Mohon tunggu...
Mario Baskoro
Mario Baskoro Mohon Tunggu... Jurnalis - Punya Hobi Berpikir

Hampir menyelesaikan pendidikan jurnalisme di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Secara praktis sudah menyusuri jalan jurnalisme sejak SMA dengan bergabung di majalah sekolah. Hampir separuh perkuliahan dihabiskan dengan menyambi sebagai jurnalis untuk mengisi konten laman resmi kampus. Punya pengalaman magang juga di CNN Indonesia.com. Tertarik di bidang sosial, politik, filsafat, dan komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menengok Kembali Perjalanan UU KKR

7 November 2019   18:08 Diperbarui: 8 November 2019   14:54 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih merangkum laporan policy brief milik Elsam, proses pembentukan KKR melewati jalan panjang yang tidak mulus. Sangat disayangkan, lika-liku yang harus dihadapi untuk membentuk KKR, menjadi seakan tidak setimpal karena lembaga yang didesain untuk setingkat dengan KPK ini bekerja tidak lebih dari dua tahun.

Inisiatif tentang dibentuknya KKR pertama kali muncul pada tahun 2000. Kala itu, pembentukan KKR termasuk dalam upaya penyelesaian masalah masa lalu sebagai bagian dari agenda reformasi nasional. Kemudian, KKR mendapatkan legalisasi ketika MPR mengeluarkan Ketetapan Nomor V/MPR/2000 yang menugaskan Presiden dan DPR untuk melakukan mewujudkan UU KKR.

Ditengah penggodokan draft RUU KKR, Pemerintah dan DPR berjanji kepada masyarakat Papua untuk mempertanggungjawabkan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Cendrawasih, melalui KKR sebagai salah satu instrumennya. Janji itu juga dituangkan dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Pasal 46 dari UU Otsus Papua menyatakan KKR dibentuk untuk "melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa" (ayat 1). Selain itu, juga dikatakan bahwa KKR bertugas "merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi" (ayat 2).

Pembahasan pun mulai dilakukan pada tahun 2003. DPR kala itu membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang berisikan 50 individu lintas fraksi. Pembahasan sempat melalui proses Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang melibatkan lebih dari 50 kelompok dan indvidu. Walhasil, RUU KKR baru resmi disahkan menjadi UU satu tahun kemudian, 7 September 2004 melalui rapat Paripurna DPR.

Namun, penentuan anggota KKR baru menyusul setahun kemudian. Pada April 2005, proses seleksi dilakukan. Setelah panitia seleksi resmi menyelesaikan tugasnya empat bulan kemudian, dipilihlah 42 individu calon anggota yang kemudian diserahkan kepada Presiden, untuk diseleksi kembali menjadi 21 calon.

Pada tahun 2006, KKR kembali dijanjikan akan menjadi instrumen penyelesaian masalah pelanggaran HAM. Pemerintah dan DPR kali ini menjanjikannya kepada masyarakat Aceh, sebagai bagian dari hasil perundingan internasional antara pemerintah pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang disepakati dalam MoU Helsinki.

Pembentukan KKR pun juga diamanatkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 229 dari UU tersebut menjelaskan bahwa KKR bertugas mencari kebenaran atas pelanggaran HAM di Aceh dengan "mempertimbangkan prinsip-prinsip adat yang hidup dalam masyarakat."

Di tahun yang sama, eksistensi UU KKR ditantang dalam bentuk uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak menunggu beberapa lama, UU KKR resmi tinggal ingatan mulai akhir tahun 2006.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun