Mohon tunggu...
Mario Reyaan
Mario Reyaan Mohon Tunggu... Ilmuwan - MSP, FPIK, UNPATTI

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Catatan Akhir Kuliah, Apa Kabar Teluk Ambon Dalam?

29 Juli 2018   15:58 Diperbarui: 29 Juli 2018   17:30 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dunia ini terlalu berbahaya untuk didiami, bukan karena orang-orangnya jahat tetapi mereka tidak peduli." (Albert Einstein). Demikianlah pandangan tentang kehidupan masyarakat racikan seorang cendikiawan yang namanya sudah tidak terdengar baru lagi ditelinga hampir seantero penghuni bumi. 

Apa yang dimaksudkan dengan "tidak pernah peduli" yang dikatakan oleh sang penemu relavitas?   Semua orang tentu punya penafsiran tersendiri. Namun, rasanya akan lebih menarik jika kita menggunakan perkataan tersebut untuk 'menyelam' lebih dalam untuk melihat lebih jauh zona Teluk Ambon Dalam yang tentunya sudah menjadi halaman luas bagi kita.

Teluk Ambon yang berada pada posisi 12870 - 12945 BT dan 337 - 345 LS merupakan salah satu teluk yang memiliki peranan penting di wilayah Indonesia bagian Timur. Teluk Ambon terdiri atas dua bagian, yaitu Teluk Ambon Bagian Luar (Outer Ambon Bay) dan Teluk Ambon Bagian Dalam (Inner Ambon Bay) (Natan, 2008). 

Teluk Ambon Dalam (TAD) dan sekitarnya memiliki beberapa fungsi dan kegunaan yaitu sebagai daerah tangkap dan budidaya, pelabuhan pangkalan TNI AL dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry penyeberangan, jalur transportasi laut, tempat pembuangan limbah minyak dan air panas oleh PLN dan tempat penambangan pasir dan batu serta merupakan daerah konservasi (S. Debby et al.,2009).

Tidaklah sulit untuk mencapai sebuah kesepakatan bahwa perairan laut di Teluk Ambon Dalam (TAD) sudah sangat tercemar. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya hasil penelitian oleh LIPI Ambon dan para dosen serta mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura-Ambon. Namun, saya tidak akan berbicara dari segi logam berat atau zat kimia lainnya yang telah lama menjadi penghuni TAD. Saya hanya ingin menulis dari satu sisi yang nyata dilihat oleh kita semua yakni sampah plastik.

Sampah plastik di TAD mungkin telah menjadi pemandangan yang biasa-biasa saja. Pasalnya, hampir setiap hari kita melihat pemandangan tersebut. Kita semua tahu bahwa perlu jutaan tahun agar satu sampah plastik dapat terurai di laut. Dengan jumlah yang begitu banyak, mungkin saja setelah bumi hancur sampah plastik di TAD masih tetap ada. 

Pemerintah (Kota Ambon) memang begitu gesit dalam menanggulangi permasalahan sampah plastik dengan selalu mengirim para petugas untuk membersihkan pantai. Namun benarkah tindakan tersebut merupakan solusi? Saya pikir tidak sebab pemerintah hanya berusaha membersihkan sampahnya, tidak dengan sumber sampah (plastik) itu sendiri. Meski demikian, kita harus tetap mengapresiasi usaha pemerintah tersebut.

Hemat saya, ada beberapa hal yang menjadi sumber maraknya sampah plastik di perairan TAD. Pertama, pemukiman masyarakat. Masyarakat yang tinggal di pesisir TAD tersdistribusi hampir sepanjang garis pantai. Sebagai contoh, pemukiman masyarakat yang dibangun di Desa Poka terindentifikasi <100 meter dari jarak pasang tertinggi. 

Dalam UU No. 26 tahun 2014, tertera bahwa kawasan <100 meter dari jarak pasang tertinggi ke arah darat merupakan area sepadan pantai yang tergolong sebagai Kawasan Lindung. Pembangunan pada area sepadan pantai ini mengakibatkan masyarakat berinteraksi secara langsung dengan pantai. Hal tersebut memacu masuknya limbah rumah tangga dan sampah plastik miliki masyarakat ke laut.

Kedua, kurangnya jumlah fasilitas tempat sampah. Berdasarkan hasil wawancara bersama masyarakta di Desa Poka (tugas Ekotoksikologi dari ibu Yanti Louhenapessy), diketahui bahwa masyarakat menjadikan laut sebagai tempat sampah dengan alasan bahwa jumlah tempat sampah yang disediakan oleh pemerintah sangatlah minim. 

Disamping minimnya jumlah tempat sampah, jarak tempat sampah dari pemukiman masyarakat pun tergolong jauh. Hal tersebut juga memicu masyarakat untuk menjadikan laut sebagai tempat sampah.

Ketiga, minimnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menjaga laut. Meskipun tahu bahwa laut bukanlah tempat sampah, masyarakat seolah-olah tidak memperdulikan itu. Hal tersebut menjadi alasan paling mendasar dari pencemaran TAD yang diakibatkan oleh sampah plastik. 

Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini tentu disebabkan juga oleh berbagai aspek. Salah satunya adalah peran kelembagaan (desa) dari segi aturan yang terkesan lemah dan tidak mengikat.

Permasalahan sampah di perairan TAD memang bukanlah hal yang sepele. Perlu adanya perhatian dan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat sebab rasanya adalah paham yang keliru jika menitik beratkan permasalahan sampah di TAD kepada pemerintah saja. 

Perlu adanya sebuah konsep arahan pengelolaan guna menekan jumlah sampah plastik yang mencemari perairan TAD dan ekosistem pesisirnya. Memang sulit jika menerapkan sebuah konsep sistem dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan pencemaran di TAD sebab melibatkan berbagai komponen yang berinteraksi langsung di TAD dengan kepentingan yang berbeda-beda pula.

Hemat saya, hal yang perlu dibenahi adalah merubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian laut dengan tidak menjadikannya sebagai tempat sampah. 

Hal tersebut haruslah dilaksanakan secara nyata lewat tindakan dengan penuh rasa tanggung jawab, dikarenakan semua usaha yang dilakukan oleh pemerintah guna menekan laju pencemaran yang disebabkan oleh sampah plastik akan menjadi sebuah kegiatan yang sia-sia dan menghabiskan banyak biaya jika pemikiran masyarakat masih saja terisolasi. 

Sederhananya, masyarakat perlu menyadari  dan tahu dampak dari setiap tindakan yang mereka lakukan. Jika belum bisa menjaga, maka jangan merusak dengan menjadikan laut sebagai.

Dengan membiarkan pemikiran masyarakat tetap terisolasi, maka secara tidak langsung kita telah membenarkan pernyataan Albert Einstein sebagaimana saya tuliskan pada paragraf pembuka opini saya ini. 

Opini ini saya tuliskan berdasarkan beberapa helai kertas catatan kuliah semester enam. Ini hanyalah sebuah pendapat dari seorang mahasiswa yang baru saja selesai menyusun laporan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) nya. Dari katong, par katong untuk kelestarian laut Maluku. Make Something Precious. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun