Respon Yohanes Pembaptis yang melonjak kegirangan menjadi gambaran bahwa sukacita sedang ada di antara Maria dan Elisabet. Sebagaimana Daud menari-nari di depan Tabut Perjanjian (2 Sam 6:10-11), begitupun Yohanes Pembaptis yang melonjak kegirangan karena berada di depan Yesus yang masih berada dalam perut Maria (Cat: dalam teologi, Maria dikatakan sebagai Tabut Perjanjian Baru). Dalam nada sukacita yang sama pula, Elisabet mengungkapkan kebahagiaanya karena Maria membawa dalam kandungannya seorang Anak yang terberkati, seorang Anak yang membawa sukacita dan damai sejahtera.
Jadi, Yesus adalah Sang Raja Damai. Yesus disebut Raja Damai, karena Dia memberikan sukacita kepada semua makhluk. Kehadiran-Nya di tengah dunia adalah untuk membawa kita kepada keselamatan. Dialah yang dinubuatkan oleh para nabi, termasuk nabi Mikha. Di dunia ini, hanya dua orang  yang kedatangannya sudah diramalkan sejak dahulu, sejak manusia jatuh dalam dosa, dan kedatangan mereka kembali diperkuat oleh ramalan para nabi. Dua orang itu adalah Yesus dan Maria. Dan ramalan itu tepat mengarah kepada Yesus dan Maria!
Dari bacaan suci hari ini, kita dapat menarik pesan yang bisa kita bawa pulang. Pertama, dari bacaan pertama, kita telah melihat bahwa nubuat Mikha tentang kehadiran seorang Raja Damai, lahir ketika Israel sedang menghadapi kesulitan hidup yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa di tengh tantangan hidup dan keadaan yang tampak tidak menguntungkan, Tuhan selalu memiliki rencana yang lebih besar. Pengharapan kita bukan hanya kepada keadaan dunia ini, tetapi kepada Tuhan yang menyatakan kuasa-Nya melalui seorang Raja yang rendah hati dan penuh kasih.
Kedua, dari kisah pertemuan antara Maria dan Elisabet, tergambar adanya sukacita yang lahir di antara keduanya. Namun, sukacita tersebut ada karena satu sosok, yakni Yesus. Hal ini menggambarkan bahwa keberadaan Yesus dalam hidup kita membawa kedamaian yang melampaui segala pemahaman. Dan, sukacita yang datang dari Allah dan oleh karena Allah, merupakan sebuah rahmat dalam hidup. Artinya, untuk bisa merasakan sukacita Allah, orang tersebut harus hidup di dalam Allah terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H