Jurnalisme sejatinya adalah tentang penciptaan konten, bukan tentang perancangan 'tempat' atau 'wadah' dimana konten itu disajikan. Kurang lebih itulah kiat yang muncul dipikiran penulis, kala dicerca dengan sebuah gagasan : "Jurnalis hendaknya memiliki kemampuan koding."
Seonggok kalimat yang penulis pikir-pikir, apakah benar bisa mewakili awal dari revolusi (atau evolusi ?) dari sebuah dunia jurnalisme yang diintervensi oleh pesatnya perkembangan teknologi ? Kurang lebih perasaan yang sama itulah yang merasuki pikiran penulis saat membaca tulisan 'mata kuliah WebApps Journalism' di salah satu kolom jadwal perkulliahan pendidikan jurnalistik semester 4. Tepatnya.. Dude!! Apakah ini semacam 'karma' atas hikmat yang dirasakan penulis karena terlalu lama jauh dengan sentuhan matematika selama mendalami pendidikan jurnalistik ?
Namun, semua firasat buruk itu seakan terbantahkan oleh apa yang dikatakan oleh bapak dosen penulis yang mengampu mata kuliah yang bersangkutan, dimana ia menyampaikan kalimat yang tidak kalah bersarang di pikiran penulis : "koding mengajarkan kita bagaimana melatih kemampuan berpikir yang sistematis dan logis yang dimana itu bermanfaat untuk menciptakan kecenderungan problem solving yang cepat dan baik".
Melalui bagian kecil dari percakapan pertemuan pertama mata kuliah tersebut, penulis sadar bahwa koding tidak selamanya semata-mata bermanfaat untuk tujuan profesionalisme pada bidang pekerjaan yang berhubungan teknologi informasi --katakanlah yang paling umum adalah programmer-- namun juga memiliki kontribusi yang menguntungkan pada proses pengembangan diri bagi seseorang yang kala mempersiapkan karirnya.
Lalu, secara spesifik dalam konteks pendidikan jurnalistik, apa yang sebenarnya para calon jurnalis akan dapatkan dari sebuah pembelajaran pengkodingan ? Apakah ini sebuah konspirasi bahwa jurnalis sebaiknya memiliki kemampuan untuk meretas data-data eksklusif milik organisasi pemerintahan atau institusi rahasia agar bisa mengeksplor informasi-informasi tidak terduga yang apik apabila dijadikan bahan pemberitaan ?
Tentu tidak. Satu-satunya alasan yang mendasari mengapa jurnalis harus mampu melakukan pengkodingan (atau paling tidak mengetahui kompetensi dasarnya) adalah 'teknologi' dan 'digitalisasi'.
Rasarnya, kini penulis setuju dengan pernyataan milik mantan profesor jurnalisme Robert Hernandez dari San Francisco State University Los Angeles, California yang dikutip di laman mindymcadams.com : "While journalism saved my life, the web and technology gave me a direction. I've had an incredible career because I learned the power behind the phrase 'Hello World'". Secara garis besar, melalui pernyataan itu sebenarnya Robert ingin memberikan 'kritik halus', bahwa para sarjana pada umumnya tidak mempunyai penguasaan yang cukup terhadap hal-hal tersembuyi yang seharusnya mereka ketahui.
Menurutnya, sekolah jurnalistik memiliki tanggung jawab untuk membiarkan para peserta didiknya agar bisa mengekspos banyak hal yang (awalnya) mungkin mereka anggap sebagai sesuatu yang tidak berguna (atau tidak terkait dengan aspirasi karir masa depan mereka). Dan salah satunya adalah pengkodingan. 'Setiap wartawan saat ini harus tahu bagaimana melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menulis dan mewawancarai orang. Menemukan catatan publik memerlukan keterampilan pencarian online,' demikianlah tertulis pada laman tersebut.
Sementara itu, adweek.com juga tak kalah menegaskan bahwa kebolehan koding sangat penting bagi para terdidik yang meletakan tujuan hidup pada dunia jurnalistik. Menurut laman tersebut, tujuan penguasaan koding bagi jurnalis adalah keseimbangan pikiran. Jurnalis tidak bisa melulu menjadi individu yang terus memainkan intuisi dan kreativitas dengan menggunakan otak kanannya, melainkan harus sedikit diseimbangkan dengan permainan logika dan hal-hal yang berbau analitik dengan otak kirinya.
"Because journalists are more likely to be right-brain thinkers, asking a writer to code is basically asking someone to rethink the way they think," begitulah laman tersebut berkata. Kombinasi antara jurnalisme dan pengkodingan seringkali ditentang karena dianggap sebagai sesuatu yang mencerminkan kontradiksi disiplin ilmu yang serius. Namun, jika itu membantu kita dalam mencapai yang namanya 'kekompakan' otak, mengapa tidak ?
Masih dari laman yang sama, kemampuan pengkodingan pada keprofesian jurnalistik ternyata juga begitu menguntungkan dari sudut pandang potensi karir di masa depan. "Also, learning computer skills makes journalists less dispensable and, for the unemployed, more marketable for future employment, which --- let's be honest --- can't hurt in the industry's current tumultuous state".