagia di wajah anak-anaknya.
Sumbawa, 22 Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H