Mohon tunggu...
Mario Fernandes
Mario Fernandes Mohon Tunggu... Lainnya - Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia

mario.fernandes@ui.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sinopsis The End of History and The Last Man by Francis Fukuyama

1 November 2020   09:00 Diperbarui: 1 November 2020   09:12 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Runtuhnya rezim sosialis di Eropa Timur pada akhir 1980-an telah mendorong euforia yang mengagungkan politik kapitalis dan demokrasi liberal hingga munculnya tesis Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man (1992).

Sebelumnya pada 1989, Fukuyama telah menulis artikel dengan judul yang sama dan mendapatkan sejumlah kritik. Buku ini mencoba membahas secara mendalam argumen-argumen yang dia usung sambil menanggapi kritik-kritik tersebut.

Secara umum, Fukuyama sepertinya hendak memberikan jawaban-jawaban terhadap dua pertanyaan mendasar: Apakah idealisme demokrasi liberal telah menang di seluruh dunia, sehingga kita bisa katakan bahwa ini merupakan akhir dari pengembangan ideologis umat manusia, dan, dengan demikian, akhir dari sejarah (end of history)?

Jika ya, apakah ini adalah hal yang baik? Dalam menjawab kedua pertanyaan tersebut, Fukuyama membahas sejumlah konsep, seperti dialektika Hegel, teori dependensia, hingga tymos.

Fukuyama menata pembahasannya ke dalam lima bagian. Gambaran ringkas dari kelima bagian tersebut beserta bab-bab yang ada di dalamnya bisa dilihat dalam penjabaran berikut ini:

Bagian 1:  Pertanyaan Lama yang Baru Ditanyakan

Our Pesimism -- Fukuyama menjelaskan bahwa Abad ke-20, bisa dikatakan, telah membuat kita semua menjadi sangat pesimis akan sejarah, yang memperlihatkan perkembangan dan pergerakan dari keseluruhan institusi politik ke arah institusi politik yang oleh masyarakat barat anggap sebagai institusi yang layak dan manusiawi yang disebut Demokrasi Liberal.

Lahirnya Pesimisme ini disebabkan oleh berbagai peristiwa politik yang terjadi pada paruh pertama abad ke -20, antara lain dua perang dunia yang destruktif, kemunculan ideologi Totalitarianisme, dan pembalikan ilmu pengetahuan yang mengancam manusia dalam bentuk senjata nuklir. 

Sementara itu pada seperampat terakhir Abad ke-20 terjado kekalahan besar dari kepemimpinan Negara (dictator) yang kuat baik dari Otoritarianisme-Militer Kanan maupun Totalitarianisme-Komunis Kiri. Dari Amerika Latin ke Eropa Timur, dari Uni Soviet ke Timur Tengah dan Asia, dimana pemerintah yag kuat telah jatuh setelah dua decade terakhir.

Ada kecenderungan demokrasi liberal menjadi pilihan aspirasi politik yang logis dan koheren, yang menyebar ke berbagai daerah dan kebudayaan di seluruh dunia.

The Weakness of Strong States - Terjadinya Krisis Otoritarianisme saat ini tidak dimulai dengan krisis Gorbachev perestroka atau runtuhnya Tembok Berlin. Ini dimulai kembali satu setengah dekade sebelumnya, dengan jatuhnya serangkaian pemerintah Otoriter sayap kanan di Eropa Selatan.

Dapat dikatakan bahwa otoriter sayap kiri tersapu dari kekuasaan oleh ide demokrasi Terjadinya krisis Otoritarianisme ini memperlihatkan fakta yang terjadi bahwa diktator paling keras sekalipun percaya bahwa mereka harus memberkahi diri mereka sendiri dengan setidaknya satu instrumen legitimasi demokrasi, sebagai formula untuk melanggengkan kekuasaan.

The Weakness Of Strong States II, Or, Eating Pineaples On The Moon - Totalitarianisme adalah konsep yang dikembangkan di Barat setelah Dunia Perang ke-II untuk menggambarkan Negara komunis Uni Soviet dan Nazi Jerman, yang merupakan tirani dengan karakter yang sangat berbeda dari tradisional otoritarianisme pada abad-19.

Totalitarianisme-Komunis seharusnya menjadi formula untuk menghentikan proses alami dan organik dari evolusi sosial dan menggantinya dengan serangkaian revolusi paksa dari atas untuk penghancuran kelas-kelas sosial lama, industrialisasi yang pesat, dan kolektivisasi pertanian. 

Namun fakta yang terjadi adanya kegagalan Totalitarianisme memperlihatkan bahwa mereka tidak memiliki sumber legitimasi jangka panjang dan tidak ada formula yang baik untuk menyelesaikan ekonomi jangka panjang dan masalah politik yang akan mereka hadapi.

Mereka dihadapi fakta bahwa Satu-satunya ideologi yang koheren yang menikmati legitimasi luas di dunia ini tetap demokrasi liberal. Sementara itu juga banyak dari orang-orang di wilayah ini tidak boleh melakukan transisi ke demokrasi.

The World Wide Liberal Revolution - Keduanya baik Otoritarianisme-Militer Kanan maupun Totalitarianisme-Komunis Kiri telah terjadi kebangkrutan ide-ide serius yang mampu menopang kohesi politik internal pemerintahan yang kuat, baik berbasis pada partai "monolitik", junta militer, atau kediktatoran personalistik.

Sejarah bukanlah rangkaian peristiwa yang buta, tapi seluruhnya bermakna bahwa di dalamnya ada pemikiran manusia tentang hakikat politik yang berkeadilan dan tatanan sosial yang berkembang dan bermain sendiri. Dan jika kita sekarang berada pada titik di mana kita tidak dapat membayangkan dunia secara substansial berbeda dengan kita sendiri, di mana tidak ada yang nampak atau cara yang jelas di mana masa depan akan mewakili perbaikan fundamental atas aturan saat ini, maka kita juga harus memperhitungkan untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa sejarah itu sendiri mungkin akan berakhir.

Singkatnya, sesuatu seperti "Sejarah Universal" umat manusia ke arah Demokrasi Liberal, yang merupakan Keberadaan puncak dan palung dalam perkembangan sejarah yang sudah tidak dapat disangkal.

Bagian 2: Zaman Lama Umat Manusia

An Idea for a Universal History - Fukuyama  memulai bagian ini dengan menguraikan kasus untuk Sejarah Universal yaitu, narasi besar perkembangan manusia sepanjang sejarah, atau gagasan bahwa sejarah adalah kisah kemajuan sosial yang tidak dapat dihindari. Dia menelusuri ide-ide sejarah metanaratif dari pemikir klasik hingga contoh yang lebih modern, seperti Immanuel Kant, Hegel dan Karl Marx. 

Fukuyama tidak setuju dengan Marx dan percaya gagasan sejarah Hegel menuju demokrasi liberal lebih akurat. Ini adalah perubahan ekonomi, dan terutama teknologi, Ia percaya bahwa kemajuan teknologi tidak dapat dihindari karena terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan, yang juga tidak dapat dihindari dan bergerak ke arah pengetahuan yang semakin lengkap.

The Mechanism of Desire - Sebagai titik awal analisis Fukuyama menunjukkan sementara bahwa ada alasan yang baik untuk berpikir bahwa sejarah dihasilkan sebagai konsekuensi dari terungkapnya ilmu alam modern yang bergerak dalam satu kesatuan arah yang koheren, dan untuk memeriksa lebih lanjut konsekuensi itu mengalir. Jika penemuan ilmu pengetahuan alam modern menghasilkan sejarah yang terarah.

No Barbarians at the Gates - Sejarah siklikal yang sesungguhnya hanya dapat dibayangkan jika kita mengandaikan kemungkinan bahwa suatu peradaban dapat lenyap seluruhnya tanpa meninggalkannya. jejak apapun pada mereka yang mengikuti. Ini, pada kenyataannya, terjadi sebelum penemuan ilmu alam modern. Ilmu alam modern, Namun, begitu kuat, baik untuk kebaikan maupun untuk kejahatan, sehingga sangat kuat ragu apakah itu bisa dilupakan atau "tidak ditemukan" di bawah kondisi selain pemusnahan fisik umat manusia.

Dan jika cengkeraman ilmu pengetahuan alam modern yang progresif tidak dapat diubah, maka sejarah terarah dan semua yang beraneka ragam lainnya mendapat konsekuensi ekonomi, sosial, dan politik yang mengalir darinya juga tidak dapat dibatalkan dalam alasan apa pun. 

Ketergantungan manusia pasca bencana alam pada ilmu pengetahuan alam modern akan semakin besar jika bersifat ekologis, karena teknologi mungkin satu-satunya cara untuk membuat bumi bisa dihuni sekali lagi

Accumulation without End - Masyarakat memiliki tingkat kebebasan sejauh mana mereka mengatur dan merencanakan ekonomi kapitalis. Mekanisme logika kita tidak mendikte derajat ini dengan cara yang kaku. Meskipun demikian, perkembangan modernisasi ekonomi yang didorong oleh teknologi menciptakan insentif yang kuat bagi negara-negara maju untuk menerima istilah dasar budaya ekonomi kapitalis universal, mengizinkan persaingan ekonomi yang cukup besar dan membiarkan harga ditentukan oleh mekanisme pasar.

The Victory of the VCR - Fukuyama menjelaskan alasan kemenangan ekonomi liberal atas pemikiran sosialis. Fukuyama mematahkan teori dependensi (dependencia) yang diusung oleh para pemikir Amerika Latin dengan menyodorkan dua argumen, disertai contoh kasus perkembangan di Asia Timur serta Amerika Latin sendiri.

In the Land of Education - Fukuyama bergeser pada pada kaitan antara ilmu alam modern dengan demokrasi liberal. Fukuyama tidak menampik bahwa kapitalisme, bahkan demokrasi, bisa juga diwujudkan oleh kediktatoran yang memodernisasi (modernizing dictatorship).

Salah satu faktornya adalah pendidikan yang melahirkan kelas menengah dan nantinya mendorong demokrasi, justru malah secara rasional mendorong autoritarianisme berorientasi-pasar. Dia juga menjelaskan perdebatan pada dua faktor lainnya untuk menunjukkan bahwa demokrasi tidak dengan sendirinya beriringan dengan industrialisasi.

The Former Question Answered - Fukuyama berusaha membuktikan bahwa suatu Sejarah Universal dapat ditulis dari sudut pandang kosmopolitan berkat ilmu alam modern. Sejarah tidak memiliki siklus (meskipun terdapat pengulangan peristiwa yang serupa), melainkan proses dialektika. Dia menggunakan kejatuhan Hitler sebagai contoh.

No Democracy without Democrats - menegaskan kepuasan manusia atas suatu tatanan sosial tidak bisa dijelaskan secara historis, melainkan trans-historis. Manusia harus dilihat secara alami untuk menyimpulkan akhir sejarah.

Bagian 3: Perjuangan untuk Pengakuan

In the Beginning, a Battle to the Death for Pure Prestige - Fukuyama menyampaikan bahwa Hegel memberi alternatif untuk memahami proses sejarah berdasar pada "perjuangan untuk pengakuan". konsep "perjuangan", dimulai dengan mengenal konsep manusia yang memiliki pilihan moral sejati, dan karena kebebasan yang melekat untuk membuat dan mematuhi aturannya sendiri.

The First Man - Hobbes memperoleh prinsip-prinsip hak dan keadilan dari karakterisasi manusia dalam keadaan alamiah. Kesamaan antara "keadaan alami" Hobbes dan pertempuran berdarah Hegel sangat mencolok yang dicirikan oleh kekerasan ekstrem yaitu perang "setiap manusia melawan setiap manusia." Sehingga dalam sifat manusia kita menemukan tiga penyebab utama pertikaian yaitu persaingan, ketidaksengajaan, kemuliaan, dan menyerbu untuk hal-hal sepele.

A Vacation in Bulgaria - Manusia bukan hanya mencari kenyamanan material, tapi juga rasa hormat atau pengakuan. Mereka percaya bahwa mereka layak memperoleh rasa hormat, karena mereka memiliki nilai-nilai tertentu atau martabat.

Psikologi atau ilmu politik, yang tidak memperhitungkan hasrat manusia bagi pengakuan, akan keliru memahami sesuatu yang sangat penting tentang perilaku manusia. Bagi Hegel, kebebasan bukanlah sekadar fenomena psikologis, namun adalah esensi dari apa yang membedakan manusia. Dalam arti ini, kebebasan dan yang alami secara diametral bertentangan.

The Beast with Red Cheeks - Percakapan antara filsuf Socrates dan dua orang muda Athenia aristokrat, Glaucon dan Adeimantus, yang berusaha untuk menggambarkan sifat dari sebuah kota yang adil yang membutuhkan penjaga. Menurut Socrates, karakteristik utama dari para penjaga ini adalah thymos, yang diterjemahkan sebagai "semangat". Thymos muncul sebagai sesuatu yang terkait dengan nilai yang ditetapkan pada diri sendiri yaitu harga diri.

The Rise and Fall of Thymos -- Fukuyama menyampaikan bahwa Bagi Hegel, masyarakat liberal adalah hasil kesepakatan timbal-balik dan setara di antara warga negara untuk saling mengakui satu sama lain.

Jika liberalisme Hobbesian dan Lockean dapat ditafsirkan sebagai pengejaran kepentingan diri sendiri yang rasional, "liberalisme" Hegel dapat dipandang sebagai pengejaran pengakuan rasional. Yakni, pengakuan atas landasan universal, di mana martabat setiap orang sebagai manusia yang bebas dan otonom diakui oleh semua.

Lordship and Bondage -- Fukuyama menjelaskan bahwa Kehidupan dalam demokrasi liberal secara potensial adalah jalan ke arah kelimpahan material yang besar yang menunjukkan pada kita jalan ke arah ujung yang sepenuhnya non-material, yakni pengakuan terhadap kebebasan kita. Negara demokratis liberal menilai kita dengan rasa harga diri kita sendiri. Pengakuan rasional memecahkan cacat parah dalam hal pengakuan, yang ada pada masyarakat pemegang budak dan banyak varian lainnya.

The Universal and Homogeneous State - Fukuyama menjelaskan bahwa Pengakuan hanya bisa dirasionalkan jika diletakkan di atas dasar universal dan kesetaraan yang dapat dipahami secara lebih baik melalui rasionalitas pengakuan universal, lewat cara mengkontraskannya dengan bentuk-bentuk pengakuan lainnya, yang tidak rasional.

Negara liberal bersifat rasional karena mendamaikan tuntutan--tuntutan bagi pengakuan yang saling bersaing, atas landasan timbal-balik yang paling bisa diterima. Yakni, atas basis identitas individual sebagai manusia dan memberikan pengakuan pada semua warga negara karena mereka adalah manusia, dan bukan karena mereka adalah anggota dari etnik atau ras tertentu.

Bagian 4: Melompati Rhodes

The Coldest of All Coldest Monsters - Di akhir sejarah, tampaknya tidak ada pesaing ideologi yang serius yang masih tersisa untuk melawan demokrasi liberal. Di masa lalu, orang menolak demokrasi liberal karena mereka percaya demokrasi itu kalah unggul dibandingkan monarki, aristokrasi, teokrasi, fasisme, totalitarianisme komunis, atau ideologi apapun yang mereka yakini.

Namun sekarang, di luar dunia Islam, tampaknya terdapat konsensus umum yang menerima klaim demokrasi liberal, sebagai bentuk pemerintahan yang paling rasional. Yakni, negara yang mewujudkan secara paling penuh atas hasrat-hasrat irasional ataupun pengakuan rasional.

The Tymotic Origins of Work - Liberalisme ekonomi menyediakan jalan optimal menuju kemakmuran bagi setiap orang yang ingin memanfaatkannya. Bentuk tymos yang "tidak rasional" terus memengaruhi perilaku ekonomi dalam berbagai cara yang berkontribusi pada kekayaan atau kemiskinan suatu negara.

Dan berlanjutnya perbedaan-perbedaan ini dapat berarti bahwa kehidupan internasional akan semakin dilihat sebagai persaingan bukan antara ideology tetapi antara budaya yang berbeda.

Empires of Resentment, Empires of Deference - Dampak budaya terhadap pembangunan ekonomi, baik sebagai stimulus ataupun kendala, menunjukkan potensi hambatan yang akan datang. Ilmu ekonomi modern, proses industrialisasi ditentukan memaksa homogenisasi umat manusia, dan menghancurkan berbagai budaya tradisional dalam prosesnya.

Tetapi mungkin tidak memenangkan setiap pertempuran, sebaliknya menemukan bahwa budaya tertentu dan manifestasi"tymos" tertentu sulit dicerna. Dan jika proses homogenisasi ekonomi berhenti, prosesnya demokratisasi akan menghadapi masa depan yang tidak pasti juga. Banyak orang di dunia yang percaya bahwa mereka menginginkan kemakmuran kapitalis dan demokrasi liberal pada tingkat intelektual, tidak semua orang akan bisa mendapatkannya.

The Unreality of Realism - Realisme memainkan peran yang besar dan bermanfaat dalam membentuk pemikiran kebijakan luar negeri Amerika setelah Perang Dunia II. Realisme merupakan kerangka kerja yang tepat untuk memahami politik internasional pada periode ini karena dunia beroperasi sesuai dengan premis realis.

Realis mencerminkan kebenaran abadi, dunia menjadi terbagi antara negara-negara dengan ideologi yang sangat berbeda dan saling bermusuhan. Realisme adalah pandangan yang tepat tentang politik internasional untuk abad yang pesimis, dan tumbuh secara alami dari sejarah kehidupan.

The Power of the Powerless -- Fukuyama menyampaikan bahwa Realisme bertumpu pada dua hal fondasi yang lemah, sebuah reduksionisme yang tidak dizinkan tentang motif dan prilaku masyarakat manusia dan kegagalan untuk menjawab pertanyaan tentang sejarah.

Dari bentuk paling murni, realisme mencoba untuk menghalau semua pertimbangan politik dan untuk menyimpulkan kemungkinan perang dari struktur sistem negara saja. Menurut salah satu realist, konflik biasa terjadi di antara negara karena sistem internasional menciptakan insentif yang kuat agresi, negara berusaha bertahan hidup dari anarki dengan memaksimalkan kekuasaaan mereka relative terhadap negara bagian lain. 

Tetapi bentuk realisme murni secara diam-diam diperkenalkan kembali asumsi tertentu yang sangat reduksionis tentang sifat alamiah manusia yang membentuk sistem. Generasi realis Morgenthau, Kennan, Niebuhr, dan Kissinger mingizinkan beberapa pertimbangan tentang karakter internal negara untuk masuk kedalam analisis mereka, dan oleh karena itu dapat memberikan penjelasan yang lebih baik tentang alasan konflik internasional.

Realis apapun stripe cenderung didorong ke penjelasan yang sangat reduksionis tentang perilaku kenegaraan ketika berbicara tentang politik internal. Sulit untuk mengetahui misalnya, bagaimana seorang realis seperti Morgenthau dapat membuktikan secara empiris bahwa perebutan kekuasaan, seperti yang dikatakannya universal dalam ruang dan waktu.

National Interests -- Fukuyama menjelaskan bahwa Nasionalisme adalah fenomena modern secara spesifik karena ia menggantikan hubungan ketuhanan  dan perbudakan dengan dan pengakuan yang sama. Gerakan nasionalisme tidak mengherankan terkait erat dengan demokrasi sejak revolusi Prancis.

Martabat yang ingin diakui oleh kaum nasionalis bukanlah martabat universa manusia, tetapi martabat kelompok mereka. Sistem negara dimasa lalu beberapa abad terdiri dari campuran masyarakat liberal dan non liberal. Msayarakat liberal akan berperang untuk mempertahankan diri mereka dari serangan negara non-liberal.

Banyak masyarakat yang seolah-olah liberal ternoda oleh campuran nasionalisme intoleran, gagal untuk menguniversalkan konsep hak mereka dengan efektif berdasarkan pada rasa tau etnis.

Toward a Pacific Union - Dunia pasca sejarah, poros utama interaksi antar negara ekonomi, dan lama politik kekuasaan akan memiliki relevansi yang menurun. Dunia pasca sejarah masih akan terbagi menjadi negara -- bangsa, tetapi nasionalisme yang terpisah akan berdamai dengan liberalisme dan semakin mengespresikan diri mereka dari ranah kehidupan pribadi sendiri.

Jika pasca - sejarah dunia berperilaku berbeda dari dunia historis seperti yang didalilkan maka demokrasi pasca sejarah akan memiliki kepentingan yang sama baik dalam melindungi diri dan ancaman eksternal. Separuh sejarah dunia tetap beroperasi sesuai dengan prinsip realis, dan separuh postthistorical harus menggunakn metode reaslis saat berurusan dengan bagian sejarah.

Proses sejarah manusia telah melahirkan serangkaian konsep legitimasi -- dinasti, religious, nasionalisme, dan ideologis, yang mengarah ke sebanyak mungkin basis imprealisme dan perang.

Bagian 5: Manusia Terakhir

In the Realm of Freedom - Pada bagian ini, Fukuyama mempertanyakan apakah demokrasi liberal memuaskan dan mampu bertahan menghadapi tirani. Kemudian juga apakah demokrasi liberal mampu memenuhi hasrat akan pengakuan.

Kalangan kiri menyatakan bahwa akibat ketimpangan ekonomi dalam demokrasi liberal, pengakuan secara universal tidak bisa terwujud. Meskipun begitu, demokrasi liberal terbukti mampu mengangkat derajat masyarakat. Fukuyama menganggap kalau kalangan kiri tidak akan menjadi ancaman serius bagi demokrasi liberal.

Men without Chests - Demokrasi liberal yang ingin merangkul semuanya akhirnya justru tidak merangkul siapapun. Demokrasi liberal juga kesulitan memenuhi hasrat manusia akan pengakuan. Seperti perkataan Nietzsche bahwa tidak ada pengakuan universal dan demokrasi tidak bisa menyetarakan majikan dan budak.

Kalangan kanan menyatakan bahwa dengan mengatakan bahwa manusia itu setara justru menolak kemanusiaannya karena manusia sendiri tidaklah setara atau disebut juga megalothymia. Fukuyama menganggap kalangan kanan lebih berbahaya karena demokrasi liberal tidak bisa menyelesaikan masalah megalothymia.

Free and Unequal - Demokrasi liberal dapat ditumbangkan oleh isothymia dan megalothymia. Isothymia akan menyebabkan perbedaan pada manusia dan megalothymia akan selalu muncul di masyarakat karena dianggap dapat membawa hal baik.

Meskipun begitu kapitalisme dalam demokrasi liberal tetap membutuhkan megalothymia untuk terus berjalan dan demokrasi liberal diharapkan dapat mengendalikan megalothymia tersebut.

Perfect Rights and Defective Duties - Terdapat paradoks dimana demokrasi liberal bertumpu pada nilai-nilai komunitas yang dikikis oleh demokrasi liberal itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari liberalisme yang memberikan hak namun tidak dapat membebankan kewajiban untuk melindungi hak tersebut. 

Kemudian kesetaraan dalam demokrasi liberal juga mengikis nilai tersebut karena komunitas dibentuk dengan mengucilkan mereka yang dianggap rendahan. Selain itu, kapitalisme yang termasuk bagian demokrasi liberal juga menentang komunitas karena menuntut masyarakat untuk terus bergerak demi kelangsungan ekonomi.

Immense Wars of The Spirit - Fukuyama berkesimpulan bahwa akhir dari sejarah yang digambarkan dengan demokrasi liberal merupakan penyelesaian terbaik bagi manusia jika dibandingkan harus kembali ke dunia dengan ledakan megalothymia dan pembantaian masal seperti saat Perang Dunia I. Meskipun begitu, Fukuyama tetap menyatakan ada kemungkinan dia salah dan manusia akan kembali ke kebiasaan lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun