Di sisi lain, kesulitan dalam penerapan permainan tiki-taka adalah jika berhadapan dengan tim yang menerapkan taktik parkir bus. Taktik ini menekankan para pemain untuk bertahan dengan sebanyak mungkin orang di daerah pertahanan sendiri.
Akan tetapi, tim tidak sedakar bertahan. Motif parkir adalah untuk memancing para pemain lawan agar para pemain belakang lawan bergerak maju sampai ke tengah lapangan, sehingga kelihatan bermain setengah lapangan.Â
Ketika mereka terpancing, rencana selanjutnya adalah memberi efek kejut dengan mengeluarkan jurus jitu, yakni serangan balik. Biasanya serangan ini memanfaatkan pemain yang memilki kecepatan berlari di atas rata-rata. Real Madrid di era Jose Mourinho selalu menerapkan taktik ini ketika berhadapan dengan Barcelona.
Beruntung bagi Spanyol ketika berhadapan dengan Swedia. Sebab, Swedia sangat focus untuk menguatkan pertahanan belakang. Seandainya Swedia memilki satu saja pemain yang memiliki pemain yang suka sprint, mungkin paling tidak Spanyol sudah dihukum dengan skor 0-1.
Ball position tidak selamanya begitu menguntungkan tim. Terlebih jika tim lawan sudah mengetahui cara bermain tiki-taka. Enrique mesti lebih dinamis dan tidak terpaku pada tiki-taka. Grup E dihuni oleh tim-tim yang biarpun dikenal sebagai tim "kecil" tetapi tidak ingin cepat pulang begitu saja dan mereka siap menerapkan segala cara untuk menang, termasuk menerapkan rencana parkir bus.
Melihat hal ini, mestinya Enrique memiliki rencana alternative, karena lawan selanjutnya adalah Polandia yang sedang berada di dasar klasemen. Mereka ingin keluar dari posisi itu. Jika tidak segera berbenah, Spanyol harus bersiap pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H