Aku masih tertatih-tatih dengan langkah kaki tak menentu,
Jejak yang terpatri pada helaian memori belum juga pudar,
Sebagaimana guyuran hujan sehari mampu menghapus panas setahun.
Deraian telatah kian terombang-ambing di atas pasang-surut gelombang waktu,
Laksana kapal tongkang di tengah samudera luas.
Aku masih terbata-bata,
Meniti jalan pulang dari kejamnya masa lalu,Â
Kelamnya masa kini dan suramnya masa nanti.
Sauh harapan di buritan hari yang berkibar perlahan luluh-rubuh,
Ibarat dedaunan kering dan kusam diterjang angin sakal yang penuh amarah.
Aku ingin pulang kembali,
Ke tempat yang dipenuhi bening embun pada rerumputan hijau,
Riak ombak yang mengelus lembut karang-karang perkasa,
Siulan burung-burung manyar dengan lenggokan sayapnya di atas lingkaran sarang,
Paduan merdu rimba raya diiringi nada kecapi dan tiupan suling hujan di belantara tandus,
Hamparan bukit yang masih dikuliti kabut pagi nan sejuk,
Bengawan-bengawan yang permai mempesona,
Hingga dataran padang senja yang sangat indah.
Di sanalah,
Aku menyeruput damai yang tak lekang usai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H