Ode untuk Rindu yang Palsu
Hujan menari, katanya untuk cinta,
padahal hanya tirai muram tanpa makna.
Rintiknya disebut air mata langit,
tapi siapa tahu? Mungkin hanya drama semesta yang licik.
Kau, sosok bayangan di nadi angkasa,
apakah pernah nyata, atau hanya fana?
Namamu katanya terukir di malam sunyi,
tapi esok pagi, semua itu pasti pergi.
Rinai hujan, katanya melodi pilu,
tapi bukankah itu sekadar suara alam yang bisu?
Dentum luka? Nyanyian jiwa?
Mungkin hanya narasi lelah dari hati yang tak berdaya.
Bayangmu menari di kabut pagi,
katanya janji-janji manis yang abadi.
Tapi bukankah janji hanya dusta terselubung,
larut bersama angin, jadi omong kosong?
Hujan, sang bahasa abadi katanya,
tapi siapa yang mendengar? Siapa yang percaya?
Ini bukan sajak kehilangan,
hanya pengakuan: rindu itu kebohongan.
Jadi biarkan hujan jatuh tanpa peduli,
tanpa embel-embel makna yang terlalu suci.
Karena kenanganmu bukanlah kitab rahasia,
hanya coretan samar di dinding fana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H