Mohon tunggu...
Mariono Abu Al Fayyadh
Mariono Abu Al Fayyadh Mohon Tunggu... Guru - SD Negeri Lung Manyo_Aceh Tamiang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Guru Penggerak Angkatan 1

Selanjutnya

Tutup

Politik

NU dan Muhammadiyah Berkoalisi Pemilu 2024?

25 Februari 2022   20:58 Diperbarui: 25 Februari 2022   21:12 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by www.canva.com

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Imron Rosyadi Hamid, menjelaskan sikap organisasinya perihal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) 2024. "Sebagai jam'iyyah diniyah ijtima'iyyah, PBNU tidak dalam posisi dukung-mendukung Capres/Cawapres," ujar dia dalam keterangannya, Rabu, 16 Februari 2022.

Selain itu, Imron mengatakan bahwa, PBNU juga tidak dalam posisi menjauhi atau mendekati partai politik tertentu. Namun, justru ingin menegaskan bahwa prinsip mengambil jarak yang sama dengan semua kekuatan parpol atau equi distance akan terus ditegakkan di era kepemimpinan Yahya Cholil Tsaquf.

Penegakan prinsip equi distance, kata dia, jauh lebih penting dan strategis dalam membangun NU di era kepemimpinan Gus Yahya yang berbasis pada tiga pilar strategis. "Yaitu kebangkitan intelektual, kewirausahaan, dan teknokratis warga NU, daripada sekedar dukung-mendukung Capres/Cawapres," katanya.

PBNU, juga disebut Imron, tetap menghormati hak konstitusional warga NU untuk maju menjadi capres 2024 atau cawapres sepanjang disalurkan melalui saluran yang tepat atau parpol bukan menggunakan lembaga NU.

"NU merupakan rumah besar bagi semua kekuatan politik, dan bukan menjadi bagian dari partai politik," katanya lagi.

Sumber

"Tidak ada yang berubah dari Muhammadiyah dan tidak akan pernah berubah. Muhammadiyah tetap berdiri dengan kepribadian dan khittahnya," kata Haedar Nasir dalam Muktamar Pemuda Muhmmadyah ke XVII di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Senin, 26 November 2018.

Haedar menjelaskan, yang dimaksud tak ada yang berubah dari adalah sikap organisasi yang didirikan pada 1912 di Yogyakarta oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan ini. Sejak dibentuk Muhammadiyah tak pernah terlibat politik praktis. Sikap Haedar seolah menyatakan bahwa ia akan tetap menjaga Muhammadiyah sebagai organisasi netral dan tidak terikat dengan politik praktis.

"Setiap periode, sejak mulai didirikan oleh Kiai Dahlan sampai kapanpun, Muhammadiyah selalu mengambil jarak dari pergumulan politik praktis. Itu sudah prinsip yang tak akan berubah."

Sumber

 

Tak dapat dipungkiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia yang memiliki peranan yang begitu penting dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan pendidikan di Indonesia

Kedua ormas Islam tersebut baik Muhammadiyah maupun nahdatul ulama merupakan organisasi netral yang tidak terikat dengan politik praktis artinya kedua ormas teraebut mengambil jarak yang sama dengan semua parpol yang ada.

Dengan demikian tidak mungkin kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut bersatu membentuk koalisi politik dalam pemilu 2024.

Meskipun begitu, kedua ormas tersebut hendaknya bersatu padu dalam pemilu 2024 agar ikut berperan serta dalam merawat demokrasi di Indonesia agar tetap sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun