Â
PERPUTARAN WAKTU
Kesadaran Akan Akhir Kehidupan
Orang yang paling bijaksana adalah mereka yang mengingat mati dan menjadikan setiap detik hidupnya bermakna
Bukankah setiap perputaran jarum jam pada porosnya sejatinya adalah umur kita yang kian menua?
Setiap detik yang berlalu, setiap putaran jarum jam, sejatinya adalah tanda bahwa usia kita kian menua. Hari-hari yang bergulir dalam kalender, pekan, bulan, hingga tahun yang silih berganti sebenarnya hanyalah pengingat bahwa waktu kita di dunia ini terbatas. Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah: Apakah kita sadar akan arah perjalanan hidup ini?
Waktu terus berjalan tanpa henti, mengantarkan kita dari satu fase kehidupan ke fase berikutnya. Dalam keseharian, kita menyaksikan orang-orang terdekat dalam hidup kita baik itu teman, saudara, bahkan keluarga satu per satu pergi meninggalkan dunia ini. Kehilangan mereka adalah kenyataan pahit yang sering kali menggugah kesadaran, namun tak jarang juga terlupakan seiring berjalannya waktu.
Tidakkah cukup kematian yang kita saksikan menjadi pelajaran bahwa hidup ini sementara? Bukankah perpisahan dengan mereka yang telah berpulang seharusnya menjadi peringatan bahwa kita pun akan menyusul? Namun, mengapa sering kali kita abai untuk bertaubat dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan abadi di akhirat?
Rasulullah SAW, dalam sabdanya, menegaskan bahwa kecerdasan seorang mukmin tidak diukur dari harta atau kepandaiannya, melainkan dari kemampuannya mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelahnya. Mereka yang sadar akan kefanaan dunia adalah yang paling cerdas, karena mereka memahami arti sejati dari kehidupan: menanam amal shalih sebagai bekal menuju keabadian.
Namun kenyataan sering berkata lain. Manusia kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk dunia, mengejar ambisi, dan membangun cita-cita seolah-olah hidup ini tiada akhir. Waktu yang semestinya dimanfaatkan untuk memperbaiki diri justru dihabiskan untuk hal-hal yang tak abadi. Akhirnya, kesadaran akan kematian baru muncul saat musibah datang atau kematian orang terdekat mengetuk pintu hati kita.
Tidak ada yang salah dengan meraih impian atau menikmati kehidupan. Namun, yang sering terlupakan adalah keseimbangan. Hidup bukan hanya tentang dunia, melainkan juga tentang persiapan menuju akhirat. Membangun karier, harta, dan kehormatan perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa semua itu hanyalah titipan sementara. Sudahkah kita menanam nilai-nilai yang akan bertahan hingga alam baka?
Mengingat mati bukan berarti harus takut atau larut dalam pesimisme, melainkan menjadi pengingat untuk lebih bijaksana dalam menjalani hidup. Waktu yang terus berputar bukanlah musuh, melainkan guru yang mengajarkan bahwa setiap momen adalah kesempatan untuk bertumbuh. Momen itu bisa digunakan untuk memperbaiki hubungan, meningkatkan kualitas ibadah, atau menebar manfaat bagi sesama.
Marilah kita mulai merenungkan apa yang telah kita lakukan dan apa yang akan kita wariskan kepada dunia ini. Jangan sampai kita terlena hingga tiba saatnya untuk pergi tanpa sempat mempersiapkan bekal. Karena pada akhirnya, kehidupan adalah tentang bagaimana kita menjawab panggilan Sang Pencipta dengan jiwa yang tenang dan amal yang cukup untuk menyongsong hari yang kekal.
Kesimpulan
Waktu adalah anugerah sekaligus ujian yang terus bergerak tanpa henti, membawa kita semakin dekat pada akhir perjalanan. Dalam keterbatasannya, waktu mengajarkan bahwa hidup ini hanyalah persinggahan sementara untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan yang abadi. Kesadaran akan kefanaan hendaknya mendorong kita untuk memperbaiki diri, menanam amal shalih, dan menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H