Dengan demikian, hemat saya (sekadar masukan), sekiranya nama 'Nusantara' sebagai nama IKB perlu diganti. Sebab, nama tersebut, dalam sejarahnya tidak mencakup wilayah Indonesia seluruhnya (kendati dibuat pemaknaan baru oleh Ki Hajar Dewantara di kemudian hari).
Lalu, nama apa yang cocok untuk nama IKB, satu nama yang tepat agar IKN menjadi icon bangsa yang dapat dikenali di negerinya sendiri dan internasional, dan menjadi gambaran dari jiwa bangsa Indonesia?
Hemat saya, nama yang tepat adalah Pancasila. Mengapa memilih nama 'Pancasila'?
Pancasila berakar pada nilai-nilai hidup orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pancasila adalah falsafah hidup orang Indonesia. Pancasila memiliki sejarah, semangat, cita-cita yang hidup dan harapan orang Indonesia. Pancasila menyatukan semua orang Indonesia.
Pancasila adalah jiwa dari bangsa Indonesia. Pancasila adalah nafas hidup bangsa Indonesia yang majemuk ini. Dengan menjadikan Pancasila sebagai nama IKB, kota tersebut nantinya bisa menjadi role model untuk kehidupan kehidupan di tempat-tempat lainnya di seluruh Indonesia.
Dengan menjadikannya sebagai role model, ibu kota negara (IKN) menghidupi corak hidup pancasilais: menghidupi corak hidup berketuhanan yang menghargai sesama yang beraliran lain, corak hidup yang menghargai sesama manusia yang berbeda pandangan dan identitas, corak hidup orang-orang yang bersatu dan bergotong-royong, corak hidup yang demokratis, dan corak hidup yang berkeadilan (dalam hal ini cukup dengan yang dimiliki).
Corak hidup pancasilais ini tidak sekadar hidup dalam IKN saja, tetapi mereka yang hidup di sana juga memberikan efek hidup tersebut untuk semua orang di seluruh Indonesia. Sebab, IKN sebagai pusat pemerintahan mestinya memberi efek hidup pancasilais yang toleran, berkemanusian, bersatu, demokratis dan berkeadilan-sejahtera kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dari kota untuk Indonesia.
Pancasila adalah gaya hidup orang Indonesia. Pancasila sudah ada dalam rahim bangsa Indonesia, bahkan jauh sebelum dikatakan 'lahir' berkat tangan reflektif, Soekarno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H