Seakan sudah menjadi tradisi semi-formal yang sungguh biasa bagi kelompok anak muda yang hidup di tengah lingkungan masyarakat urban, setiap pertengahan dan akhir tahun berebut-rebut memperoleh pengalaman destinasi, yang di mana mereka menamainya dengan sebutan frasa berhimbuhan sederhana, 'liburan'.Â
Secara universal, representasi dari kata 'liburan' adalah sama, yakni memenuhi kebutuhan emosional. Kebutuhan emosinal dalam bentuk rasa senang, kepuasan dan pelepasan merupakan bagian yang hakiki dalam aspek psikologis kaum generasi muda. Maka tak jarang, ketika kesempatan yang apik datang, masa liburan membuat mereka semua menjadi 'gila'. Gila hiburan, gila pengeluaran, gila lomba pamer, dan sebagainya. Sebagai sosok yang naif dan haus akan hasrat pengalaman emosional, liburan seakan menjadi tuntutan wajib dalam hidup.
Bagi generasi muda dari kalangan menengah ke atas (yang rutinitas keluarganya sudah kental akan dinamika kehidupan karir yang 'melelahkan'), liburan seakan sudah ter-sah-kan sebagai bagian dari rutinitas wajib tahunan. Liburan tidak sekadar dianggap sebagai pelepas penat, tetapi juga sebagai sarana ajang perburuan 'nilai estetis' dari pengalaman yang dijalani atau dari tempat yang dikunjungi. Bagi mereka, itu merupakan komponen penting pelengkap hidup mereka.Â
Dalam konteks realitas jaman sekarang, bukanlah sesuatu yang aneh jika ditemui anak muda yang seakan membiarkan orang tua mereka yang rela 'membakar' pendapatan sendiri untuk menciptakan liburan versi mereka. Dalam situasi yang lebih ironi, hal tersebut terjadi tatkala setelah mereka sudah terlanjur menelan liur janji manis agen developer liburan atau iklan komersial destinasi wisata di televisi. Setelah tenaga dan waktu termubazir dalam berkilo-kilo kemacetan yang membuat kepala pusing pun, mereka masih berteguh pikiran menganggapnya sebagai liburan. Ya, liburan (?) Â
Lain padang, lain ilalang. Sedang bagi generasi muda yang dilahirkan oleh kalangan menengah kebawah, liburan tidaklah sama dengan keharusan. Kehidupan mereka yang merujuk pada hubungan keluarga paguyuban, cenderung tidak jarang memilih alternatif lain sebagai pemenuhan kebutuhan emosional dari pada konsep liburan yang serba 'wah' pada umumnya.Â
Bagi mereka, aktivitas pelepasan dapat dilakukan kapan saja, dalam bentuk apapun, di manapun, bahkan dalam ruang lingkup sosialisasi internal sekalipun. Sekadar berkumpul bersama keluarga, makan bersama atau mengunjungi lokasi tertentu yang sederhana (dan tentunya tidak memerlukan pengeluaran yang besar) namun tetap mengunggah kebersamaan, adalah sesuatu yang dirasa sudah cukup untuk dicap sebagai liburan versi mereka. Atau yang lebih sederhana lagi ?Â
Seperti menciptakan rutinitas sendiri walaupun hanya berdiam di rumah? Bagi segelintir orang (menurut penelitian, pada umumnya introvert), itu juga bisa disebut sebagai liburan. Sebagai anak muda yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang sedikitpun tak berkantong tebal, penulis adalah satu dari segelintir (atau sekian banyak ?) orang introvert yang dimaksud tersebut, hehe~ Â Â
Betapa dinamisnya masyarakat muda Indonesia, terdapat perbedaan paradigma yang mendominan seperti demikian dalam menafsirkan arti liburan ; ada kapitalisme yang mengutamakan 'apa yang kami peroleh' sedangkan sisanya cenderung lebih mementingkan 'apa yang kami rasakan'.
Teruntuk Bagi Siapapun yang Jomblo dan Tak Berdompet Tebal
Dalam ruang hidup generasi muda Indonesia, kala liburan, tidak sedikit remaja dan pelajar yang meratapi nasib mereka sebagai yang terpisah dari keluarga ; sehingga secara penuh keberatan hati mereka harus menghadapi kerasnya liburan yang penuh akan hantaman kesendirian (eaaaa). Sebagai yang tak berdompet tebal, merencanakan liburan ditengah kemandirian adalah sesuatu yang cukup sulit.Â
Teruntuk-utamakan bagi anak muda perantauan diluar sana, yang sangat dengan terpaksa mengisi hari libur dengan diiringi oleh kesan rentang jarak yang sangat jauh dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Terlebih, jika konteksnya adalah masa-masa liburan reguler (non-hari raya besar, kejepit, dsb) ; kesempatan untuk melepas rindu dengan keluarga adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin.Â
Tidak jarang pula, selama liburan tersebut, Mahasiswa (apalagi yang perantau) harus bertekuk lutut pada barisan deadline tugas akhir yang cukup menyita banyak waktu liburan mereka. Yang sekaligus juga memegang status sebagai pekerja lepas, harus memenuhi telinga dan pikiran mereka dengan dengungan pesanan klien (yang di mana menurut pengalaman teman-teman penulis, pesanan mereka paling menumpuk justru pada saat liburan tiba). Terlebih, jika keadaan semakin dipersulit oleh adanya kepemilikan akan status 'jomblo' ; yang dalam berbagai persepsi kalangan muda masa kini itu (kejombloan) merepresentasikan perbedaan yang tipis antara nasib dan penyakit hidup. Haha.
Berkecil hati bukanlah jalan keluar yang baik. Anak muda seharusnya memanfaatkan kenaifannya dalam mensiasati 'penderitaannya' sendiri. Adalah sesuatu yang tidak sulit mengakali kondisi seperti itu. Dengan cara yang mudah, kita dapat menciptakan versi liburan kita sendiri ; yang menurut selera kita itu cukup menyenangkan dan koheren dengan tuntutan kondisi yang ada. Pernahkah kalian menyusun list rencana aktivitas kalian sendiri selama liburan ?Â
Dan menyimpannya dalam bentuk secarik kertas atau menggunakan aplikasi catatan dalam Smartphone agar dapat dibawa kemana-mana? Bagi kalian yang memiliki 'kewaspadaan yang cukup serius' terhadap penyakit mati gaya selama berlangsungnya liburan, mungkin kiat tersebut bisa menjadi solusi yang baik. Berikut beberapa tips agar solusi tersebut dapat tercanangkan dengan baik, sehingga kalian yang jomblo dan tak berdompet tebal, terpenuhi haknya untuk memperoleh kenikmatan yang hakiki saat liburan:
1. Tulislah rencana tentang kegiatan tertentu yang bukan hanya kamu sukai, tetapi juga yang cukup realistis untuk diwujudkan dan tentunya sesuai dengan kesediaan waktu dan kantong yang ada. --> Jika kamu mempunyai hobi memancing, dan kamu hanyalah seorang Mahasiswa kost, apakah perlu sampai mempertimbangkan pengeluaran uang yang banyak untuk merencanakan kegiatan memancing yang terkesan 'akbar' (misalnya dengan mencari lokasi memancing yang sangat besar ; melakukan penyewaan kapal; penggunaan fasilitas memancing profesional, dsb) agar terasa lebih menyenangkan? Tentu tidak perlu. Carilah situs tempat tertentu berupa situ atau perairan yang cukup terbilang luas bagi pemancing umum. Penuhi persiapan yang diperlukan dan lakukan kegiatan kamu disana. Cukup jauh dari kata mewah, namun dengan begitu simpelnya cara ini secara tidak langsung dapat 'memewahkan' liburanmu. Lakukanlah sambil diiringi dengan aktivitas santai lain, makan es buah atau mengunggah kebersamaan dengan teman dan sesama pemancing disana mungkin ? Â
2. Susunlah rencana kamu dengan memprioritaskan hal-hal tertentu yang secara langsung merujuk pada motivasi kamu. --> Misalnya, kamu mempunyai motivasi khusus dengan aktivitas menulis kreatif (seperti penulis sendiri, hehe). Buatlah liburan kamu menjadi berkesan, dengan cara memenuhi diri kamu dengan berbagai macam kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari tulisan kamu. Menulis di Kompasiana, atau mengikuti Blogging Competition misalnya. Dengan modal yang hampir nol, melalui cara sesederhana ini pun kamu dapat menciptakan kesan bermakna tersendiri dalam liburanmu kali ini.
3. Jangan takut untuk merealisasikan rencana yang kiranya dapat dijadikan sebagai bagian dari pengekspresian jati diri kamu. --> Kamu merasa sebagai pribadi yang sangat suka dengan hal-hal unik dan menantang ? Mengapa tidak mencoba melakukan sedikit 'eksperimen' yang dirasa dapat digunakan sebagai pemacu adrenalin kamu -dengan memanfaatkan barang-barang yang ada ? Ambil apa saja, sepeda, skateboard, sepatu roda, dan ciptakan eksperimen kamu sendiri. Akan menjadi lebih bagus jika kamu melakukannya dengan dimodalkan oleh upaya perluasan jaringan kenalan dengan lebih banyak teman-teman lain dari komunitas sehobi. Â Â
4. Sertai rencana tersebut dengan riset-riset yang dirasa dapat mendukung keefektifan perealisasian rencana-rencana yang sudah kamu susun. --> Kamu adalah pencinta alam, dan kamu mempunyai susunan rencana yang matang untuk mengunjungi destinasi kenampakan alam tertentu. Sebagai upaya penyesuaian kamu terhadap kondisi isi dompet yang ada, kamu bisa melakukan riset kecil-kecilan mengenai destinasi alam mana saja yang mungkin paling memungkinkan bagi kamu untuk dikunjungi sesuai dengan 'modal' yang kamu miliki. Jika beruntung, kamu akan memperoleh informasi yang cukup berguna dari riset tersebut, yang akan mendukung perealisasian rencana kamu. Kira-kira, destinasi alam mana saja yang tidak terlalu jauh, sehingga tidak memerlukan pengeluaran akomodasi yang serius ; atau destinasi alam mana yang rutenya dapat dipahami ; atau destinasi alam mana yang menyediakan pelayanan tiket masuk secara cuma-cuma ; dan sebagainya.
5. Liburan sambil memperkaya diri? Mengapa tidak ? --> Tidak sedikit anak muda terutama mahasiswa yang dengan inisiatif cemerlangnya justru memutuskan untuk mengisi liburan dengan sesuatu yang mengedukasi (namun tidak mentah-mentah berkaitan dengan aktivitas akademik). "Libur tiga bulan, mending cari duit, magang di caf sekaligus belajar jadi barista.. kenapa gak ?" ; "Libur lebaran lama banget nih, tapi gak kemana-mana, gua mau pake buat ramein arsip sama portofolio gua, lumayan kan buar bantu pas cari kerja nanti." ; "Liburan palingan cuman kerumah tante gua, kayaknya gua mau nginep beberapa minggu buat belajar masak kue bareng dia." Itulah beberapa kutipan pengakuan dari beberapa rekan pergaulan penulis yang bernasib sama.
6. Sebelum memutuskan untuk mewujud-nyatakan rencana-rencana tersebut, pastikan bahwa kamu menulisnya bukan didasarkan oleh dorongan untuk berlomba akan kemewahan liburan, melainkan pastikan kamu melihat seluruh rencana kamu sebagai motivasi interpersonal kamu sendiri untuk menjadikan liburanmu lebih 'berisi'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H