Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pasca tragedi Kanjuruhan, Malang, disambut dengan momentum kemenangan salah satu negara Asia, yakni Arab Saudi atas Argentina dalam Piala Dunia Qatar 2022. Dua peristiwa ini memang tak berkaitan secara langsung, namun dalam benak pecinta sepak bola di Indonesia, dua peristiwa ini memiliki relevansinya tersendiri.
Perbincangan tentang perombakan dalam tubuh PengurusKemenangan Arab Saudi membangunkan mimpi kita, para pecinta bola, bahwa Timnas yang berasal dari negara-negara Asia juga mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam ajang Piala Dunia. Arab Saudi membuktikan bahwa menang dan kalah adalah urusan teknis. Ia mampu dijelaskan dengan perspektif yang selogis dan serelaistis mungkin. Kemenangan tidak lahir dari ruang yang hampa.
Dalam konteks ini, kita dapat menarik titik simpul dari diskursus perombakan PSSI dan kemenangan Arab Saudi, yaitu bahwa ada yang perlu dibenahai dalam tata kelola sepak bola kita. Ada yang perlu di-reform dari manajemen dunia sepak bola Indonesia.
Keharusan Reformasi PSSI
Bagi penggemar bola, rasanya akan setuju jika penulis mengatakan bahwa sepak bola kita mandek belaka. Tak ada prestasi yang prestius. Sebaliknya, sepak bola kita justru "menyumbang" sejarah kelam dengan terjadinya tragedi Kanjuruhan. Terlepas dari pihak mana yang salah, tetapi pihak manajemen (klub maupun pusat) jelas tidak bisa angkat tangan.
Persoalan kita dari dulu tak melulu hanya perihal kemampuan dan mentalitas para pemain. Ini mungkin termasuk persoalan yang krusial, tetapi ini soal nomor dua. Persoalan nomor wahid adalah tata kelola yang diurus secara kurang profesional, yang akhirnya melahirkan banyak sekali persoalan turunan.
Maka solusi untuk memperbaiki ragam persoalan yang ada dalam dunia sepak bola kita, harus dimulai dari hulu: tata kelola manajemen. Dan, nampaknya untuk meraih hal tersebut, kita juga butuh sosok baru di tubuh PSSI.
PSSI butuh sosok yang lebih profesional, yang paham mengenai bagaimana mengelola per-sepakbola-an. Sebab sepak bola tak terbatas pada permainan selama sembilanpuluh menit semata. Sepak bola juga menyangkut perihal ekonomi, hubungan internasional, dan pemaksimalan kinerja tim, dan tentu saja upaya untuk memperkokoh mentalitas dan performa pemain.
Di antara berbagai syarat sebagaimana yang telah penulis sebut di atas, nampaknya kita bisa mengerti konteks mengapa nama Erick Thohir sering disebut bahkan dinilai mampu mengemban tugas sebagai Ketua PSSI oleh masyarakat.
Munculnya Sosok Erick Thohir
Setidaknya dua rilis hasil survei, yakni dari Polling Institute dan Indikator Politik Indonesia, menunjukkan Erick Thohir menjadi sosok yang paling dipercayai oleh masyarakat untuk memimpin PSSI. Ini sangat mungkin disebabkan oleh jejak rekam Erick Thohir yang terbilang moncer dalam urusan sepak bola.