"Biar bapa, mama sengaja tadi, supaya temannya bapa tadi tahu kalau jam dua belas siang itu jam sembahyang untuk kita yang Katolik", mama Ita menimpali keluhan bapa Rinus sampil berjalan untuk meniup lilin yang bernyala.
"Ia mama, bapa tahu. Tapi jangan teriak seperti tadi. Masalahnya, tadi kami lagi bicara serius", bapa Rinus mencoba membela diri.
"Olee bapa.. Bapa bicara serius apa sejak jam setengah sebelas? Harusnya, biarpun bapa bicara serius lewat telepon, Â bapa wajib beritahu ke teman bapa kalau jam enam pagi dan sore, jam dua belas siang itu sudah menjadi jam tetapnya keluarga untuk Angelus. Kita tidak punya kata 'toleransi' untuk tidak memberi waktu untuk Tuhan. Ada waktu untuk kerja, ada waktu untuk bicara dengan orang lain, tapi ada waktu untuk sembahyang, harus ada waktu untuk Tuhan! Kita mesti pegang prinsip ini".
Bapa Rinus terkejut dengan kata-kata mama Ita, karena baru saja dia menyampaikan uneg-uneg-nya, tetapi istrinya sudah menimpalinya dengan beribu kata. Namun, bapa Rinus juga sadar bahwa dirinya sudah memberi banyak waktu untuk bicara dengan orang lain, dan harusnya dia ingat waktu untuk pergi sembahyang Angelus.
Setelah bermenung sedikit, bapa Rinus teringat akan pesan dari mamanya di suatu hari: "Jangan lupa sembahyang, jangan berhenti sembahyang, teruslah sembahyang".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI