Misalnya lalam pembelajaran PJOK, memahami karakteristik siswa sangat penting. Saya sering menyesuaikan aktivitas fisik dengan usia, kemampuan fisik, dan tingkat kebugaran siswa. Misalnya, siswa kelas 2 tentu membutuhkan pendekatan berbeda dibandingkan siswa kelas 5, baik dari segi intensitas maupun kompleksitas gerakan.
2. Behavior (Perilaku) yaitu Menegaskan Hasil yang Diharapkan
Perilaku atau kompetensi yang diharapkan dari siswa adalah inti dari tujuan pembelajaran. Ketepatan dalam merumuskan action verb (kata kerja aktif) menjadi tantangan tersendiri. Kata-kata seperti "memahami" atau "mengetahui" sering dianggap terlalu abstrak. Sebaliknya, kata kerja spesifik seperti "menjelaskan," "menganalisis," atau "menciptakan" memberikan arah yang jelas. Inilah yang membedakan pendidikan yang hanya teoretis dengan pendidikan yang aplikatif.
Contohnya dalam pembelajaran PJOK kita ingin menentukan perilaku yang ingin dicapai siswa adalah langkah krusial. Kata kerja seperti "menggiring," "melempar," atau "melompat" memberikan kejelasan bagi siswa. Ini membantu mereka memahami fokus pembelajaran hari itu, misalnya meningkatkan teknik atau koordinasi gerakan.
3. Condition (Kondisi) yaitu Membangun Konteks Nyata
Tanpa konteks yang jelas, tujuan pembelajaran akan kehilangan relevansi. Kondisi di mana siswa akan mempraktikkan keterampilan atau menunjukkan pemahaman sangat penting untuk dijelaskan. Misalnya, siswa tidak hanya "menghitung luas bangun datar," tetapi "menghitung luas bangun datar dengan menggunakan alat bantu berupa kertas milimeter." Kondisi ini menghadirkan gambaran nyata yang memudahkan guru merancang strategi pengajaran.
Ketika kita akan menerapkan dalam pembelajaran PJOK, kondisi adalah kunci keberhasilan. Ketika mengajarkan materi, saya sering menambahkan konteks spesifik, seperti "menggiring bola di lintasan berbentuk zigzag" atau "melakukan lompat jauh dengan awalan 5 langkah." Dengan kondisi yang jelas, siswa dapat lebih memahami situasi nyata di mana keterampilan tersebut akan diterapkan.
4. Degree (Tingkat Keberhasilan) yaitu Mendorong Akuntabilitas
Tujuan tanpa tolok ukur adalah harapan kosong. Komponen degree memberikan standar yang dapat diukur, seperti "dengan ketepatan 90%" atau "dalam waktu 10 menit." Komponen ini sering diabaikan karena dianggap terlalu teknis. Padahal, tanpa degree, sulit mengevaluasi apakah tujuan pembelajaran telah tercapai. Guru dan siswa sama-sama membutuhkan indikator keberhasilan agar proses belajar tidak hanya berakhir pada asumsi.
Indikator keberhasilan menjadi alat evaluasi yang sangat penting. Saya biasanya menetapkan target seperti "melakukan teknik dasar dengan benar minimal 7 dari 10 percobaan" atau "menyelesaikan lintasan dalam waktu kurang dari 30 detik." Tolok ukur ini membantu saya dan siswa mengevaluasi pencapaian mereka dengan objektif.
Refleksi Sebagai Guru PJOK