Titik Terendah dan Keadaan Terbaik
Bukan saat segalanya hilang dan tak berdaya, Â
Bukan saat terhempas oleh dunia yang fana, Â
Titik terendah manusia bukanlah itu nyatanya, Â
Namun saat ia tak tahu harus mengadu kepada siapa. Â
Kala ujian menghantam tanpa ampun, Â
Dan ia tak berpaling kepada Tuhan Yang Maha Agung, Â
Saat masalah justru menjauhkan dari Sang Pencipta, Â
Dan maksiat seakan menjadi solusi dalam akalnya. Â
Tak disadarinya, masalah itu adalah panggilan rindu, Â
Undangan dari Allah yang menanti ia kembali bersujud pilu, Â
Namun ia berlari, semakin jauh terjerat tipu daya, Â
Hingga ia pun tersesat, terpuruk di titik yang paling nestapa. Â
Namun ada keadaan yang begitu indah dan mulia, Â
Saat hatinya merasa begitu dekat dengan Sang Maha Kuasa, Â
Meski badai datang menerpa dan bahaya menyapa, Â
Ada ketenangan yang mengisi, dalam bimbingan-Nya ia berserah. Â
Hatimu terang dalam keikhlasan yang suci, Â
Meski hidup terasa sempit, engkau tetap berdiri, Â
Pikiranmu jernih, tak terganggu oleh keresahan, Â
Sadar sepenuhnya, ini adalah takdir dari Tuhan. Â
Bibir tersenyum meski kantong terasa kosong, Â
Lisannya lembut, berkata baik walau hati terasa potong, Â
Dunia tak mampu mengekang, kesulitan tak merenggut, Â
Keteguhan hati menjadi pelita yang terus menyulut. Â
Ibadah terasa manis, khusyuk dalam pelukan doa, Â
Sajadah menjadi tempat hati bersandar dan bersua, Â
Duduk sejenak, menyerap ketenangan yang tak terhingga, Â
Inilah puncak keindahan, keadaan terbaik yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H