Mohon tunggu...
Mario Amarya
Mario Amarya Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Saya hobi menulis dan saat ini sedang mencari pekerjaan tetap yang berhubungin dengan menulis dan menerjemahkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Xavi Hernandez, Hebat Sebagai Pemain tapi Melempem sebagai Pelatih

30 Januari 2024   11:54 Diperbarui: 30 Januari 2024   12:03 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kalian para penggemar sepakbola dunia, khususnya penggemar FC Barcelona saat masih era Pep Guardiola dan juga timnas Spanyol era Vicente Del Bosque, pasti sudha tidak asing dengan salah satu mantan pemain terbaik di kedua tim tersebut pada masanya. Dia adalah Xavier Hernandez Creus a.k.a Xavi Hernandez. Mantan pemain yang berposisi sebagai gelandang tersebut adalah salah satu pemain terbaik sepanjang masa, baik di Barcelona era Guardiola dan juga timnas Spanyol era Vicente Del Bosque. Bersama Barcelona yang sudah 17 tahun ia bela saat masih menjadi pemain dari tahun 1998 hingga 2015, Xavi sudah banyak meraih gelar bersama La Blaugrana, termasuk 4 kali meraih gelar UCL dan 8 kali meraih gelar La Liga. Bersama timnas Spanyol yang sudah ia perkuat selama 14 tahun saat masih menjadi pemain dari tahun 2000- hinga 2014, ia sudah mempersembahkan 1 trofi Piala Dunia dan 2 trofi Euro. Dan bersama Barcelona, dia sudah mencetak 58 gol dari 505 penampilannya di semua kompetisi. Semantara bersama Spanyol, dia mencetak 13 gol dari 133 penampilannya. Sungguh merupakan salah satu pemain terbaik dan juga sudha menjadi legenda hidup Barcelona dan juga legenda hidup timnas Spanyol. Setelah pensiun dari dunia sepakbola di tahun 2019 saat bermain di Liga Qatar bersama Al Sadd, di tahun itu pula dia memutuskan untuk menjadi pelatih Al Sadd. Dan saat menjadi pelatih Al Sadd, total gelar yang ia persembahkan kepada klub Qatar tersebut sebagai pelatih adalah 7 gelar, termasuk gelar liga dan gelar piala domestik lainnya. Nah, karena prestasi gemilangnya bersama Al Sadd itulah, Barcelona memutuskan untuk mengambil dan membawa pulang Xavi Hernandez di tahun 2021, namun kali ini sebagi pelatih utama mereka menggantikan posisi Ronald Koeman. Digadang-gadang dan alih-alih bisa membawa Barcelona menjadi superior saat Xavi menjadi pemain dulu, namun justru Xavi Hernandez tidak bisa berbuat apa-apa dan 'melempem' sebagai pelatih Barcelona. Terlebih, Xavi saat itu datang di saat Barcelona dalam situasi yang kacau dan buruk setelah ditinggal hengkang oleh Lionel Messi dan juga pesiden mereka sebelumnya, Josip Bartomeu. 

Hebat saat menjadi pemain, namun 'melempem' saat menjadi pelatih

Beberapa prestasi Xavi Hernandez saat masih menjadi pemain Barcelona. Sumber: getty images.
Beberapa prestasi Xavi Hernandez saat masih menjadi pemain Barcelona. Sumber: getty images.
Seperti judul yang saya buat di artikel ini, Xavi Hernandez memang sangatlah hebat dan superior saat masih menjadi pemain, tapi ketika menjadi pelatih justru malah kehilangan 'magis' dan tidak begitu hebat. Ketika menjadi pemain FC Barcelona selama 17 tahun, Xavi mendapatkan banyak gelar bersama La Blaugrana. Dan gelar terindah serta musim terbaiknya saat masih menjadi pemain Barcelona adalah ketika meraih treble winner sekaligus sextuple (6 gelar dalam satu musim) di musim 2008-09 saat era Pep Guardiola. Saat itu memang skuad FC Barcelona benar-benar menakutkan dan sedang jaya-jayanya, karena selain ada Xavi tentunya juga ada Messi, Valdes, Puyol, dan Gerard Pique. Setelah hengkang dari Barcelona di tahun 2015, pria kelahiran 25 Januari 1980 ini pindah ke Qatar dan memperkuat Al Sadd selama 4 musim di tahun 2015 hingga 2019 sebelum akhirnya di tahun 2019 Xavi pensiun dari dunia sepakbola di usia 39 tahun. Bersama Al Sadd saat masih menjadi pemain, Xavi meraih 4 gelar juara, termasuk gelar liga Qatar musim 2018-19 dan juga Qatar Cup di tahun 2017. Sementara saat pertama kali menjadi pelatih dan melatih Al Sadd, dia menganar tinya meraih 7 gelar juara. Namun, ketika 'kembali' dan 'pulang' ke Barcelona sebagai pletaih menggantikan Ronald Koeman, Xavi justru angin-anginan dan tidak stabil dalam melatih Barcelona. Terlebih, seperti yang saya katakan di awal, Xavi 'pulang' ke klub masa mudanya itu saat kondisi Barcelona sudah berantakan dan memprihatinkan. Ditinggal hengkag oleh Messi, pergantian presiden dari Bartomeu kembali lagi ke Joan Laporta, hingga mengalami krisis keuangan serta krisis air bersih hingga sekarang ini. Dan untuk pertama kalinya di UCL, Barcelona di bawah kepelatihan Xavi sudah 2 kali tidak lolos dari fase grup UCL musim 2021-22 & musim 2022-23 hingga terlempar ke UEL di 2 musim yang sama namun juga meraih hasil negatif. Padahal, Barcelona mendatangkan Robert Lewandowski, Pablo Gavi, Ansu Fati, dan beberapa pemain hebat lainnya. Dan selama hampir 3 musim melatih Blaugrana, Xavi baru mempersembahkan 2 gelar juara untuk Barcelona, yaitu La Liga & Supercopa di musim 2022-23.  Banyak juga yang mengira dengan kembalinya Laporta menjadi presiden klub, akan mengulangi kejayaan Barcelona pada tahun 2009-2012. Namun, kenyataannya malah bencana serta puasa gelar yang didapatkan. Sungguh perbandingan terbalik bagi Xavi dan juga sungguh era yang gelap bagi FC Barcelona.

Xavi saat masih menjadi pemain Al Sadd menjuarai QSL musim 2018-19. Sumber: getty images (NurPhoto)
Xavi saat masih menjadi pemain Al Sadd menjuarai QSL musim 2018-19. Sumber: getty images (NurPhoto)
Xavi sebagai pelatih FC Barcelona saat menjuarai La Liga 2022-23. Sumber: getty images (NurPhoto)
Xavi sebagai pelatih FC Barcelona saat menjuarai La Liga 2022-23. Sumber: getty images (NurPhoto)
Memutuskan untuk meninggalkan FC Barcelona di akhir musim ini

Joan Laporta. Sumber: getty images (NurPhoto)
Joan Laporta. Sumber: getty images (NurPhoto)

Kondisi klub yang semakin dilanda krisis dan semakin memprihatinkan, serta juga tertinggal 10 poin dari Real madrid di La Liga musim 2023-24 ini, membuat Xavi akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan hengkang dari La Blaugrana di akhir musim. Memang di UCL musim 2023-24 Xavi berhasil mengantarkan Barcelona lolos ke babak 16 besar, tapi lawan yang akan dihadapi adalah Napoli. Entah apakah di pertandingan tersebut Lewandowski dkk akan meraih kemenangan dalam 2 leg atau justru malah tersingkir, kemungkinan keputusan Xavi untuk mengundurkan diri tetap tidak berubah. Dan entah siapa nantinya yang akan menggantikan posisi Xavi sebagai pelatih. Dan juga entah bagaimana kondisi FC Barcelona setelah ditinggal hengkang oleh salah satu legenda terbaiknya mereka. 

Ada emain hebat dan meraih banyak gelar di klub, dan ketika menjadi pelatih juga hebat serta juga mempersembahkan banyak gelar juga untuk klub tersebut. Namun ada pemain yang hebat di klub, tapi tidak begitu hebat saat menjadi pelatih. Xavi memang bukan satu-staunya yang bukan terbaik, masih ada beberapa mantan pemain yang seangkatan dengannya yang juga buruk serta angin-anginan ketika menjadi pelatih. Yang bisa dipetik dan diambil hikmahnya adalah, semua memang ada masanya. Dan terlebih hebat menjadi pemian, belum tentu hebat menjadi pelatih. Walaupun begitu, Xavi tetap harus mendapatkan apresiasi dan juga dukunagn semangat, walaupun tidak bisa menjadi yang terbaik untuk membawa Barcelona seperti eranya dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun