Ayat ini mengajarkan bahwa seorang muslim diperbolehkan untuk menikmati dunia, asalkan tidak melupakan akhirat. Dunia ini harus dimanfaatkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di akhirat. Selain itu, ayat ini juga menekankan pentingnya keseimbangan antara usaha duniawi dan ibadah akhirat, sehingga keduanya berjalan seiring dan saling melengkapi.
2. Pandangan Ulama
Syaikh As-Sa'di Rahimahullah mengatakan:
"Nikmati dunia yang engkau miliki, tetapi tanpa merusak agamamu dan juga tanpa merugikan akhiratmu" (Tafsir As-Sa'di hal 623).
Pandangan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara menikmati dunia dan menjaga iman serta amal untuk akhirat. Ulama ini memberikan panduan bahwa kesenangan duniawi yang kita nikmati harus selalu berada dalam batasan syariah dan tidak boleh melalaikan kewajiban kita sebagai hamba Allah.
Imam al-'Utsaimin Rahimahullah juga menyatakan:
"Ambil dari dunia apa yang halal bagimu. Janganlah engkau melupakan bagianmu dari dunia !! Akan tetapi jadikanlah dunia berada di tanganmu, & janganlah engkau jadikan dunia itu berada di hatimu !!! Dan ini penting !!! (Syarah Riyadhush Shalihin III/369)."
Ini mengajarkan bahwa dunia seharusnya tidak menjadi tujuan utama, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai kebaikan yang lebih besar di akhirat. Pesan ini penting dalam konteks modern di mana banyak orang terjebak dalam ambisi material yang mengesampingkan nilai-nilai spiritual dan moral.
Beliau juga menambahkan:
"Dan apabila seseorang itu cinta kepada harta karena ingin mengembangkannya, sehingga dengan itu bisa digunakan untuk beramal shalih, maka yang demikian itu baik" (Fatawa Nuur 'alad Darb, kaset no. 330).
Dengan demikian, memiliki dan mengembangkan harta dengan niat untuk beramal shalih adalah sesuatu yang baik dalam pandangan Islam. Kekayaan yang diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan untuk tujuan kebaikan akan menjadi investasi jangka panjang yang bermanfaat di dunia dan akhirat.