"Ayah, aku sudah mencabut semua paku!" kata Damar dengan bangga.
Ayahnya tersenyum, lalu mengajak Damar melihat papan tersebut. "Bagus, Nak. Tapi coba lihat, apa yang masih tersisa di papan ini?"
Damar menatap papan itu. Ada banyak bekas lubang di sana.
"Bekas lubang, Yah..." jawabnya pelan.
"Tepat sekali. Begitu juga dengan kata-kata yang menyakitkan. Walaupun kamu sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki, bekasnya tetap ada di hati orang lain. Kamu bisa menarik kembali ucapanmu, tapi luka yang ditinggalkan mungkin tak akan pernah hilang sepenuhnya," jelas ayahnya.
Damar terdiam. Ia kini mengerti bahwa setiap kata yang ia ucapkan memiliki dampak yang besar. Sejak saat itu, ia berjanji untuk lebih berhati-hati dalam berbicara dan tidak ingin lagi menjadi "duri" yang melukai hati orang lain.
Kesimpulan
Hidup ini penuh dengan pilihan, dan kita bisa memilih apakah ingin menjadi seseorang yang membawa kebaikan atau justru menyakiti orang lain. Menjaga ucapan, memiliki empati, serta menjauhkan diri dari perasaan negatif adalah langkah awal untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Tak perlu menjadi seseorang yang sempurna, cukup dengan berusaha untuk tidak merugikan orang lain sudah menjadi langkah besar dalam menciptakan lingkungan yang lebih harmonis. Jika kita tidak bisa menjadi "bunga" yang mekar indah, setidaknya jangan menjadi "duri" yang melukai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI