Gaya kepemimpinan Hitler tidak muncul begitu saja. Ia dipengaruhi oleh latar belakang pribadi, kondisi sosial dan politik di Jerman pada saat itu, serta kemampuan retoriknya yang luar . Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gaya kepemimpinan Hitler:
1. Latar Belakang Pribadi dan Psikologis
  Lahir pada tahun 1889 di Braunau am Inn, Austria, Hitler mengalami masa kecil yang penuh kesulitan dan penuh ketidakpastian. Kehilangan ibunya pada usia muda dan kegagalannya dalam pendidikan seni membentuk kepribadiannya yang terobsesi dengan pencapaian besar dan kebesaran. Kegagalannya untuk diterima di Akademi Seni Wina dan kegagalannya dalam kehidupan sosialnya memupuk perasaan dendam terhadap masyarakat dan individu yang ia anggap sebagai penghalang.
  Hitler juga dikenal sebagai pribadi yang sangat percaya diri, bahkan cenderung megalomania. Karakteristik ini menjadi dasar bagi gaya kepemimpinannya yang sangat otoriter. Kepercayaan dirinya yang berlebihan membentuk keyakinannya bahwa dirinya adalah "penyelamat" bagi bangsa Jerman.
2.Kondisi Sosial dan Ekonomi Jerman Pasca-Perang Dunia I
  Setelah Perang Dunia I, Jerman mengalami kondisi sosial dan ekonomi yang sangat buruk. Negara ini dibebani dengan syarat-syarat keras dalam Perjanjian Versailles yang memaksa Jerman untuk mengakui kekalahan dan membayar reparasi yang sangat besar. Rakyat Jerman merasa terhina dan tertindas oleh perjanjian tersebut, yang menciptakan ketidakpuasan luas di kalangan masyarakat. Dalam kondisi ini, Hitler muncul dengan janji untuk mengembalikan kejayaan Jerman dan menegakkan martabat bangsa Jerman yang telah dihina.
3.Penggunaan Propaganda dan Manipulasi Massa
  Hitler sangat ahli dalam menggunakan propaganda untuk membentuk opini publik dan memanipulasi masyarakat. Dengan bantuan Joseph Goebbels, menteri propaganda Nazi, Hitler mengembangkan narasi nasionalis yang kuat tentang keunggulan ras Arya, kebencian terhadap Yahudi, serta ideologi perang dan kemuliaan bangsa Jerman. Ia memanfaatkan teknologi modern, seperti radio dan film, untuk menyebarkan pesan-pesan tersebut secara luas kepada masyarakat.
  Retorikanya yang penuh semangat, penuh emosi, dan kerap kali dramatis membuatnya mampu menggerakkan massa. Pidatonya yang kuat dan penuh kecaman terhadap musuh-musuh bangsa Jerman membangkitkan semangat nasionalisme yang tinggi dan keinginan untuk membangun kembali negara yang kuat dan berdaulat.
4. Struktur Pemerintahan yang Otoriter
  Setelah naik ke tampuk kekuasaan, Hitler segera mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan menghancurkan oposisi politik. Ia memanfaatkan krisis yang terjadi pada saat itu (seperti Pembakaran Reichstag) untuk membenarkan pengambilan langkah-langkah represif yang semakin membatasi kebebasan sipil dan memperkuat kontrol negara. Dengan menghapuskan kebebasan pers, mengontrol sistem peradilan, dan menekan oposisi, Hitler memperkuat posisi otoriternya dan mendirikan negara totalitarian yang dipimpin oleh satu orang dengan kekuasaan absolut.