"Pilihan yang menyentuh hati: Antara Ibu dan Sahabat Lama"
Pada suatu sore yang menjelang senja, Wildan, seorang pemuda yang penuh kasih, duduk di samping jendela rumahnya. Ia memandangi ibunya yang duduk di kursi depan teras. Wajah ibunya penuh keriput, matanya sayu, dan tangannya gemetar. Ibu adalah segalanya bagi Wildan. Ia sangat menyayangi ibunya, tak ingin Wildan jauh dari ibunya. Ia merasa beruntung memiliki ibu yang selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kesabaran.
Suatu hari, Wildan pergi ke pasar untuk membeli beberapa keperluan rumah tangga. Di tengah keramaian pasar, ia tiba-tiba mendengar suara akrab. "Wildan?" panggil seseorang. Wildan menoleh dan terkejut melihat Hanif, sahabat masa kecilnya. Mereka berpelukan erat, mengingat kenangan-kenangan indah di masa kecil lalu.
Hanif mengajak Wildan untuk berbuka puasa bersama. "Kita sudah lama tidak bertemu, Wildan. Ayo, kita rayakan Ramadan bersama," kata Hanif dengan senyum lebar. Namun, hati Wildan berkecamuk. Ia ingin sekali berbuka puasa bersama sahabat lamanya, tetapi ibunya yang sudah renta membutuhkannya.
Wildan pulang ke rumah dan duduk di samping ibunya. "Ibu, Hanif mengajak saya berbuka puasa bersama. Apa yang sebaiknya saya lakukan?" tanyanya dengan ragu. Ibu Wildan tersenyum lembut. "Anakku, penuhi ajakan sahabatmu, Ibu tidak apa-apa. Pergilah dan nikmatilah momen berharga bersama Hanif," kata ibu dengan penuh pengertian.
Wildan merasa berat hati, tetapi ia tahu ibunya benar. Ia pergi ke rumah Hanif dan berbuka puasa bersama. Mereka tertawa, mengenang masa kecil, dan berbicara tentang impian-impian mereka. Namun, di balik senyumnya, Wildan selalu memikirkan ibunya yang menunggu di rumah.
Setelah berbuka puasa, Wildan kembali ke rumah. Ibu Wildan tersenyum ketika melihat anaknya pulang dengan bahagia. "Bagaimana dengan Hanif?" tanya ibu. Wildan menggenggam tangan ibunya. "Ibu, Hanif adalah sahabatku, tetapi Ibu adalah segalanya bagiku. Terima kasih telah mengajarkan aku arti cinta dan pengorbanan," ucap Wildan dengan tulus.
Ibu Wildan mengusap pipi anaknya. "Kamu baik-baik saja, Nak. Ibu selalu mendukungmu," kata ibu dengan lembut. Wildan merasa bahagia karena telah memilih dengan bijaksana. Ia tahu bahwa cinta pada ibunya tidak akan pernah pudar, meskipun sahabat lamanya kembali dalam hidupnya.
Dan di malam itu, Wildan tidur dengan hati yang tenang, tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang benar. Ia mencintai ibunya dengan sepenuh hati, dan itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H