Di sebuah desa, hiduplah seorang anak bernama Fayyadh. Fayyadh adalah anak desa yang sederhana dan baik hati. Ayahnya, "Bapak Ismail", telah meninggal dunia seminggu yang lalu, meninggalkan Fayyadh yang masih kecil dan ibunya dengan kenangan yang indah. kepergian ayahnya meninggalkan duka yang mendalam.
Ketika bulan Ramadhan tiba, Fayyadh merasa semangat yang berbeda. Ia memutuskan untuk menetapkan sebuah target mulia yaitu khatam membaca Alquran. Fayyadh ingin menghadiahkan khatam Alquran ini kepada ayahnya sebagai bentuk penghormatan dan cinta.
Setiap pagi, Fayyadh bangun dan berjalan menuju masjid desa. Di sana ia belajar membaca Alquran. Ia menghafal surat demi surat, ayat demi ayat. Walaupun Fayyadh hanya memiliki sedikit waktu setiap hari karena harus membantu ibunya di ladang, tekadnya tidak pernah goyah.
Fayyadh juga berbicara dengan teman-teman sebayanya tentang targetnya. Mereka memberikan semangat dan berjanji akan membantu Fayyadh. Setiap malam, mereka berkumpul di teras masjid, membaca Alquran bersama-sama. Cahaya bulan Ramadhan menyinari wajah mereka yang penuh semangat.
Pada malam terakhir Ramadhan, Fayyadh merasa gugup. Ia duduk di sudut masjid, menghitung halaman-halaman yang telah ia baca. Ia ingin yakin bahwa ia telah mencapai targetnya. Ketika imam memulai salat Tarawih, Fayyadh membuka Alquran dan membacanya dengan khidmat. Setiap ayat terasa seperti hadiah yang indah untuk ayahnya.
Ketika Fayyadh menutup Alquran setelah membaca ayat terakhir, air matanya mengalir. Ia merasa bahagia dan haru. Ia tahu bahwa ayahnya pasti bangga padanya dari tempat yang jauh. Fayyadh berdoa untuk ayahnya, memohon agar ruhnya diberkahi dan diterima di surga.
Pada pagi hari setelah Idul Fitri, Fayyadh pergi ke makam ayahnya. Ia membawa Alquran yang telah ia khatamkan. Dengan hati yang penuh cinta, Fayyadh meletakkan Alquran di atas makam. "Ini untukmu, Ayah," bisiknya.
Ibunya tersenyum melihat Fayyadh. "Ayah pasti sangat bangga padamu, Nak," kata ibunya.
Sejak saat itu, Fayyadh terus membaca Alquran setiap hari. Ia tahu bahwa khatam Alquran bukan hanya hadiah untuk ayahnya, tetapi juga hadiah untuk dirinya sendiri dan hubungannya dengan Allah.
di sebuah desa yang sederhana, Fayyadh menemukan makna sejati dari Ramadhan: cinta, tekad, dan pengabdian. Ayahnya mungkin telah pergi, tetapi jejaknya tetap hidup dalam hati Fayyadh, menginspirasi generasi-generasi berikutnya untuk mencintai Alquran dan menghormati orang-orang yang telah pergi.