Kau hadir dengan senyum dan tawa,
Berkata sahabat setia, tiada beda.
Dalam persahabatan yang dulu kukira suci,
Terselip niat yang tak pernah kuterka---penuh duri.
Kau tahu segalanya, rahasiaku terbuka,
Di hadapanmu aku percaya, tanpa curiga.
Namun pisau di tanganmu terhunus tanpa suara,
Menusuk dari belakang, mengoyak kepercayaan di dada.
Aku melihat, saat tawa itu memudar,
Ketika kedok sahabat perlahan pudar.
Kaulah Brutus di balik topeng teduh,
Menghancurkan hati, membawa luka tanpa peluh.
Betapa pedihnya melihat engkau,
Yang pernah kusebut teman sejati,
Kini berubah menjadi bayangan kelabu,
Mengkhianati persahabatan yang pernah berarti.
Julius jatuh di tanganmu, begitu juga aku,
Terpisah oleh tipu dan luka yang kau ramu.
Brutus, kini namamu adalah perih,
Kepedihan dalam kenangan yang takkan beralih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H